ix || mother

504 80 10
                                    

Peringatan:
mention of sensitive content, domestic abuse, trauma, domestic sexual assault driven by alcohol

Read at your own risk

_______

Bukan suara gemericik pagi hari yang membangunkan Gracia, atau sinar mentari yang menyeruak dari jendela. Yang membangunkannya malah suara ditutupnya pintu dan keheningan canggung yang memenuhi rumah, dia terbangun dengan satu tangan yang bertaut dengan Dejun.

Sepertinya lagi-lagi dia ketiduran di kamar pria ini.

Gracia dengan pelan menarik tangannya dari genggaman pria yang sedang mendengkur pelan, dia terkekeh menatap orang yang tadi malam susah payah tertidur lelap, beberapa hari ini memang menyebalkan untuk dia. Gracia menatap dia lamat lamat sebelum jari telunjuknya mendekat pada hidung pria itu, merasakan tarikan napas dan hembusan pelan dari sana dia terkekeh, lalu beranjak dari tempatnya.

Rumah itu benar benar kosong, lain halnya dengan kemarin. Dia membuka pintu disambut dengan udara segar menguar dari jendela yang sudah dibuka, ah, Kun pasti yang membukanya sebelum berangkat kerja. "Sepertinya dia sempat membuat sarapan, ah, lapar," gumamnya seraya menyusuri dapur secara seksama memperhatikan tumpukan peralatan yang kelihatannya habis dipakai memasak.

Ah.

Orang ini menyuruh dirinya untuk membersihkan rumah selama dia tidak ada, Gracia mendengus kesal, yah bukan salahnya juga lagipula secara harfiah dia disini sedang menumpang, sebagai bodyguard tidak resmi adiknya. "Yasudahlah, lakukan saja apa salahnya," perempuan itu menggulung lengan bajunya, memutar keran air dan mulai berkutat dengan piring dan panci-panci kotor.

Setidaknya makanan yang telah dimasak itu terlihat menarik dan lezat.

Dering ponsel familiar yang memekakkan telinga membuatnya menghentikan kegiatannya untuk yang kesekian kalinya, perempuan itu memaki dengan pelan, terganggu? Tentu saja, orang macam apa yang membuat suara dering telepon lebih mirip dengan suara dering sirine yang membuat telinganya gatal? Perempuan itu mematikan keran dan berbalik, bertatap muka dengan wajah yang baru bangun tidur, dering ponsel itu berhenti.

Perlu beberapa detik sebelum Gracia memecah keheningan dengan senyum tipis seadanya. "Pagi," dia berujar, mengibas-ngibas tangan yang basah karena mencuci piring. "Kakak mu membuat sarapan, makan lah, aku akan menyusul nanti setelah tumpukan sial ini habis."

Disisi lain, Dejun tidak terlalu memperhatikan.

Matanya jatuh pada ponsel yang digenggamnya, ini ke tujuh kalinya dia mencoba meraih ku dia membatin, lamat lamat memperhatikan notifikasi lockscreen yang kemudian ia hapus karena mengganggunya. Di mata Gracia, pria itu terlihat gusar, takut, dan entah apa lagi, bingung mungkin? Ya itu bisa jadi karena pria yang dimaksud baru saja bangun tidur, dering ponsel sekeras itu pun akan mengejutkannya jika ia mendengarnya saat sedang tertidur.

Dejun mengangguk seadanya sebelum asal meletakkan ponselnya diatas meja nakas terdekat. "Aku ke toilet dulu," katanya, tanpa meminta izin pun sebenarnya Gracia tidak akan ambil pusing asal pria itu masih berada di dalam jangkauan. Dejun membalikkan badan seraya menggaruk-garuk kepalanya, pikirannya terlihat teralihkan, membuat Gracia menghentikan kegiatan mencuci piringnya dan mendekati ponsel bewarna abu-abu yang tergeletak begitu saja.

Mudah bagi Gracia untuk mengetahui password ponsel pria itu, panggil wanita itu tidak sopan tapi ia merasa harus tahu akan apa yang terlihat mengokupasi pikirannya sampai dia terlihat kusut begitu.

Perempuan itu memerikas log miss call Dejun sebelum wajahnya mengeras.

7 missed calls, Ibu.

Underwater || X.JTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang