Skuyyy...
Happy reading¡***
"Huft ... gue capek, gue capek." Leta membuat gerakan mengipas dengan tangan nya di depan wajah nya. Terasa ada yang duduk di sebelahnya, Leta menolehkan kepalanya.
"Gara-gara lo nih," ujar Leta dengan napas yang masih belum beraturan.
"Lo yang nerima tantangan gue. Jadi, ini bukan sebesarnya keselahan gue dong," elak Gandhi tak mau di salahkan. Gandhi meletakkan satu buah botol air mineral di hadapan Leta.
Tanpa basa-basi Leta dengan sigap meraih botol itu dan meneguk nya dengan rakus. Gandhi yang melihat itu geleng-geleng kepala. "Woi, selo mbak minum nya," ucap Gandhi memperingatkan.
Leta menghela napas lega, setelah meneguk setengah botol air mineral itu. "Ahh, haus gue. Capek, kaki gue kek mau patah," ujar Leta lebay, dengan gerakan tangan seperti mememotong kaki nya.
Gandhi mendelik kesal kearah gadis disamping nya itu. "Dih, tolong itu lebay nya kurangin."
"Bodo amat. Bodo amat. Lo gak minum?" tanya Leta mengernyit heran. Melihat cowok itu terlihat biasa saja hanya peluh yang menghiasi dahi lelaki itu.
"Udah tadi dikantin. Kan sekalian beliin lo minum." Leta hanya ber'oh' ria menanggapi jawaban Gandhi.
Saat ini mereka sedang duduk selonjoran dipinggir lapangan. Kenapa mereka disana? Mereka habis melaksanakan hukuman dari Pak Demun guru matematika. Mereka diberi hukuman lari keliling lapangan sebanyak 5 kali putaran teruntuk Leta dan 8 kali putaran untuk Gandhi.
Mereka berdua kena hukuman dari Pak Demun karna saat bapak itu datang memasuki kelas, dua anak manusia ini masih asik-asik nya bermain kejar-kejaran. Saat itu Leta sedang menaiki salah satu bangku menghindari tangkapan Gandhi. Dan Gandhi yang sedang mengangkat tas Leta tinggi-tinggi. Bersamaan dengan munculnya Pak Demun yang berdiri berkacak pinggang di ambang pintu kelas.
Dan berakhirlah mereka berdua disini. Gandhi yang masih menjabat menjadi murid baru merasa bodo amat karna sudah membuat masalah di hari petama ia masuk sekolah ini.
"Oh, ya! Besok gue minta teraktiran dari lo." Leta menatap Gandhi antusias. Netra Gandhi makin terpaku pada gadis itu. Ia berusaha menahan tangan nya untuk tidak mencubit gemas pipi Leta.
Gandhi menggeleng seraya menggoyangkan jari telunjuk nya. "Eitt, mana ada kayak gitu. Tadi belom ada yang ketangkep duluan ya. Jangan ngambil keuntungan duluan lo."
"Ya, kan gue yang berhasil dari tangkepan elo," elak Leta.
"Nggak, nggak ada."
Leta mendengus lalu membuang pandangan nya kedepan. Entah mengapa, tatapan Gandhi tak mau lepas dari objek di samping nya ini. Tak mau berlama-lama menolehkan kepalanya, yang akan berakibat kepala nya miring. Ia mengubah duduk nya menghadap Leta.
Leta yang masih asik dengan dunia nya sendiri tak menyadari tatapan Gandhi. Gandhi mengamati gadis itu lamat. Seakan tak ada waktu lagi untuk bertemu gadis itu. Secara tiba-tiba garis lurus dibibir cowok itu tercipta. Melukiskan senyum miring nan tipis. Cowok itu mendapatkan ide dari otaknya yang ia prediksi bakalan menjadi keuntungan untuknya.
Gandhi berdehem. Membuat Leta menoleh kearahnya dengan tatapan malas. "Apa?"
"Hmm, gimana besok kita makan berdua aja dikantin gimana?" tawar Gandhi, ia menaikkan salah satu alisnya.
Leta makin malas saja menatap makhluk didepan nya ini. Terus untung nya makan berdua dikantin apa? Argh, percuma gue lari-larian tadi. Tangan Leta bergerak mencubit lengan cowok itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Only The Wrong Time
Fiksi Remaja[Follow dulu baru baca.] Jangan lupa tinggalkan jejak!😉 _______________________________________ Mungkin menjadi Aleta adalah suatu impian banyak para gadis-gadis. Yap, bagaimana tidak? Memiliki kekasih yang sayang sama dirinya, dengan paras rupawan...