Dejun tidak kembali ke rumah itu selama beberapa hari setelahnya.
Berterimakasih lah pada letak universitas yang berada di tengah tengah kota, dia tidak perlu bergumul dengan rasa malas saat akan berangkat kesana, mau kuliah pagi malam atau siang, dia tidak keberatan.
Dejun sudah sepenuhnya memutuskan untuk melupakan kejadian beberapa hari lalu, dimana ia bertemu dengan perempuan aneh yang secara suka rela menemaninya di rumah sakit saat ia tidak sadarkan diri selama dua hari, dia meminum obat-yang rasanya tidak begitu terasa bila dicampur pisang, Dejun menemukan hal baru yang bisa dicobanya, menutupi rasa obat dengan buah.
Lalu ia kembali bolak-balik universitas seperti biasanya, dengan kakak yang jarang pulang jadi ia menghabiskan waktunya lebih banyak sendirian di rumahnya.
"Dejun!" Seseorang menghambur mengalungkan satu tangannya mengitari bahu miliknya, Dejun mengaduh, pria ini jauh lebih tinggi darinya kenapa dia tidak pernah tahu diri? Jadi Dejun menatapnya sinis. "Berat, menjauh sana."
Pria itu hanya terkekeh. "Selamat siang juga kakek!" katanya sebelum melepaskan rangkulannya dan berjalan mengiringi langkah kaki temannya itu.
Mereka tidak banyak bicara-tepatnya, Dejun tidak banyak bicara, ia hanya sesekali melontarkan komentar pedas yang dirasa dibutuhkan orang itu, lalu kembali terdiam, menyimak, dan memberikan reaksi jujur sekenanya.
"Omong omong, jun, aku bertemu orang aneh hari ini," temannya membuka suara, menghentikan langkah kakinya dan memaksa Dejun melakukannya juga dengan menarik paksa lengannya berhenti. "Dia memaksaku untuk berhenti, dia bilang dia hanya ingin memastikan identitasku."
"Identitasmu?" Dejun pertama kalinya menyahut tidak penting dipercakapan ini. "Huang Guanheng bukan?"
"Nah itu dia! Aku juga bingung kenapa dia perlu memastikan identitasku," Guanheng memetik jarinya seolah berkata bingo ketika Dejun menyahut begitu. "Maksudku, ayolah, masa ada yang tidak mengenaliku? Huang Guanheng si pangeran kampus?"
Ah Dejun membatin, mulai menyesal ia menyahuti cerita si narsisis satu itu, dan melenggang pergi meninggalkannya di belakang. "Apa mungkin dia adalah salah satu mantan satu hari ku yang-HEI XIAO DEJUN!! TUNGGU AKU!!"
Dejun terus berjalan, mengabaikan Guanheng yang tengah mengomel dibelakangnya, sebelum akhirnya langkahnya terhenti melihat sosok perempuan familiar tengah bersandar pada pohon, dengan rokok diapit jari telunjuk dan ibu jarinya. Dejun mengernyit, terusik dengan rokok yang digenggamnya, jadi ia melangkah lebar, menghampiri perempuan itu.
"Kau tahu kan kalau kampus ini area bebas rokok?" Dejun memulia konversasi dengan lugas, dia membuka tangannya, meminta rokok itu. "Kemarikan rokok mu."
Perempuan itu menoleh. Persis reaksi yang kuharapkan. Dia tertawa, mencabut rokok yang ada dimulutnya. "Senang bertemu denganmu lagi juga Xiao Dejun, dan omong-omong ini vape, bukan rokok elektrik."
"Sama saja, berikan itu, dan berhenti bersikap sok akrab, perempuan yang-"
"Gracia," perempuan itu memutar bola matanya, mulai jengkel dengan panggilan panjang itu, dia melempar vape miliknya menjauh selagi dia berdiri tegak memperbaiki posisinya. "Aku sudah memberitahu namaku beberapa hari yang lalu."
Dejun tidak ingin kalah, dia melipat kedua tangannya didepan dada, gerakan defensif. Gracia membatin, pelan pelan tersenyum melihatnya. "Namamu tidak penting, toh? Lagipula kau sendiri yang bilang kalau aku tidak mengenalmu."
Gracia tertawa mendengar ucapannya. "Ah kau masih persis sama dengan Dejun yang aku kenal," gumamnya asal, matanya masih menyipit karena tertawa. "Aku menyukainya, sarkastis, lugas, jujur, itu kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Underwater || X.J
FanfictionDitanggal delapan januari 2019, Xiao Dejun berniat menenggelamkan diri di laut sebelum seseorang mengaku sebagai pengelana waktu datang dan menghancurkan rencananya. "Namaku Gracia dan aku datang dari masa depan untuk menyelamatkanmu."