8

43 5 0
                                    

Vote dan comment
Gampang kan???
Jangan jadi silent readers ya.

Happy reading 💜💜

---------------------------------------------------------

Perawat masih sibuk mengganti perban di kaki Nana. Sementara wanita itu sudah tergesa-gesa ingin menemui sosok yang sudah ditunggunya siuman selama tiga hari ini.

"Sus, apa masih lama?" Tanya Nana mulai tak sabaran.

"Sebentar lagi Nona, ini harus pelan jika tidak ingin infeksi" jawab perawat tersebut.

Nana mengangguk dan mencoba sabar. Bahkan ibunya disebelah Nana tersenyum melihat tingkah anaknya ini.
Setelah selesai perawat membersihkan semua peralatannya.

"Nona, jangan jalan dulu ya. Tunggu 10 menit supaya obatnya bisa meresap kedalam" jelas sang perawat dan membuat raut wajah Nana sedikit kesal karena harus menunggu lagi.

"Ih lama sekali sih" keluh wanita itu.
"Sabar Na, ini juga untuk kesembuhanmu. Lagipula Namjoon juga harus bertemu orang tuanya dulu kan?" Kata ibunya sambil menenangkan anak semata wayangnya itu.

10 menit kemudian, setelah menunggu dengan kesabaran ekstra, Nana meminta ibunya untuk mengantarkannya ke ruangan Namjoon. Ia sudah sangat tak sabar melihat pria itu. Selama dijalan menuju kamar Namjoon, Nana tak berhenti tersenyum. Entah apa yang dirasakan wanita ini.

Sesampainya di depan pintu ruangan Namjoon, ibu Nana mengetuk dan membuka pelan pintunya. Mereka melihat kedua orang tua Namjoon dan tersenyum lembut.

"Mari masuk, sepertinya sudah ada yg tidak sabar" ucap ibu Namjoon saat melihat Nana berjalan pelan kearah mereka.

"Siapa bu?" Suara Namjoon terdengar jelas di telinga Nana. Membuat wanita itu semakin merekah senyumannya.

"Lihat saja sendiri nak" jawab ibu Namjoon.

~

Mata kedua insan itu bertemu. Namjoon yang masih terbaring lemah menatap Nana yang sudah berdiri disamping ranjangnya. Tentu dengan menggunakan baju yang sama dengannya karena sama-sama dirawat disini.
Sementara Nana menatap Namjoon dengan mata berkaca-kaca. Ia ingin sekali memeluk pria yang masih terbaring ini. Jika ia tak melihat ada kedua orang tua mereka disini dan kondisi Namjoon yang masih terpasang infusan.

"Apa kabar Na?" Suara bariton lemah milik Namjoon terdengar di telinga Nana.

"Seperti yang kau lihat. Kita sama, tapi kau lebih parah" jawab wanita itu.
Namjoon terkekeh lemah mendengar jawaban Nana.

"Kakiku ternyata terluka saat diruang bawah tanah. Makanya harus diganti perban setiap hari. Kenapa aku bisa tidak merasakannya ya waktu itu?" Ucap Nana yang lebih terdengar seperti orang mengadu ke Namjoon.

"Iyakah? Bagaimana keadaan kakimu sekarang? Kau mengikuti apa kata dokter kan?" Tanya Namjoon khawatir.

Nana tertawa pelan. Ia suka ini, ia suka jika Namjoon mengkhawatirkannya. Seperti saat dirumah itu.
"Tentu. Kau pikir aku bodoh hah? Aku ini model, kaki adalah asetku"

Namjoon merasa sangat bodoh sekarang. Ia menyadari jika ia terlihat khawatir saat mendengar kondisi kaki Nana.

"Nak, kami keluar dulu ya. Sepertinya kalian membutuhkan waktu berdua" ucap Ayah Namjoon seraya mengajak istri dan kedua orang tua Nana keluar dari ruangan.

Nana sudah duduk di pinggir ranjang Namjoon sambil terus menatap pria itu.
"Kau harus cepat sembuh ya" ucap Nana dengan tangannya membelai surai Namjoon.
Namjoon hanya mengangguk mengiyakan perkataan Nana. Matanya tak lepas menatap wanita didepannya ini.
Kemudian tangan Namjoon perlahan menahan belaian tangan Nana di rambutnya. Ia menggenggam tangan Nana lembut.

