P.

3.4K 328 27
                                    

"Dimas lagi?"

Yang di tanya hanya menganggukkan kepalanya sebagai respon, sedangkan sosok yang bertanya pun mendengus kesal.

Bukannya apa-apa, cuma kalau kebiasaan 'buruk' calon suaminya itu kambuh, bakalan kentara banget.

Lagian, kenapa juga sih Handaru itu selalu ikut andil dalam mengurus adik sepupunya tersebut?

Padahal, Dimas itu masih mempunyai keluarga yang lengkap, bukan seseorang yang hidup sebatang kara.

Ya, meskipun kedua orang tuanya sangat sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Sementara kakaknya pun demikian, terlihat sangat cuek dan hanya memikirkan bisnisnya di luar kota sana.

Tapi tetap aja, Nata nggak habis pikir lantaran yang di buat pusing itu selalu Handaru.

Jika boleh di ingatkan, mereka hanya sebatas saudara sepupu yang di batasi jarak umur yang terlalu jauh.

Nata menghampiri sosok yang lebih muda, lalu mendudukkan dirinya tepat di sampingnya tersebut.

"Dia itu bukan lagi anak umur lima tahun, tapi udah gede loh, Han." ujarnya pelan.

Pemuda yang berprofesi seorang dokter itu emang harus berhati-hati jika bahasannya sudah sensitif seperti masalah Dimas ini.

Jaga-jaga aja, supaya Handaru nggak merasa tersinggung gitu.

"Iya aku tau, tapi sikap dia belakangan ini bikin aku khawatir."

"Emangnya tuh anak berulah apa lagi?"

"Gak berulah sih", saat mengatakan hal itu sosok yang duduk disampingnya mengernyitkan dahinya bingung. Dari suara milik Handaru terdengar menggantung, seakan masih kurang yakin dengan jawaban yang keluar dari mulutnya sendiri.

"Kalau gak berulah, ya dia ngapain sampe kamu khawatir gini?"

"Jadi kaya pendiem sama penurut gitu, ngeri gak sih? Maksudnya, tuh anak tipe yang gak bisa diem barang sedikit, udah gitu begajulan, susah diatur juga, tukang onar tiap saat, ya pokoknya kaya masalah itu mau dia borong semua. Terus mendadak jadi anteng gitu."

Nata terkekeh, lalu berkata. "Kamu lucu tau gak sih?", Yang di tanggapi dengan tatapan bingung dari Handaru.

"Seharusnya itu bagus dong? Berarti Dimas sadar diri, mungkin mulai tobat atau paling gak ya kasian aja gitu soalnya bikin kamu pusing tujuh keliling mulu."

Sosok yang sedari tadi fokusnya terbagi dengan layar tabletnya pun menghembuskan napasnya kasar, kemudian meletakkan benda persegi pintar dengan ukuran tujuh inch itu diatas meja yang nggak jauh dari tempatnya mendudukkan diri.

"Itu malah yang makin bikin aku pusing."

Nata mengernyitkan dahinya bingung, "kok gitu?"

Menurutnya, yang aneh disini itu bukan sepupu dari calon suaminya tersebut. Melainkan Handaru sendiri.

Masa iya, perubahan yang lebih baik dari Dimas malah di besar-besarin dan di bikin pusing?

Lagian, bisa saja kan Dimas yang selalu melakukan aksi cari perhatiannya itu udah agak sadar. Jadi ya wajar, toh berubahnya juga ke arah yang lebih baik, kan?

"Kamu aneh tau gak, Han?"

Handaru merubah posisinya, kemudian menyandarkan kepalanya di bahu milik Nata.

"Iya tau... Disisi lain aku seneng banget saat dia udah gak macem-macem lagi. Malahan dia tuh kaya lebih sering nanya-nanya tentang tugas kuliahnya yang gak dia ngerti ke aku."

"Terus dimana letak masalahnya sampe kamu kepikiran banget gitu, sayangku?"

"Nat, aku tuh takut aja, gimana kalau emang dia depresi?"

Really Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang