Cold Girl

3.5K 459 27
                                    

"Park Jiyeon. Namaku Park Jiyeon."

Jungkook memberikan segelas susu hangat pada gadis kecilnya. Masih berwajah basah, dan isakan sesekali terdengar tanpa air mata. Memutuskan untuk membawa gadis kecilnya tinggal bersama. Jungkook tidak merasa keberatan.

Berjongkok menyamakan tinggi dengan Jiyeon yang terduduk di kursi makan, lantas Jungkook mengulas senyum. Mengulurkan tangan tanpa melunturkan senyuman penuh kehangatannya.

"Salam kenal, Park Jiyeon. Namaku Jeon Jungkook," balas Jungkook memperkenalkan diri dengan cara manis.

Jiyeon terdiam, bertahan pada posisinya. Hanya menatap uluran tangan itu tanpa berminat membalas jabatan. Kerjapan matanya tetap pada nada yang sama, berekspresi datar tiada senyuman di sana.

Mengulum bibir, lantas perlahan Jungkook menarik tangannya lagi. Menahan letupan emosi yang bersiap untuk dimuntahkan. Berakhir dengan menarik nafas panjang sebagai bentuk pelampiasan.

"Baiklah, kurasa cukup perkenalannya," Jungkook berdiri. Berpikir sejenak sebelum melanjutkan, "Silahkan diminum susunya. Aku sudah membuatkannya untukmu. Tubuhmu perlu dihangatkan."

Masih terdiam. Tubuh kecil itu tidak menunjukkan reaksi apapun. Mengangkat kedua bahunya sekilas, Jungkook memilih untuk meninggalkan Jiyeon seorang diri di sana. Beranjak berjalan ke dapur. Mengambil segelas air putih sebagai penyejuk otaknya yang lelah. Meneguknya hingga tandas dengan terburu-buru.

Jungkook melirik dari jauh tempat Jiyeon duduk di ruang tengah tanpa ada pembatas sama sekali dengan dapur. Merotasikan bola mata malas saat Jiyeon tidak melakukan apa yang ia pinta. Tipikal anak keras kepala.

Memutuskan untuk melangkah mendekat dengan gerak tergesa, Jungkook lekas berkacak pinggang begitu tiba dihadapan sana.

"Hei, anak kecil. Jangan keras kepala. Aku sudah berbaik hati membuatkan mu—"

"Aku tidak memintanya."

Jungkook mengedipkan mata, sebab kalimatnya disela begitu saja. Belum usai sepenuhnya. Dan Jiyeon dengan tidak berperasaan memotong kalimat yang sudah tersusun apik dalam benak.

"Jangan menyela ucapan ku," tukasnya sengit. "Minum," titah Jungkook lanjut. Masih merasa bingung dengan dirinya sendiri yang begitu memaksa kendati Jiyeon sudah menolak keras pun amat mentah-mentah.

Memilih mengalah, lantas lengan ringkih itu menggapai segelas susu di atas meja yang sudah tersaji sebelumnya. Mulai dingin, sebab sudah didiamkan terlanjur lama.

Pun Jiyeon mulai meneguknya tidak berjeda, menghabiskan segelas susu itu dengan satu kali tegukan. Memperlihatkannya tepat dihadapan Jungkook yang masih betah mengawasi.

Tuk.

"Sudah," sahut Jiyeon singkat. Membersihkan bekas susu di bibirnya menggunakan punggung tangan. Dibalas dengan delikan oleh Jungkook. "Apa?" tanya Jiyeon santai.

"Kau kotor sekali," balasnya dengan gelengan tak habis pikir. Berpikir dalam diam sembari meneliti figur Jiyeon dihadapannya. "Aku tidak punya persediaan baju anak perempuan," gumamnya pelan. Lantas meringis, "Bagaimana ini?"

"Aku tidak butuh bantuanmu, Paman. Terima kasih," sahut Jiyeon cepat. Tanpa menatap sang lawan bicara, ia melanjutkan, "Aku tidak mau berhutang budi apapun dengan orang asing. Terlebih denganmu," ujarnya dengan lirikan diakhir kalimat.

Memicingkan sepasang mata tidak terima, Jungkook lantas berkata, "Apa maksud kalimat mu barusan? Aku merasa tersinggung."

"Aku tidak peduli," Jiyeon membalas datar. Frasanya tetap sama, pun ekspresi yang tiada berubah.

Menarik nafas dalam-dalam guna mengontrol emosi. Jungkook lekas menyugar surai bagian depannya yang berantakan. Memainkan lidah di dalam mulut.