Nana perlahan mendekat ke wajah Namjoon dan memberikan kecupan singkat di pipi pria itu. Namjoon terkejut akan perilaku Nana.
"Kau marah?" Tanya Nana lembut. Posisinya masih didepan wajah Namjoon yang membuat pria itu bisa merasakan hembusan nafas Nana.
Tanpa menjawab pertanyaan Nana, Namjoon menarik lembut tengkuk wanita itu dan menyatukan bibir mereka.
Awalnya hanya menempel, hingga Nana membuka mulutnya dan melumat bibir Namjoon. Tentu direspon dengan baik oleh pria itu. Ciuman mereka semakin dalam. Lidah mereka sudah berperang di dalam sana. Bahkan saliva mereka sudah keluar dari mulut karena ciuman yang terlalu basah. Namjoon sempat ingin mengakhiri ciuman karena membutuhkan oksigen, tetapi Nana malah menyatukan bibir mereka lagi seakan tak ingin menghentikan aktivitas lumatan mereka.

Setelah 15 menit bibir mereka saling menyatu lewat ciuman panas, mereka pun mengakhirinya. Wajah yang sudah merah bagai kepiting rebus, nafas mereka yang tak beraturan dan bibir Nana yang membengkak karena isapan kuat Namjoon.
Mereka masih saling tatap hingga tangan Namjoon menyentuh rambut Nana menyelipkan rambut wanita itu kebelakang telinga.

"Cantik Na" ucap Namjoon lembut.
Nana tersenyum saat mendengar pujian Namjoon itu.
"Cepat sembuh makanya, supaya kita bisa kencan" kata Nana dengan wajah merahnya.
"Na, kau yakin? Kita bahkan belum mengenal satu sama lain"
Nana mengangguk.

"Aku tak memberikan bibirku untuk dicium sembarang orang Joon. Ayo kita saling mengenal. Dan aku ingin lebih dari sekedar ciuman" jawab Nana yakin.
Mata Namjoon membulat mendengar pernyataan Nana.

"Na..kau.."
"Dasar mesum. Maksudku mungkin seperti pelukan" kata Nana menjitak pelan kening Namjoon menyingkirkan pikiran mesum di kepala laki-laki itu.
Namjoon tertawa karena tertangkap basah memikirkan yang tidak-tidak dengan model papan atas ini.

~

Mereka masih di ruangan Namjoon sekarang. Nana meminta pada perawat agar makan siangnya diantar keruangan Namjoon saja. Ia ingin makan siang bersama prianya ini.
"Na boleh aku bertanya?" Ucap Namjoon yang membuat Nana menoleh padanya.

"Apa Joon?"

"Managermu.. dimana dia sekarang?" Tanya Namjoon sedikit ragu.

"Ah dia.. ayahku dan ayahmu sudah mengurusnya. Sepertinya ia ditahan. Dan kau tau Joon, rumah itu digusur" jawab Nana.

"Benarkah?

"Iya, sepertinya agen rumah itu memilih untuk menjadikannya taman. Kenapa tidak berpikir seperti itu dari dulu ya? Kan biar tidak dijadikan rumah hantu disana" ucap Nana seraya berpikir dan kemudian menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.

"Jika tak ada rumah itu mungkin kita tak pernah bertemu Na" ujar Namjoon.

Nana tertawa sebelum menjawab penyataan konyol Namjoon.
"Hei.. tak ada cara yang lebih romantis daripada harus bertemu di rumah sialan itu? Kau ini.."

Namjoon membenarkan kata-kata Nana. Iya juga, kenapa harus dirumah itu. Terjebak disana saja membuat mereka mempertaruhkan nyawa masing-masing.
Belum lagi karena alasan konyol sang pembunuh, lebih tepatnya yang dendam dengan mereka.
Banyak hal yang dipelajari Namjoon dan Nana setelah kejadian sehari yang mencekam itu.
Uang dan tahta bisa jadi penentu kehidupan seseorang. Bahkan sampai nyawa yang mereka pun dikendalikan. Rasa dendam yang berkepanjangan membuat itu semakin dalam.
Hingga tak ada yang mengingat siapa yang seharusnya terkait soal urusan kehidupan dan nyawa seseorang. Mereka telah dikendalikan oleh harta, tahta dan hawa nafsu. Seperti ingin memiliki semuanya yang ada dimuka bumi. Seperti ingin menjadi nomor satu dari segala-galanya. Bahkan ingin menyaingi kehendak tuhan.

by.dikook0901

Trapped (✓)Where stories live. Discover now