3. Lamaran

47.7K 2.9K 22
                                    

Hari ini di rumahku sedang berlangsung kesibukan kecil karena malam nanti akan ada acara lamaranku.

Ya aku telah memutuskan untuk meneruskan taarufku dengan Mas Rizki, setelah dia bertemu sendiri dengan papa, malam ini dia dan keluarganya kesini untuk melamarku secara resmi. Di rumah tidak banyak yang datang hanya keluarga kecil saja, ada Mbak Dira, Tante Meli dan Om Agus yang merupakan orangtua Icha, Om Agus adalah adik mama.

"Duh akhirnya adiku nikah juga."

"Belum kali Mbak, baru juga mau lamaran." tuturku santai sambil mengunyah pie buah kesukaanku.

"Syif sana cuci tangan bersihkan juga mulutnya, masa mau lamaran malah ngunyah terus!" tegur mama.

"Tanggung Ma, satu lagi."

Setelah menghabiskan pie ku, aku segera menuruti perintah mama karena ternyata keluarga Mas Rizki sudah datang. Aku dan mama segera bergabung dengan papa dan Mas Aditya-kakak iparku. Papa menyambut keluarga Mas Rizki dengan ramah dan penuh tawadhu'. Seperti ini ya rasanya mau lamaran? Deg-degan, mules, kebelet pipis apalagi kalau tidak sengaja bertemu tatap sama calonnya, rasanya seperti mentega dia atas teflon, meleleh.

Setelah didahului dengan ramah tamah, selanjutnya abinya Mas Rizki menyampaikan maksud dan tujuannya bertamu. Lalu papa juga sudah menyampaikan jawabanku. Acara berlangsung hikmat dan lancar membuahkan keputusan bahwa aku dan Mas Rizki akan menikah bulan depan. Terlalu cepat memang, keluarga Mas Rizki yang memintanya, tapi tidak apa-apa juga daripada semakin lama malah semakin menimbun dosa.

"Terimakasih ya Syif, kamu sudah melegakan hati Mama." ucap mama sambil memelukku ketika acara telah usai.

Percayalah hal kecil itu justru membuat aku sangat terharu, bagaimana tidak? Mama yang lebih sering bertingkah ajaib malam ini bisa manis begini.

"Ya walaupun mungkin Rizki terpaksa kali ya milih kamu." tambah Mama sambil tertawa.

Subhanallah, baru diterbangin langsung dihempasin begitu saja. Mama siapa sih ini?

"Mama tega sih sama anak sendiri!" protesku.

"Hehe bercanda Sayang, kamu dan Dira itu berlian Mama, selamanya akan jadi harta paling berharga buat Mama sama papa."

Dan saat ini air mataku sudah menetes, walaupun aku di kenal cuek tapi kalau sudah menyangkut orangtua itu aku bisa cengeng banget.

"Mama habis ngiris bawang ya?"

"Ha? Enggak tuh!" jawab mama sambil mengurai pelukannya.

"Hehe berarti aku kelilipan."

"Halah kamu gengsian sama Mama sendiri, bilang saja terharu sama Mama!"

"Narsis." Sahutku cepat diikuti gerakan memeluk mama lagi. Setelah adegan dramaku dan mama selesai, aku bergegas membantu Mbak Dira untuk membereskan piring-piring kotor dan jangan ditanya lagi saat ini aku sudah jadi bahan ledekan Mbak Dira dan Tante Meli.

***

Satu minggu telah berlalu, aku masih lumayan sibuk untuk menyiapkan acara pernikahanku. Aku belum memberitahu teman-teman kerja tentang rencanaku kecuali sahabat dekatku, biarlah nanti saja sekalian kasih undangan.

"Eh dengar belum dr. Hana mau resign lho!" tanya Mas Guntur di sela-sela operan kita.

"Lha memang kan? Beliaunya bilang kalau mau fokus sama anak dulu." sahut Mbak Sarah.

"Terus kepala pelayanan medisnya ganti Mas?"

"Jelas lah Syif masa iya gue yang gantiin."

"Beeuhh, kalau gantinya Mas Guntur aku jadi orang terdepan yang akan melengserkanmu!" jawabku sambil tertawa dan diikuti yang lain.

3. Gus Dokterku (Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang