I Love You to The Moon and Back

3.6K 71 0
                                    

"LEPASIN" titahnya dengan emosi memuncak. Gadis berambut sebahu itu meneriaki lelaki yang sedang mencekal tangannya ini.

"Kenapa?" Lelaki itu menundukkan kepalanya. Mata cokelatnya nampak menampilkan gurat kesedihan.

"A-aku ingin berhenti"

"Please Za, kita beda" lanjut gadis itu.

"Beda kenapa? Kita sama-sama makhluk Tuhan" jelas lelaki tersebut.

"Kita beda dunia. Kita tidak ditakdirkan bersatu"

"Gimana kalau Tuhan mengubah takdir kita?"

Gadis berusia 20 tahun itu tersenyum miring, "Impossible"

"Jadi please, jauhin aku sebelum rasanya makin dalam. Aku nggak mau nangis gulung-gulung karena gabisa nikah"

"Oke" Lelaki itu perlahan melepaskan tangannya dan pergi menjauh.

Amerta kembali memikirkan pertemuan terakhirnya dengan Faza, sang makhluk transparan. Hingga saat ini, Faza tidak juga menampilkan batang hidungnya.

Amerta dan Faza, dua makhluk Tuhan yang saling jatuh cinta namun dalam dunia yang berbeda. Apapun alasannya tentu saja Tuhan takkan mengijinkan mereka bersatu.

Amerta memang memiliki kemampuan melihat yang berbeda dengan manusia lain. Namun, ia tidak pernah menyangka nantinya akan jatuh cinta dengan makhluk yang sangat ia takuti ketika kecil itu.

"Faza kangen"

Biasanya, Faza akan langsung muncul ketika Amerta mengucapkan dua kalimat tersebut. Namun sekarang keadaan sudah berbeda. Sampai mulutnya berbusapun, Faza takkan muncul karena dirinyalah yang menyuruh Faza menjauh.

"Huhuhu srot" Hidung Amerta memerah, entah sudah berapa kali ia mengusapnya dengan tissue. Dan kini, kos-kosannya bak lautan tissue bekas.

Tok tok tok

Seseorang tampak mengetuk kamar kosnya. Membuat Amerta mendengus kasar.

"Ada ap-" Amerta tak melanjutkam perkataannya ketika ia tahu ibu kosnya berdiri gagah sembari menyodorkan tangan kanannya meminta sesuatu.

"Uang kos bulan ini" Amerta mengumpat dalam hati. Padahal ini baru awal bulan dan orang ini sudah seenaknya meminta uang sewa. Kepalanya semakin nyeri memikirkan wanita ini.

"Bu, ini baru awal bulan"

"Mau pindah? Toh banyak yang mau kos di sini"

Amerta menghela napas. Sampai kapanpun tidak ada ceritanya penghuni kos menang melawan pemilik kos.

"Baik, secepatnya bu" ucap Amerta dengan sisa tenaganya.

"Oke kalau minggu depan ga ada aw-"

Gubrak

Ibu kos tercengang ketika Amerta tiba-tiba jatuh pingsan. Ia kemudian berteriak meminta tolong.

"TOLONG!! TOLONG!!"

Suaranya yang bak memakai toa terbukti ampuh hingga membuat para penghuni kos berdatangan. Salah seorang penghuninya kemudian segera membawa Amerta ke rumah sakit. Tak heran Amerta mengalaminya, pasalnya sejak putus ia semakin jarang menyentuh sesendok nasi.

Memang putus cinta bisa mengubah seseorang. Amerta yang sebelumnya adalah sosok yang ceria berubah menjadi sosok yang gemar menangis. Dia yang dulunya ekstrovert berubah menjadi introvert untuk sementara waktu.

"Aww" lenguh Amerta sesaat setelah membuka matanya. Ia merasakan nyeri menjalar di kepala.

"Amerta! Tau ga sih saya jantungan"

Amerta memutarkan bola mata. Baru juga sadar, ia harus dihadapkan dengan sosok garang ibu kosnya.

"Maaf bu"

"Pokoknya kamu harus ganti biaya administrasi" titahnya tak bisa dibantah.

