I.

4.1K 514 51
                                    

Hera terlihat kesal, biasanya teman cowoknya yang sangat nyebelin itu selalu ready sebelum 15 menit dari waktu yang di janjikan. Dan kini, Dimas si cowok brengsek tersebut malahan sudah lebih dari kata siap sebelum 5 jam keberangkatan sesuai yang sudah di bicarakan beberapa hari lalu.

Apa nggak kaya bocah yang excited pas mau pergi study tour gitu ya?, sungut Hera dalam hatinya.

"Lo beneran seharian nggak ngikutin kelas?"

Hari ini udah Jumat, dan sesuai yang sudah di setujui oleh semua pihak ㅡtermasuk Gio, kalau berangkatnya setelah pukul 07.00 malam. Selain menghindari buka tutup jalur puncak pas weekend, mereka juga antisipasi berbarengan dengan jam orang pulang kerja yang bakalan macet parah.

Tapi, belum juga waktu menunjukan sore hari. Seorang Adimas Saputra udah terbilang rapi dengan tas backpack miliknya di depan rumah Hera.

Iya. Hari ini jadwal Hera emang kosong alias libur. Wajar aja kalau jam segini dia udah ada di rumahnya, beda sama sosok cowok yang sedang menampilkan cengiran bodoh di hadapannya ini.

"Dosennya ijin, cuma ngasih tugas doang yaudah gue titip aja sama si Kika. Biar nanti gue tinggal terima beres aja, hehe."

Hera merotasikan kedua bola matanya malas mendapati ucapan santai tanpa beban oknum yang bernama Dimas tersebut.

Mereka memang satu Fakultas, namun beda jurusan. Meskipun begitu ya mau nggak mau Hera bakalan terus ketemu sama sosok yang sudah biasa mengintilinya sejak semasa sekolah menengah pertama.

"Enak banget idup lo, hah?" Dimas mengusap kepalanya yang di geplak sayang sama sahabatnya itu. "Kepala gue di fitrahin tau!" protesnya sembari memasuki rumah Hera dengan magadirnya.

"Kita berangkatnya malem loh, Dim."

Sahabat ceweknya itu sebenarnya sedang menyindirnya halus, tapi entah kenapa dia merasa kalau Hera hanya sekedar mengingatkan dirinya aja.

Dasar nggak peka,

Menyebalkan emang.

"Gue numpang tidur disini aja."

"Bangsatlah, punya temen mangkak banget!"

Meskipun Hera selalu bersikap galak atau bahkan bar-bar terhadap dirinya, Dimas selalu nggak peduli dan merasa biasa aja. Soalnya, emang sedari dulu dia udah kebal dan hatam sama kelakuan sahabatnya yang satu itu.

"Abisnya daripada nanti gue tidur dirumah terus kebablasan, gimana?"

"Yaudah tinggalin lo aja, gitu aja repot."

Dimas mendengus kesal.

Kemaren siapa ya yang minta dirinya untuk jadi supir cadangan sampai mukanya melas gitu?

Suka nggak tau diri emang.

tolong harap mengaca segera ya saudara Dimas.

Really Bad Boy

Present

.
.
.

Happy Reading

"Have fun ya, kak. Kalau misalnya nanti emang capek nyetirnya langsung bilang ke Mer aja biar di gantiin sama supir cadangannya itu."

"Iya papah."

"Dan satu lagi, nggak usah bawa masker ya? Udara di puncak masih lumayan bagus kok. Nggak bakalan buat kamu terkena polusi."

Gio mendengus kesal lantaran sang papa harus menyita masker miliknya.

Really Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang