07 Hilang

44.6K 713 25
                                    

Malam mulai menyapa, saat Viona menggeliat terbangun untuk kedua kalinya. Ia masih berada diranjangnya dengan selimut yang letaknya sudah tidak menutupi tubuh telanjang itu dengan benar. Viona melirik kesamping disisi kanan ranjangnya, tempat pria yang sudah membuatnya lelah karna bercinta sampai lemas.

"Seperti biasa setelah melepaskan hasratnya ia pasti akan menghilang," Gumam Viona kesal. Ia mengutuk keadaannya, selangkangan perih, pinggang pegal dan jangan lupakan kulitnya yang memiliki bercak merah keunguan dimana-mana. Akvan benar-benar sangat bersemangat menyetubuhinya.

Viona mencoba bangkit dari tidur, melihat ranjangnya yang begitu berantakan, dengan banyak cairan cinta yang mulai agak mengering di spreinya.

"Aku harus mencuci ini sebelum ibu melihatnya," ucap Viona lalu melangkah dengan perlahan menuju arah kamar mandi yang ada dikamarnya.

*******
"Semuanya sudah siap?" Tanya pak Jojo pada semua orang yang ada disana.

Mereka mengumpulkan semua tetua yang ada di desa ini untuk memulai ritual penyerahan tumbal. Ahmad terdiam disamping Jojo tanpa mengatakan apa-apa.

"Sudah. Sekarang kita hanya perlu memanggil nak Viona untuk duduk ditandu itu sebelum terlambat," Seraya menunjuk tandu indah yang tersimpan diponjok tempat pertemuan.

Jojo menghela nafas kasihan pada Ahmad yang terdiam sejak tadi. Menepuk bahu Ahmad untuk mengingatkan bahwa semuanya siap.

Ahmad tersenyum sedih lalu berkata, "Ayo kerumah, dia disana," Berjalan mendahului semua orang menuju rumahnya untuk menjemput anak gadisnya.

"Maafkan bapak nak. Maaf bapak tak bisa melakukan apapun untuk membantumu," Batin Ahmad sedih.

*******
Bruk..

Tubuh Viona terjatuh pingsan setelah menghirup aroma menyengat seperti obat bius. Lalu sedikit demi sedikit kehilangan kesadaraan saat sayup-sayup mendengar langkah yang mendekat kearahnya.

"Siapa itu?"

"Angkat dia. Kita harus bergerak cepat sebelum semua terlambat," Kata pelaku utama.

*******
Akvan tersenyum menampilkan gigi-giginya yang runcing, ia sedang dalam suasana hati yang baik sangat baik malah. Akvan sedang memainkan gelas ditangannya yang berisi cairan merah berbau amis itu saat suara ribut dari luar ruangan mengganggu ketenangannya.

"Tu.. Tuan ku, Orang-orang desa sudah datang. Mereka..," Akvan meliriknya namun tak marah dengan bawahannya yang menurut Akvan sangat lambat menyampaikan informasi. Sudahlah, ini hari baiknya ia tak ingin menyambut istrinya dengan darah di istana mereka.

Bawahan yang dilirik Akvan tadi menunduk ketakutan saat melihat mata merah pekat tuannya. Ia tidak melanjutkan perkataannya karna ketakutan. Akvan menelan habis cairan merah didalam gelas lalu bangkit dari kursi untuk menjemput istri tercintanya diaula.

"Ahh~ sayang, malam ini aku tidak akan menahan diri lagi untuk bercinta denganmu," Akvan terkekeh dengan beberapa pikiran mesum yang lewat diotaknya. Demi apapun, ia sudah memikirkan gaya, tempat dan suasana saat memulai ritual sah penyatuannya dengan Viona.

Pasti akan sangat menyenangkan. Namun, hanya satu yang perlu Akvan khawatirkan yaitu wujud aslinya, ia tak akan membiarkan Viona melihat wujudnya apapun yang terjadi. Akvan tak ingin Viona ketakutan, setampan apapun wujud manusianya itu bukan wujud aslinya.

Akvan kadang tidak dapat mengontrol kekuatannya disaat-saat tertentu terlebih lagi jika itu berhubungan dengan kekasih hatinya. Selama keberadaannya didunia, ini adalah kali pertamanya ia sangat ketakutan pada manusia yang selalu hanya dianggap makanan atau pelayan rendahan.

"Jika bukan demi dia, aku mungkin tak akan kerepotan seperti ini," Gumamnya pelan.

Akvan melanjutkan langkahnya lebih cepat ke tempat persembahan.

Clek.
Tangan kekar itu mendorong pintu tinggi didepannya. Orang-orang yang ada didalam ruangan langsung berlutut menyambut penguasa mereka. Menuju kursi tahta tanpa melirik apapun kecuali tandu indah yang ada tepat didepan kursinya.