Amerta tak menjawab, ia malah beranjak dari tidurnya dan keluar untuk mencari angin segar. Ia jengah dengan kelakuan ibu kosnya yang apa apa duit, apa apa duit. Ya benar juga sih, kan semuanya butuh duit tapi apa wanita itu tidak tahu sikon? Orang sakit malah dibikin tambah sakit.

Di langkahkan kakinya menuju taman dan mendudukkan diri di salah satu bangkunya. Menikmati angin malam yang katanya bisa mengganggu kesehatan seraya menikmati lagu andalan milik Westlife dengan tangan mendorong infus.

"Halo kakak" seorang gadis kecil tiba-tiba menghampirinya. Amerta kemudian mencopot salah satu earphonenya.

Amerta tersenyum ramah, "Halo"

"Kakak cakit?" tanyanya. Amerta tersenyum mengangguk.

"Adek sakit juga?"

"Nggak kak, kakak Gendis yang cakit" jawab bocah bernama Gendis itu.

"Oh gitu, kamu ke sini sendirian?"

"Sama kakak Gendis ituu yang lagi cakit" Kata Gendis selagi menunjuk seseorang berkursi roda yang tampak membelakangi mereka.

Amerta mengangguk, "Adek mau dengerin lagu ga?"

"Mau kak"

Ia menggotong Gendis ke pangkuannya dengan hati-hati supaya tidak mengenai selang infusnya. Dipasangkannya salah satu earphone di kuping kanan bocah gembul itu.

"Enak cucunya mama mama..enak cucunya mama mama" Eh? Amerta tertegun bukannya yang ia setel lagu Westlife?

Amerta tertawa renyah, bocah ini benar-benar membangkitkan moodnya. "Hahaha dek bukan itu lagunya"

"Biarin, gendis cuka" celotehnya tidak peduli.

"Gendis...gendis" tampak seseorang berkursi roda tadi memanggil-manggil Gendis.

"Gendis, kamu dipanggil tuh"

"Hmm biar kakak yang ke cini"

"Kakak anter ya" Amerta beranjak dengan menggendong Gendis dan melangkahkan kakinya menuju seseorang itu.

"Mas.." panggil Amerta. Lelaki itu berbalik dan..

Deg

Betapa terkejutnya Amerta ketika tahu siapa yang dimaksud kakak oleh Gendis. Jantungnya seakan ingin meledak sekarang juga.

"Fa-faza!" Pekik Amerta tertahan.

Sejak kapan lelaki itu jadi manusia? Apa Tuhan benar-benar mengubah takdir mereka?

Faza terlihat bingung, "Maaf, siapa ya?"

Tentu saja lelaki itu akan bereaksi seperti ini, bagaimana bisa gadis ini mengerti namanya sedang bertemu saja mereka tidak pernah.

Amerta tak menjawab. Ia tertegun mencari penyebab semua ini. Tuhan tidak mungkin begitu saja membangkitkan orang mati bukan? Kecuali....

Koma!

Benar, Amerta baru sadar ternyata roh yang ia temui adalah milik seseorang yang sedang koma. Faza tidak mati! Ia hanya koma.

Oh, kini ia merasa air matanya meleleh tiba-tiba. Tuhan memang penuh kejutan. Bagaimana caranya Amerta mengucap syukur pada-Nya?

Cup

Amerta mengecup pipi Faza saking senangnya sedang Faza membelalakkan matanya ketika Amerta dengan beraninya mencium dirinya yang jelas saja baru pertama kali bertemu.

"Apa-apaan si!" sengut Faza. Gadis ini benar-benar. Ia bisa saja melaporkan Amerta dengan tuduhan pelecehan seksual.

"Aku calon istrimu" jawab Amerta dengan senyum semanis madu.

Kedua bola mata Faza lagi-lagi melotot mendengar klaim sepihak Amerta. Tidak menyangka ada gadis jenis ini di bumi.

"Gila" Faza mengggeleng-gelengkan kepala sebelum kemudian berlalu dengan Gendis di sampingnya.

Sedang Amerta yang masih terpaku di tempat tersenyum penuh arti.

"Wait for me, Za. I love you to the moon and back"

-END-

CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang