35. Rasa Sakit

2K 131 187
                                    

Rae bangun dari tidurnya. Kepalanya dia tolehkan ke sisi, hazelnya basah, entah memang karena merasa sedih atau terharu bahagia, tidak ada yang paham. Di sana dia melihat gadisnya tidur dengan posisi menyerong. Bee dengan seulas senyuman gadis itu berhasil membuat setetes airmata Rae keluar tanpa perintah. Tangannya yang lemah bergerak kecil berniat menggapai wajah Bee.

Saat beberapa senti lagi jemarinya berhasil menyentuh permukaan kulit wajah Bee, sosok itu menghilang.

Bahkan bayangan Bee pun terasa enggan bersamanya.

Rae mengalihkan pandangannya, menatap langit-langit yang memburam karena gumpalan cairan bening. Tangannya dia angkat menutupi setengah wajahnya, mulutnya mati-matian meredam tangisannya yang justru membuat denyutan lain yang tak kalah menyakitkannya.

Beberapa waktu dia habiskan untuk menenangkan dirinya entah berhasil atau tidak, dia membawa tubuhnya duduk di atas tempat tidur, tertunduk dalam dengan menghela nafas berkali-kali.

Dia sakit hati, dia marah tapi dia sangat merindukan Bee. Sepenuh hati, seluruh jiwa dipenuhi dengan segala macam bentuk perasaan untuk Bee.

Rae menyibak selimutnya, dan menuju ke kamar mandi. Saat menyentuh keran air, dia mau tidak mau melihat jejak merah di jari-jari tangannya.

Rae membuang nafas kasar, dia ingat betul bahwa bercak merah itu berasal dari tangan Bee yang terluka. Walau dia tidak ingat kejadian pastinya seperti apa, tapi dia yakin gadis itu terluka karena dirinya. Memangnya siapa lagi? Tidak ada orang lain disana selain dirinya dan Bee. Dan jelas tidak akan ada yang berani menyentuh Bee apalagi menggores gadis itu mengingat siapa saja yang bersedia menjadi perisai untuk melindungi tuan putri mereka.

Dia ingin berteriak setelah menggenggam erat pinggiran wastafel yang tidak juga mengurangi perasaan sesaknya.

"Bangsat!" Rae meninju cermin di hadapannya hingga membuat kacanya jatuh berceceran di lantai dan menghancurkan tangan Rae.

Mendengar suara gaduh, Looey tergopoh-gopoh menghampiri Rae.

"T-tuan ada apa?" Rae langsung berbalik meninggalkan Looey yang mematung namun pandangannya tertuju pada tangan kiri Rae yang bercucuran darah bahkan darahnya sudah berceceran di lantai.

Looey sadar betul. Tindakan Rae tadi bukan hanya karena dia emosi namun, mencoba mencari rasa sakit lain untuk mengalihkan sakit di hatinya.

Begitulah Rae, yang dia mengerti selama ini, membuat sakit baru berharap bisa menggantikan sakit di hatinya.

Looey menghampiri Rae yang duduk di kursi tempat ia biasa sarapan. Tangan kirinya dia biarkan menggantung hingga dia bisa melihat jelas betapa banyaknya darah yang terus berceceran.

Dia menghitung tetes darah yang jatuh di lantai, mencoba menikmati sensasi sakit pada tangannya yang lukanya tidak bisa disepelekan juga.

Masih sakit. Bukan tangannya namun hatinya.

Dia masih merindukan Bee dan itu terasa amat sangat menyakitkan karena saat dia memikirkan Bee, dia juga melihat kejadian menyakitkan tempo hari.

"Dia tidak mencintai lo!"

Suara itu lagi.

"Enggak!" balas Rae dengan teriakan.

"Dia tidak pernah ingin bersama lo!"

Kalimat itu lagi.

"Gue bilang enggak!" Rae mulai menyentuh telinganya. Menutup rapat kedua telinga itu berharap tidak mendengar suara-suara yang menyadarkannya bahwa dirinya hanya pendosa yang tidak pantas memiliki seseorang disampingnya.

#3 Bee's Attack (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang