Part 1 : Pernikahan

34.5K 1.7K 102
                                    

Aku tak henti-hentinya menangis saat menatap pantulan diriku sendiri di depan cermin.

Jika pengantin lain akan bahagia menunggu momen sakral ini tiba. Aku justru tak kuasa menahan kesedihan karena tidak ingin momen ini terjadi.

Cklekk...

Pintu terbuka, menampilkan sosok umi yang terlihat pada cermin. Beliau melangkah menghampiriku lalu memegang kedua bahuku dari belakang.

"Sal, ayo keluar!" ajak umi dengan suara bergetar. Sepertinya beliau mengerti keadaanku. "Mereka sudah menunggumu."

Aku semakin terisak. Tak peduli jika make up yang menghiasi wajahku bisa saja luntur karena terbasuh air mata.

"Apa nggak bisa dibatalin, Umi?"

Umi menghembuskan napas lelah. "Kamu tahu kan, Abi udah kecewa sama kamu?"

Aku merapatkan bibir kecewa. Lagi, kata itu dijadikan sebuah senjata oleh umi.

"Ini adalah satu-satunya cara mengembalikan kepercayaan abi sama kamu."

"Mau nikah apa enggak, aku tetap dipandang buruk sama masyarakat, Umi. Video itu sudah terlanjur tersebar, dan aku dituduh menjadi guru yang melakukan hal tidak sen*noh kepada muridnya sendiri. Aku dipaksa mengakui kesalahan yang tidak pernah aku lakukan sama sekali. Jadi, untuk apa aku menutupi fitnah itu dengan pernikahan?" Aku meninggikan nada suaraku sambil terisak-isak.

Umi terdiam cukup lama, kemudian berucap lembut. "Untuk menghindari dosa-dosa maksyiat, Sayang."

"Tapi, bagaimana dengan kehidupanku selanjutnya, Umi? Apa aku bisa bahagia sama Reyhan?" jawabku kasar.

"Terkadang dalam hidup ... kita tidak diberi pilihan, Salis. Kita terpaksa dipilih. Dan, manusia harus berani melaluinya."

"Tapi kan, ini pilihan Umi sama Abi!"

Terdengar hembusan napas panjang dari Umi. "Umi dan Abi juga tidak ingin ini semua terjadi."

"Tapi, kenapa Umi dan Abi terus mendesak Salis buat nikah sama Reyhan?" Umi terdiam beberapa saat, kemudian terdengar isakan kecil di telingaku. 

Umi menangis?

"Demi menyelamatkan hidup Reyhan. Apakah kamu tahu?" ucapan Umi tertahan. Beliau tampak menelan ludahnya dengan susah payah.

"Kalau Reyhan sudah dikeluarkan dari sekolah gara-gara kasus ini. Reyhan tidak bisa melanjutkan sekolahnya lagi karena tidak punya biaya untuk  pindah ke sekolah lain. Sementara sekolah yang menyediakan beasiswa bagi siswa kurang mampu hanya sekolahan kamu."

Aku terdiam.

"Abi dan Umi percaya sama kamu, kalau video itu hanya salah paham. Namun entah lah, abimu tetap ngeyel ingin menikahkan kalian berdua."

"Tapi, Umi ... pernikahan bukanlah sebuah hal yang main-main. Apa Umi rela anak Umi dinikahkan dengan seorang bocah yang tidak jelas asal-usulnya?" Aku meneguk ludah dengan susah payah. "Salisah pengen nikah sama laki-laki mapan, Umi. Laki-laki yang bisa membimbing Salisah ke syurganya Allah."

Umi memelukku dari belakang. "Nggak ada pilihan lain, Sayang. Umi hanya punya satu pesan buat kamu. Bimbing suamimu menjadi imam yang baik."

Kata-kata itu benar-benar seperti petir yang mampu menghancurkan jagat rayaku.

"Ridho Allah tergantung ridho  orangtua," sahut sebuah suara, membuat aku dan Umi langsung menoleh ke ambang pintu. Ternyata Abi sudah berdiri di sana dengan sorot lelah.

"Abi meridhoi kamu menikah dengan Reyhan. Pak penghulu sudah menunggu di luar."

Umi memijat-mijat bahuku mencoba menyemangati.

Salah JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang