G.

4.3K 531 21
                                    

"Mau ya kak?".

"Nggak mau."

"Plis..."

Harus berapa kali sih Gio menolak permintaan adik sepupunya itu?

Lagian ya, Merinda kan tau kalau Gio itu orangnya mageran. Mana mau sih pergi jauh-jauh gitu cuma buat acara yang unfaedah?

"Cari yang lain aja sih, Mer."

Merinda sengaja memasang muka sedih ala-ala ㅡalias akting doang, sembari gerutu pelan yang sebenarnya sih masih kedengaran sama Gio. Toh, dia emang sengaja biar kakak sepupunya itu luluh dan mau bantuin dirinya tersebut.

"Kenapa sih harus aku?", tanya Gio setengah malas. Sedangkan Merinda memanyunkan bibirnya sok lucu.

Nggak lupa juga, yang lebih muda masih memasang muka memelas supaya dikasianin sama yang lebih tua.

"Ya kalau kita cari orang lain lagi takut nanti cancel mendadak lagi, terus ya pasti biayanya tuh bisa nggak sesuai budget kak. Lagian, kita kesana kan bukan di mobil mulu. Nggak lucu aja misalnya duit yang kita kumpulin ini abis cuma buat supir doang."

Gio hanya merotasikan kedua bola matanya malas, "tapi ada yang gantiin aku nyetir kan?".

Merinda menganggukkan kepalanya semangat, meskipun dalam hati dirinya berdoa semoga aja Hera menemukan 1 orang lagi buat cadangan supir nanti.

Kalau nggak yang ada nanti dia malahan di amuk sama kakak sepupunya tersebut.

Tampang emang boleh manis, tapi kalau udah ngamuk ya si Gio itu bisa jadi sangat menyeramkan.

"Yaudah oke kalau gitu." Ucapnya final yang langsung mendapat pelukan erat dari adik sepupunya itu.

Really Bad Boy

Present
.
.
.

Happy Reading

Hera nggak tau apa yang terjadi dengan teman dekatnya itu, soalnya sikap Dimas semakin aneh dari biasanya.

Kali ini, sosok yang sedari tadi hanya memegang bagian dadanya itu hanya terdiam. Dan juga menghembusan napasnya perlahan.

"Dim, lo sehat?". Pertanyaan dari Hera membuat Dimas menoleh ke arah sahabat dekatnya tersebut. Kemudian hanya menggelengkan kepalanya ragu.

"Makanya makan yang bener jangan ngerokok mulu sih!" Omelnya sambil menoyor pelan kepala Dimas, sementara yang di toyor hanya meliriknya sinis.

"Lo tau nggak, Ra?" biasanya, seorang Dimas bakalan protes kalau udah di toyor kepalanya. Katanya, gitu-gitu kepalanya masih di bayarin fitrah. Tapi, untuk kali ini tumben nggak protes barang sedikit pun. Malah menanyakan hal yang udah jelas Hera nggak tau apa.

"Lo punya riwayat penyakit parah ya, Dim?"

"Amit-amit, mulut lo racun banget."

Hera cuma menampilkan cengirannya, "ya lagian lo aneh banget sih, kaya orang mau mati."

"Bangsat ngedoain gue yang nggak-nggak!"

Really Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang