08

53.1K 1K 241
                                    

Brukk

Lemparan bantal tepat mengenai wajah tampan pria itu. Pelaku pelemparan tentu saja, siapa lagi jika bukan Viona. Ia kesal karna pertanyaannya diabaikan.

"Aduh. Sakit Vio. Dasar wanita kasar," Pria itu cemberut sebal karna Viona selalu saja seperti itu padanya, kasar dan menyebalkan.

"Dimana ini? Jawab, jika kau tak ingin ku tendang bagian sana Tian," Ucap Viona sambil melirik selangkangan pria itu untuk memberi peringatan.

"Shit, tidak bisakah kau anggun sedikit, kau bukan pemimpin yakuza saat dijepang, kan?"

Viona menatapnya tajam. Pria itu hanya mengangkat tangan tanda menyerah, "Tunggu bibi yang menjelaskan, aku hanya mengikuti perintahnya," jelas Septian pada Viona.

"Ibu? Kenapa?"

"Kita dikota. Dan meninggalkan desa adalah pilihan terbaik nak," Kata wanita paruh baya yang sejak tadi mendengar pembicaraan mereka diambang pintu kamar.

"Bu, Vio tidak paham. Sebenarnya apa yang terjadi?" tukas Viona mengamati  ibunya yang menghampirinya.

Ratih membelai rambut Viona sayang lalu mendekapnya erat. Tanpa sadar air matanya jatuh membasahi pipi berkerutnya.

"Ibu akan selalu melindungimu. Ibu janji," kata Ratih lembut. Masih mendekap Viona erat seakan takut Viona akan menghilang jika ia melonggarkan sedikit saja dekapan itu. Viona mengerutkan kening benar-benar tak mengerti keadaan ini.

"Vio, baik-baik saja. Sekarang yang Vio tidak mengerti mengapa kita disini? Terus bapak mana? Mengapa kita harus meninggalkan desa?" Tanya Viona panik. Keadaan ini membuatnya tak mengerti apapun.

Ratih menenangkan Viona walaupun ia juga sebenarnya tak tau apa yang akan terjadi pada suaminya dan orang-orang desa. Tapi, ia hanya seorang ibu yang ingin melindungi anak satu-satunya. Tak bisakah ia egois.

Melihat ibunya yang sejak tadi menangis membuat Viona sedikit paham bahwa keadaan saat ini cukup serius. Dilihat dari situasi ini. Mereka yang meninggalkan desa dimalam hari dengan buru-buru, lalu ayahnya entah kemana, sekarang ia berada dikota tepatnya diapartemen sepupunya Septian.

Cukup, ia benar-benar butuh penjelasan. Melirik Tian yang sejak tadi berdiri dalam diam tanpa mengatakan apa-apa. Ia tau Septian tak akan berbicara, jadi satu-satunya yang ia harapkan adalah ibunya.

"Ibu akan menjelaskan semuanya," lirih Ratih.

Setelahnya Ratih menjelaskan semuanya. Ia menceritakan segalanya tentang sejarah desa mereka. Siapa yang berkuasa disana, apa saja perjanjian mereka sampai penumbalan Viona. Awalnya Viona kaget karna ia tak tau jika pertemuannya dengan iblis tampannya bukan karna pertemuan acak. Tapi semuanya memang sudah direncanakan oleh Akvan.

"Awas saja jika aku bertemu dengannya," gumam kecil Viona.

"Jangan takut nak. Ibu pasti akan melindungimu," setelah lama bercerita Ratih meninggalkan kamar, menyisahkan dua manusia disana. "Kau tau itu?" Tanya Viona melirik Septian.

Pria itu tak menjawab hanya berjongkok mengambil bantal yang tadi dilempar Viona kearah wajahnya. Ia berjalan mendekati ranjang lalu meletakkan bantal itu tepan disamping Viona. "Yah, aku juga tau baru beberapa hari lalu saat tak sengaja mencuri dengar pembicaraan bapakku dan tetua desa," Jelasnya.

Viona mengangguk mengerti, "Berarti saat kau ketahuan oleh orang desa atau dia, kau akan dihukum, kan?" lalu melanjutkan ucapannya cepat. "Kau akan dikuliti lalu menjadi daging cincang," Viona mencoba menakuti Septian yang ia tau sejak kecil memiliki sifat penakut.

"Vio, kau sangat menyebalkan!!" Jerit Septian kesal. Mencoba menjangkau Viona lalu menggelitikinya tanpa ampun. Viona tertawa lepas begitupun dengan Septian. Kamar yang tadinya bersuasana mencekam sekarang terasa lebih ramai dengan derai tawa mereka.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 23, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Lord DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang