Part 6 : Perhatian

22.3K 1.4K 78
                                    

Aku baru saja selesai berganti baju setelah mandi lalu menghampiri Reyhan yang duduk di sofa sambil memegangi perutnya. Sepertinya dia sangat kelaparan. "Malam ini kita mau makan apa?"

Reyhan menggeleng. "Aku mau minta uang ke Bapak aja, ya?"

"Eh, nggak usah!" sergahku. Gila apa minta uang ke pak Burhan. "Aku masih punya roti untuk mengganjal perut. Aku kembali ke belakang untuk mengambil roti isi kacang yang berada di saku celanaku.

"Ini makan aja," ucapku setelah sampai di depan Reyhan.

Reyhan terdiam, menatap roti isi kacang yang aku sodorkan. Dia tampak ragu untuk menerima roti itu. "Ini makan aja," ucapku.

Akhirnya Reyhan mengambilnya dan membuka bungkusnya. Ia menggigitnya sedikit lalu mengunyahnya. Ah, perutku berbunyi karena sebenarnya aku juga masih sangat lapar.

Aku tersentak saat Reyhan mengarahkan roti itu ke mulutku.

"Bu Salis juga lapar, kan?" ucap Reyhan mendorong roti itu ke mulutku.

Terpaksa aku melahapnya. "Udah kamu habisin aja." Aku mendorong tangan Reyhan agar berhenti menyuapiku.

"Aku nggak pengen Bu Salis sakit." Reyhan menyumpali mulutku dengan paksa. Entah kenapa aku merasa kikuk disuapi oleh Reyhan. Aku terpaku saat Reyhan membersihkan sisa roti yang ada di sudut bibirku, tubuhku kian memanas saat dia menjilat jarinya sendiri yang baru saja ia gunakan untuk membersihkan sisa makanan di sudut bibirku.

Suasanya berubah canggung. Aku dan Reyhan hanya terdiam saling tatap. Mata teduhnya membuat jantungku berdegup kencang. Perasaan macam apa ini?

Reyhan menghela napas kemudian memalingkan wajahnya dariku. "Maafin aku, ya, Bu," lirihnya.

"Kenapa kamu minta maaf?" Aku balik bertanya.

"Karena aku, Bu Salis jadi menderita kayak gini." Reyhan mengusap-usap wajahnya lelah. "Sebenarnya siapa, sih, yang udah nyebar video itu?"

Aku termenung.

"Aku yakin pasti pelakunya adalah orang yang syirik sama Bu Salis. Bu Salis di sekolah, kan, selalu mendapat perlakuan istimewa dari pak KepSek."

"Sudahlah, semua sudah terlambat." Aku menghela napas. "Tidak perlu diungkit lagi."

Aku beranjak dari dudukku. "Kamu udah solat belum? Aku mau tidur, capek."

"Masih jam tujuh, Bu?" tanya Reyhan.

Aku ingin tidur untuk menghilangkan rasa lapar di perutku. "Aku udah ngantuk."

"Owh."

Aku berbalik badan kemudian melangkah menuju ke kamar. Namun, tiba-tiba Reyhan mencekal tanganku.

"Boleh aku cium Bu Salis?"

Deg.

Tubuhku langsung membeku seketika mendengar ucapan itu. Wajah Reyhan terlihat sendu.

"Nggak boleh." Aku menggeleng.

"Owh, yaudah." Reyhan melepaskan tanganku kemudian menunduk.

Perasaan macam apa ini. Rasanya aneh. Jantungku sering berdebar-debar jika berhadapan dengan Reyhan. Aku membaringkan tubuhku di ranjang setelah sampai di dalam kamar. Perutku terasa kosong dan tidak nyaman. Aku sangat kelaparan.

Aku berusaha semaksimal mungkin untuk memejamkan mata. Tapi tidak bisa. Bayang-bayang Reyhan terus terngiang-ngiang di dalam pikiranku.

Aku berguling ke kanan dan ke kiri entah sampai berapa jam, melamun, memikirkan banyak hal yang membuat kepalaku seperti ingin pecah.

Salah JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang