( untuk mengenang J.A. Dimara atas jasanya yang banyak dilupa oleh khalayak muda )
/1/sukma diri yang berontak, singgah sekejap ke realitas dunia yang kian tersara-bara
Sa melanglang tanpa proyeksi
Terseok sambil menyandang Satyalancana Bhakti
Selepas suratan takdir yang menghampiri lebih dulu
Lelah berjuang bersama Putra Ida Ayu Nyoman Rai
Menyerukan Trikora agar Irian Barat mampu menyandang panji-panji suci
Yang dikelim oleh Fatmawati
Dan dijaga dengan sepenuh hati
Diri ini acuh
Menostalgia jasad yang dicampakkan ke pelosok Digul
Atas dasar jerit pengkhianatan kepada paduka londo
Mengibarkan pusaka merah putih di bumi Irian yang sebenarnya milik kitorang
Namun apakah saat sa pamit masih ada yang memperjuangkan?
Dengan darah, hati, dan seluruh kemampuan?
/2/di tengah hari samar muka, usai evidensi pahit membiopsi
Di lengan Korem, Biak Utara, sa menatap
Durja melankoli pertiwi yang kian teruk
Waktu ambang tentang mandala indah
Impian tentang aliansi negeri, kini hancur sudah
Anyir terendus setiap kali
Menyurihkan jalan mengusir bedebah negeri
Hengkang melangkah, menjejal prahara
Bukan! Bukan itu! Sa ingin kembali berada di garis terdepan!
Lamun atma telah tenang dipelukkan Yang Kuasa
Raga didekap hangatnya bentala
Sa tiada lagi harkat, lalu siapa?
Hanya sanggup menitikkan tirta retina, berduka atas perkara Wamena.
/3/dan teruntuk generasi ko yang sedang mendefinisikan hari
Satu momen mentari dan satu momen bulan
Yang senang bertamasya dan bertegur sapa pada manusia bumi
Dan terhadap mereka yang merasa satu-satu itu tak pernah cukup mereka lalui
"Kurang-kurang! Ini semua kurang! Kitorang tengah diburu-buru dan ini semua kurang!"
Perihal yang merefleksikan huru-hara, keegoisan yang menuntut kebenaran belaka
Dua belah pihak yang bertulah seolah semua orang disisinya merestui
Tanpa luka, tanpa duka
Lantas itulah pengantara semua
Jika ko putar riwayat perwira melepas peluh
Mengangkat senapan sudi serahkan tubuh
Demi integrasi kerap yang diangan
Kenapa ko hanya diam atas diri dan kepentingan?
/4/bagian akhir
Sudah sa ucap di pembuka kalimat
Mana tahu wasiat ini menggagas banyak manusia
Tetapi inilah saat sa rujuk kembali pada bentala
Kembali lelap ditemani enam anumerta berharga yang setidaknya pernah disisipkan
Saat seremoni kepergian diri oleh rakyat Papua
Bagai simbolis rindu yang trakkan sa ucap
Lebih baik memasung diri ketimbang pertiwi kau cacat
Karena hanya satu yang membayar asa yang tak akan sa dapat
Yang mampu menggoyangkan langit, menggemparkan darat, dan menggelorakan samudera
Cukup sampai disini saja
Karena hanya ko-lah yang mampu melindunginya
Dari semua asa dan luka.
LBB UGM 2019 FINALIS
YOU ARE READING
Tentang Aku
Poetrylangit hari ini hitam hembus angin, tak lagi merengkuh aku yang terpatri di ruang tunggu menatap jika semesta saja mampu, lalu kenapa aku tak sanggup bersahabat dengan malam melepas yang seharusnya bukan pilihan?