"Wah, kau memang anak yang tidak tahu sopan santun sama sekali," balasnya dengan anggukkan kepala. "Dan apa maksud panggilanmu barusan untukku? Paman?! Aku tidak setua itu, ya." Jungkook menuding gadis kecil di depannya yang terduduk.

Tak ada balasan sama sekali. Jungkook lagi-lagi menimpali, "Berapa umurmu?" tuntutnya.

"Apa untungnya Paman tahu dengan usiaku?" balas Jiyeon ketus. "Aku tidak mau memberitahunya," ujarnya sambil melipat kedua lengan dan membuang pandangan.

Jungkook lagi-lagi dibuat ternganga dengan tingkah laku tidak sopan gadis kecil di depannya. Merasa bodoh dengan diri sendiri, kenapa bisa membawa gadis nakal ini sampai ke flatnya. Membuatkan segelas susu hangat dengan tulus, tapi di minum penuh paksa tanpa ucapan terima kasih sama sekali.

Melipat bibirnya, Jungkook memejamkan mata lelah. Mengurut pangkal hidungnya yang nyeri. Jungkook memilih apatis pada sakit hatinya hanya mendengar nada ketus Jiyeon. Mungkin lingkungan sekitar membuatnya seperti itu. Jungkook mencoba berpikir positif.

"Tunggu disini, aku akan mencarikan pakaian yang cocok untukmu," Jungkook memutuskan untuk angkat kaki dari sana. Meninggalkan gadis kecilnya seorang diri yang menatap kepergiannya dalam diam.

Selepas punggung tegap Jungkook menghilang di balik pintu kamar, Jiyeon menelisik tempat ia tinggal. Maniknya menjelajah liar. Tempat tinggal yang kecil, tapi cukup nyaman. Ruang tengah dan dapur tidak diberi pembatas sama sekali hingga Jiyeon bisa melihat tatanan dapur dari tempatnya duduk.

Sepertinya Jungkook tinggal seorang diri. Hanya terdapat satu kamar di dalam ruangan ini. Tidak ada ruangan lain lagi yang Jiyeon lihat.

Bunyi derap langkah kaki terdengar. Refleks atensi Jiyeon teralihkan sepenuhnya pada sumber suara. Menampakkan figur Jungkook membawa selembar pakaian dalam genggamannya.

"Aku tidak punya pakaian untuk anak perempuan," tutur Jungkook begitu sampai dihadapan Jiyeon. "Apalagi pakaian anak kecil sepertimu, aku tidak punya sama sekali. Hanya ini," tangannya mengudara, memperlihatkan selembar kaos hitam yang lumayan besar. "Ukurannya cukup besar, tapi sepertinya sangat cocok untukmu. Dan untuk pakaian dalam ... aku—"

"Tidak perlu, Paman. Paman tidak perlu repot," Jiyeon memotong cepat. Turun dari duduknya, mendongak menatap Jungkook melalui manik beningnya. "Aku akan segera pergi dari sini." Lekas Jiyeon membungkuk penuh ketulusan tapi dengan ekspresi tenangnya, "Terima kasih sudah menawarkan bantuannya."

Badan kecil itu berbalik, melangkah meninggalkan Jungkook yang membatu dalam pijakannya. Menatap punggung kecil itu menjauh dari hadapan. Perlahan sebelah tangannya yang mengudara mulai turun. Semakin meremat kaos dalam genggaman. Menunduk sekilas menatap lekat tempat pijakan.

"Park Jiyeon!"

Langkah ketiga Jiyeon sontak terhenti. Gadis kecil itu memutar tubuh, mengedip dari jauh menatap Jungkook. Bertanya melalui tatapan matanya.

Menarik nafas panjang, Jungkook memejamkan mata. Mengusir berbagai pikiran buruk yang sempat hadir dalam kepalanya.

"Kau boleh tinggal disini. Aku tidak merasa keberatan sama sekali," Jungkook menyahut cepat tanpa ragu. "Kau tidak perlu merasa berhutang budi denganku," tambahnya. Diiringi senyuman tipis sebagai bentuk penguat.

Jiyeon terdiam, mengalihkan tatap matanya ke bawah sekilas.

"Kenapa Paman mau menerimaku?" tanya Jiyeon keheranan. "Kenapa?"

Mengedikkan bahu, Jungkook berujar, "Kurasa ... kita sama."

"Sama?"

"Ya," Jungkook mengangguk dinamis. "Kita sama. Kau dan aku sama. Sama-sama sendiri sebelumnya, dan sama-sama memiliki kehidupan yang buruk. Jadi, kurasa kita dipertemukan untuk disatukan karena kesamaan itu. Hanya secuil perbedaan yang ada, yaitu rasa sakit yang kita punya."

-seagulltii
01 Februari 2020

Daesyn ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang