Chapter 14

5.3K 680 34
                                    

Double up 🤫🤫🤫
Sama please jangan salahkan anakku Tristan. Dia emang pas masih di dalam perut udah nyebelin. Aku aja sebagai maminya gedek. Apalagi kalian 🤣🤣🤣

***
Tangan itu sudah akan mengenai pipiku tapi dengan segera aku meraih pergelangan tangan Renata. Kutarik tangannya dan kusingkirkan tubuhku agar dia bisa lewat dari sana dan kini posisi kami berputar. Kakinya masih ada di anak tangga tapi tidak dengan bagian tubuhnya yang lain. Hanya tanganku yang memegang tangannya yang mencegah dia jatuh mengenaskan dengan berguling di antara banyaknya anak tangga yang ada.

Aku memiringkan kepala dan menatap dia yang ketakutan atas tanya yang ada di kepalanya tentang apa yang bisa aku lakukan padanya.

"Haruskah ku lepaskan?" Kulonggarkan tanganku untuk menakutinya.

Tapi dia secepatnya menggenggam tanganku. Membuat aku berdecih padanya. Begitulah manusia, saat sedang dalam bahaya, mereka tidak akan pernah peduli pada siapa bergantung.

"Jika kau lepaskan aku Tristan tidak akan tinggal diam!" Ancamnya.

"Aku tahu dan aku tidak peduli."

Kembali aku mencoba melepas dia. Tapi tetap saja dia memegang seperti lintah. Besi pembatas tangga juga terlalu jauh untuk dia jangkau jadi memang hanya aku harapan satu-satunya yang dia miliki.

"Beginikah kau membunuh kakakku? Begini caramu?"

"Aku tidak membunuh kakakmu, Renata. Dia terjun bebas sendiri." Kuberitahu dia walau dia tidak akan percaya dengan apa yang aku katakan.

"Bohong. Kau di sana? Jika memang benar bukan kau pelakunya kenapa tidak kau cegah dia melakukannya."

Aku mengangkat bahuku. "Kenapa aku harus mencegahnya. Aku mendukung ia melakukannya. Setidaknya itu pilihan yang dia miliki.  Dan jika kau juga memilih hal yang sama seperti kakakmu, akan dengan senang hati aku turuti. Mintalah."

"Kau tidak waras, April. Semudah itu kau mempertaruhkan hidup orang lain."

"Aku sudah terlalu lama memakai kewarasanku ini jadi sudah saatnya aku menjadi gila, Renata. Bukankah begitu?" Aku melepaskan jariku satu persatu pada pegangan Renata. Gadis itu melotot tidak percaya dengan apa yang aku lakukan. Dia bergumam tapi tiada kata yang keluar dari mulutnya. Sepertinya ketakutannya pada kematian membuat dia tidak bisa bahkan hanya memperdengarkan satu katapun.

"Lepaskan dia!"

Suara teriakan menggema. Bahkan suara itu mengejutkan seisi rumah yang membuat aku merasa tidak perlu sekali melantunkan volume suara sekencang itu.

"Lepaskan dia, April!" Nada Tristan memperingatkan.

Aku menatap Tristan yang tepat berada satu meter di sisi kananku. "Kau yakin ingin aku melepaskan dia?" Kutanya dia.

Tristan menatap aku dengan mata memicing dan juga wajah dingin yang bahkan membekukan rumah ini. Oh dingin sekali.

"Baiklah, jika itu maumu." Aku tersenyum dengan lebar.

Melepaskan seluruh tanganku pada pegangan Renata. Gadis itu meluncur terjatuh seperti bola tapi hanya empat anak tangga karena Brady sudah menghadangnya. Mencegah gadis itu menghabisi anak tangga dengan tubuhnya. Ah Brady mengacaukan segalanya.

"Apa yang kau lakukan, Stefani?" Brady bertanya dengan tidak mengerti. Membantu Renata berdiri dengan dahi gadis itu yang terlihat berdarah.

"Tanya dia." Aku menunjuk Tristan yang masih diam menatapku. "Dia meminta aku melepaskan jadi kulepaskan. Jadi jangan salahkan aku." Tenang kujawab Brady walau dia tampak tidak setuju dengan apa yang aku lakukan. Harusnya Brad tidak menyalahkan aku.

Cinta Keparat - TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang