x || mother [ii]

366 66 6
                                    

Semerbak bau rokok itu memekakkan, memenuhi paru parunya sebelum ia menghembus nafas penuh Nikotin itu lekas pada langit oranye hari itu.

Sudah lama dia tidak melihat tetes hujan jatuh, bertahun tahun setelah semua yang telah terjadi, setelah adik tercintanya pergi menghilang dengan janji kembali setelah atempsi atempsi yang gagal, beberapa minggu lalu dia dapat melihat senyum lelah nan bahagia itu terkembang diwajah yang kini makin terlihat lusuh berkerut termakan waktu.

Pemakaman hari itu sepi, hal yang bagus, sebenarnya.

Dua kawan baiknya terbenam dibawah tanah merah yang kini tertutup tumbuhan yang belum dipotong, Hendery menghela nafas, mengembalikan puntung rokok itu kembali menyumbat mulutnya lamat lamat memperhatikan tulisan yang kian mulai memudar di dua batu nisan yang terbaring samping-sampingan.

Lalu seorang wanita dengan senyum sedih menghampirinya, meletakkan bunga bewarna ungu diatas nisan yang sudah tertutup ilalang. Wanta itu berdiri disampingnya berbincang kecil tentang kehidupan yang terdengar menyedihkan nan singkat sebelum lekas pergi meninggalkan dia san senja sendirian.

Keesokan harinya, ia dengar kabar bahwa wanita itu mati ditangan pihak atas.

Menyedihkan.

"OI!!"

Kerusuhan yang biasa, kerusuhan itu menjadi alarm sehari harinya setelah dia membiasakan diri dengan kehidupan terkekang didalam ruang kaca berbahan anti peluru, dan anti bahan bahan lain yang berpotensial menghancurkan sel miliknya dan membebaskannya keluar, kedunia luar yang dulu ditapakinya.

Hendery terbangun melihat ruangan kosong, tentu saja pikirnya, hanya ia sendiri disini, apa yang ia pikirkan.

Rantai yang mengekang pergelangan tangan dan kakinya bergemerincing saat ia bangkit menelusuri kubus yang kini ia bisa panggil sebagai rumah, kurang lebih. Bukan rumah yang bisa ia sebut nyaman tapi setidaknya ia beristirahat cukup nyaman dengan mengabaikan ancaman kemungkinan hukuman mati yang sedang menodongnya.

"Aduh," ah, iya, dia lupa.

Lukanya masih belum sembuh karena kemarin.

Hendery mendumel seraya memaksakan dirinya bangkit, lalu menjatuhkan dirinya diujung ruangan, dekat pintu keluar.

Ia bingung kenapa bisa bisanya teringat hal trivial seperti itu, wanita itu, pemakaman Dejun dan Kun yang berdampingan. Senja, puntung rokok yang nikotinya memekakkan paru-parunya.

Ah, iya juga, Wanita didalam mimpinya terlihat familiar, siapa ya?

Ketukan lembut yang terdengar berikutnya menyadarkan dirinya dari lamunan yang terasa panjang walaupun ia cukup yakin dirinya baru melamun sebentar.

Namun kemudian dia terbelalak melihat kekacauan didepan matanya.

Pintu selnya terbuka, wanita yang kemarin mengurusnya menatapnya dengan pandangan serius seraya mengulurkan tangannya. "Ayo!!" Katanya, dengan alis mengerut dan tatapan mata yang tajam.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 25, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Underwater || X.JTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang