4. Hari Pertama KKN-PLP

1.3K 161 16
                                    

Aku terbangun ketika merasakan sebelah tanganku yang melingkari perut bang Hadi diangkat. Namun, mataku tetap terpejam, seolah masih tertidur pulas. Walau sebenarnya aku sudah sepenuhnya sadar.

Semalam bang Hadi tidur dengan posisi badan yang menghadap ke kiri. Dia membelakangiku sehingga aku hanya bisa melihat punggungnya yang lebar itu. Aku menunggu sampai bang Hadi benar-benar tidur supaya bisa memeluknya. Aku peluk dari belakang sambil menempelkan keningku di punggungnya.

Aroma alami dari tubuh bang Hadi selalu berhasil membuatku tertidur nyenyak. Makanya aku suka menempeli dia setiap tidur. Kadang saat bang Hadi tidur terlentang, aku akan naik ke badannya dan berbaring di sana. Kepalaku akan menempel di dadanya untuk mendengar denyut jantungnya. Namun, tidak bisa lama-lama karena bang Hadi bisa bangun dan bilang "Sesak, dek.".

Oh, iya ucapan maafku semalam tak ada yang direspon abang. Saat aku menyusul ke kamar, dia sudah berbaring miring. Aku pun tak mengajaknya bicara lagi, takut mengganggu tidurnya.

Mataku menyipit, mengintip gerak-gerik bang Hadi yang sudah keluar dari kamar mandi. Aroma tubuhnya yang wangi menguar, memancingku untuk membuka mata lebar agar melihat jelas pemandangan yang segar itu.

Tak perlu aku jelaskan secara rinci semua yang aku lihat. Takut kalian iri karena masih hidup sendiri? Hehe bersyandaaaa. Kalian juga akan tahu rasanya setelah menikah nanti.

Namun, aku mungkin bisa berbagi sedikit apa yang aku intip. Seperti bang Hadi yang mengosok tubuhnya dengan handuk. Setelah kering dia mengenakan singlet dan baju kokonya, serta sarung. Rambutnya yang tebal dan hitam pekat itu, bang Hadi sisir rapi di depan cermin. Dia mematut sejenak penampilannya di cermin dan berbalik mengambil kopiah yang digantung di sebelah ranjang.

Tepat saat bang Hadi berbalik, aku otomatis menutup mata rapat-rapat. Langkah kakinya yang mendekat bisa aku dengar. Tanpa aku membuka mata, aku tebak dia sudah meraih kopiah itu. Aku menunggu bang Hadi melangkah menjauh. Namun, bukannya mendengar langkah kakinya justru aku merasakan tubuhku ditutup selimut hingga dada.

Ritme jantungku seketika berpacu. Seolah ketahuan melakukan hal yang salah. Aku berusaha tetap terlihat tenang dalam tidurku yang pura-pura ini.

Telingaku akhirnya menangkap suara pintu kamar yang ditutup.

Bang Hadi memang lebih sering salat subuh jemaah di masjid. Dia dari pagi sampai sore di sekolah, kadang malah magrib baru tiba di rumah. Jarang sekadar menyapa tetangga. Nah, kesempatan salat jemaah di masjid itu yang menurut bang Hadi bisa digunakan untuk berteguran dengan tetangga.

Aku menurunkan kaki dari ranjang, menyentuh lantai yang dingin. Bang Hadi tidak pernah membangunkanku ketika dia pergi salat. Biasanya aku dibangunkan saat dia pulang dari masjid dan mendapatiku masih tidur.

Hari ini adalah hari senin, hari pertama aku KKN-PLP di sekolah yang sama dengan bang Hadi. Aku mengembuskan napas lesuh, tanpa semangat. Jujur saja, aku masih jengkel dengan anggota kelompok KKN-ku. Ditambah masalahku dengan bang Hadi. Kami belum berbaikan.

Segera membersihkan diri dan berpakaian. Kemudian, menuju dapur menyiapkan sarapan. Aku menggoreng tahu dan ayam yang sudah diungkep. Tak lupa, mengupas timun dan mengirisnya.

Saat semua telah dihidangkan, bang Hadi datang tanpa perlu aku panggil. Dia duduk dihadapanku yang menyendokkan nasi ke piringnya. Aku mengambil paha ayam untuk bang Hadi, sedangkan aku bagian sayap. Setelah itu kami makan dengan tenang, tanpa saling bicara.

***

Di mobil pun bibir kami seolah dilem, tak ada yang bersuara. Hening.

"Abang duluan aja, aku mau nunggu temanku di parkiran." Akhirnya aku yang membuka mulut duluan, tak enak langsung kabur keluar mobil begitu saja.

Bumbu CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang