Saat ini Andini, Nabila, dan Nadia sedang duduk dikantin.
"Ucapan si Gadis tadi ancaman atau peringatan sih sebenernya?" tanya Nadia, sembari mengaduk es teh manis nya.
"Gue rasa dia meringatin kita deh buat hati-hati sama permainan yang sebenernya. Tapi, gue bingung maksud nya apa?" jawab Nabila.
"Udahlah gak usah dipikirin, lagian bisa aja kali itu cuma omongan doang. Santai aja." Timpal Andini sembari meneguk minuman cappuccino milik nya.
"Santai banget sih lu, kalo udah mati tau rasa lo!" ucapan Nadia hanya dibalas putaran mata saja oleh Andini.
"Kalo si Gadis bisa hidup lagi, kenapa kita enggak bisa?" pertanyaan yang membuat Nadia ingin melempar nya--Andini--ke jurang.
"Mungkin aja kan si Gadis punya kekuatan yang gak kita milikin? Makanya dia hidup lagi. Lah, kita punya kekuatan apa?" ucap Nadia.
"Kita emang gak punya kekuatan, tapi kita punya jiwa yang santuy." Oh, Nadia mohon sekaliii saja, izinkan dia untuk melemparkan Andini ke jurang. Sekaliii aja.
"Kita? Elo kali!" seru Nabila.
Andini tertawa.
"Udah yuk ke kelas. Udah bel." Setelah mengucapkan itu Andini langsung berdiri, dan meninggalkan Nabila dan Nadia--yang saat ini sedang bertatapan, lalu disusul oleh gelengan kepala.
👻👻👻
Bel pulang berbunyi.
Membuat semua murid bersorak riang. Banyak siswa dan siswi yang terburu-buru. Padahal, bel pulang baru saja selesai.
Gadis hanya menggelengkan kepala pelan, dan memasukkan barangnya kedalam tas--kecuali buku novel yang akan dibaca olehnya--, dengan kecepatan... Pelan.
Mengapa? Karena Gadis akan pulang setelah semua orang pulang. Dan itu adalah kebiasaannya.
Saat semua teman-teman sekelasnya keluar, ia langsung membaca buku novelnya. Ia tidak langsung pulang, karena ia yakin masih ada siswa atau pun siswi yang berada diwilayah sekolah.
Ia biasa pulang pukul 17.13. Karena pada pukul 17.15 satpam menutup gerbangnya.
Tanpa diketahui oleh Gadis, ada seseorang yang duduk disebelahnya.
👻👻👻
"Lih, temenin gue yuk." Ajak Vino.
"Kemana?" sahut Galih.
"Gak usah banyak tanya. Entar pulang gue traktir, gimana mau?"
"Ahk, yang tadi juga belom dibayar." Jawab Galih, sembari memutar bola matanya.
"Nanti gue bayar, makanya lo harus temenin gue dulu." Elak Vino.
"Iya, iya." Jawaban Galih, mampu membuat Vino tersenyum.
"Kita ngapain disini?" tanya Galih, saat langkah mereka berhenti didepan pintu kelas Gadis.
"O-oh, gue tau. Lo nyuruh nemenin gue buat nungguin si Gadis, kan? Ngaku lo!" tebak Galih. Dan benar.
"Serah lo. Kalo lo mau duit lo gue ganti, temenin gue dulu." Vino mengelak.
Jujur aje kali Vin, boong dosa. (Author)
Udah diem, gak usah banyak ceramah. Benerin dulu nih cerita, masih acak-acakan banget juga. (Vino)
Iya, iya. Author tau kok, ini cerita acak-acakan. Tapi, kata-katanya itu lo(. (Author)
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Tau Ini Bukan Mimpi
Teen FictionBalas dendam. Itulah yang dimimpikan oleh seseorang. Dimimpi itu, dia sering dibully oleh ketiga temannya. Didalam mimpi itu juga, dirinya hampir tiada karena ulah mereka bertiga. Namun, ada keajaiban yang membuat dirinya masih bisa bernafas. Say...