"Selamat datang, Tuan!" Seru mereka secara bersamaan. Akvan menduduki kursi itu dengan nyaman tanpa membalas sapaan dari manusia didepannya.

"Kalian membawahnya, kan?" menopang dagu menatap datar pada satu persatu tetua desa, yang ditatap semakin menundukkan kepala dengan tubuh gemetar. Keringat dingin menghiasi kening mereka, aura jahat sang raja sangat mengintimidasi mereka. Jangankan menjawab pertanyaan Sang raja, bernafas saja mereka seakan takut terlalu keras.

"Melihat kalian yang seperti ini benar-benar membuatku haus, haruskah kita mulai membicarakan siapa yang pertama menjadi...," sebelum menyelesaikan ucapannya, Jojo memberanikan diri memotong ucapan itu.

"Tu.. Tuanku kau penguasa kami. Kami akan melakukan apapun untukmu, namun.." Jojo menjeda ucapannya takut saat Akvan mulai mengalihkan semua fokus kearahnya.

"Apa? Lanjutkan," Akvan benar-benar sudah tidak sabar lagi.

"Kami tidak menemukan Viona dimanapun," bukan Jojo yang melanjutkan kalimatnya tapi Ahmad. Dengan takut-takut ia mendongkak menatap mata tajam tuannya. Menelan ludah gugup saat melihat mata Akvan semakin memerah.

"Jangan mencoba bermain denganku. Kalian tau benar apa yang akan terjadi jika kalian mencoba menantang kata-kataku," Bulu ditubuh Akvan semakin lebat membungkus tubuhnya. Taringnya semakin panjang dengan lidah menjulur, cakar hitam itu memanjang menghiasi jari-jari panjang Akvan. Tanduknya semakin panjang dan besar menghiasi kepala sang raja.

Serempak semua mahluk didalam aula menyatukan kening mereka dilantai, mereka memohon pengampunan Akvan.

Grommm..
Geraman marah Akvan seakan dapat membuat mahluk hidup mati takut seketika. Akvan dengan wujud iblis sempurnanya menatap nyalang pada manusia rendahan yang sangat tak becus menjalankan perintah.

Mereka harus mati. Itu adalah hukuman yang pantas mereka dapatkan. Ia tak akan memaafkan kesalahan kecil apapun, apa lagi kesalahan besar. Saat Akvan mengangkatkan tangan untuk mencengkram leher Ahmad kuat sampai-sampai itu akan meremukkan tulang lehernya. Ahmad hanya bisa pasrah, bukannya tak mencoba memberontak namun tubuhnya kaku karna racun dikuku Akvan yang menancap didaging lehernya.

Akvan benar-benar kehilangan kendali saat benar-benar akan memutuskan leher Ahmad, sebelum suara menyebalkan keponakannya terdengar.

"Viona akan marah loh saat tau paman membunuh ayahnya, lalu akan membalas dendam dan tidak akan menyukai paman lagi," Katanya santai bersadar dibingkai jendela besar aula.

Cengkraman tangan Akvan tiba-tiba melonggar memikirkan perkataan keponakannya. Itu benar, bagaiman jika Viona menolak dan tak akan mau bersamanya lagi. Pasti akan menjadi siksaan berat bagi Akvan.

Ia mulai mencoba menenangkan pikirannya, yang harus ia lakukan adalah mencari Viona secepatnya.

Melirik datar pada Ahmad yang berbatuk dikakinya, ia berkata dengan berat, "Jika aku tau kalian semua terlibat, aku tak akan lagi membutuhkan kalian," Katanya dengan seringai kejam. Arti ucapannya adalah membunuh mereka tanpa menyisahkan apapun.

Menghilang seperti asap setelah mengucapkan kalimat ancaman itu membuat orang-orang disana bergedik takut. Jangankan menyentuh mereka, bahkan jika hanya aura iblis Akvan yang bekerja itu akan sangat menakutkan. Bayangkan saja aura iblis Akvan dapat membusukkan daging mahluk hidup, syukur karena hari ini hanya kulit mereka yang melepuh seperti habis terbakar.

"Dimana kau nak?" gumam Ahmad khawatir.

*****
"Dimana aku?" Viona memegang kepalanya yang pening. Meneliti sekitar ruangan yang sangat asing menurutnya. Ini bukan kamarnya.

Clek.
Pintu kamar terbuka dan Viona menatap seseorang yang menurutnya adalah pelaku penculikan dirinya.
"Kau sudah bangun, Vio? Ini minumlah," Jawab pria itu ramah.

"Aku tak butuh itu. Aku ingin penjelasan," ucap Viona menatap tajam pada pria didepannya. Menaruh gelas yang ditolak gadis itu lalu mengelus pipi Viona sayang.

"Kau di rumahku sayang," Katanya dengan suara berat.

*****
Tbc

My Lord DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang