R.

3.6K 307 68
                                    

Cantik.

Jika seseorang itu mengetahui bahwa sedang dipuji dengan kata cantik, sudah pasti akan sangat marah dan juga langsung memukul wajah tampannya tersebut. Karena memang seharusnya Dimas tidak menggunakan cantik untuk mengagumi keindahan yang dimiliki oleh sosok lelaki yang lebih tua, atau dengan kata manis sekali pun untuk sekedar mewakili. Tetapi, dia juga sedikit agak sanksi misalnya harus mengakui sosok mungil itu dengan sebutan tampan.

Terdengar sangat aneh, memang. Namun, kenyataannya demikian. Wajah kakak tingkatnya itu lebih dari kata cantik dan juga tampan.

Seolah merasa candu, dirinya masih saja betah melihat beberapa foto hasil dari jepretan kamera smartphone nya tersebut. Tanpa sadar, Dimas menampilkan senyum tipisnya. Padahal foto yang diambil dengan cara sembunyi-sembunyi itu biasa saja, tidak ada yang wah lantaran semuanya terlihat sama dan memang tidak ada perbedaan yang mencolok antara foto satu dengan yang lain.

Apalagi tidak begitu terlihat jelas, karena memang jarak yang lumayan jauh dan juga bagian wajah sang objek yang tertutup dengan masker berwarna abu-abu tua. Meski begitu, entah kenapa baginya hal itu sudah sangat menakjubkan.

Setelah merasa puas menguntit secara diam-diam selama hampir lima belas menit, Dimas pun melangkahkan kaki menuju ke tempat dimana lelaki yang menarik perhatiannya tersebut duduk. Jangan lupakan ekspresi sumringah yang terukir pada wajah tampannya itu.

Wow.

Sungguh sebuah keajaiban.

"Hei, kak gio."

Merasa sapaannya tidak di tanggapi, Dimas pun tidak kehabisan akal. Jadi, seperti biasa dia langsung mendudukan diri. Dan tidak lupa memasang ekspresi berbanding terbalik, yaitu wajah yang ditekuk.

"Serius banget, jangan bilang lo lagi nonton bokep ya?" Celetuknya dengan ngasal tanpa difilter, dan memang disengaja supaya dirinya mendapatkan atensi dari lelaki yang sibuk dengan smartphone nya itu.

"Aku kira, kamu gak akan menggangguku lagi." Ucapan Gio terdengar datar. Namun, memang sedikit nyelekit. Untungnya dia sudah terbiasa dengan penolakan secara gamblang yang diberikan oleh kakak tingkatnya itu, sehingga Dimas merasa kebal.

Dengan nekat, dia mencoba mendekatkan posisi duduknya tepat di samping Gio, lalu sambil berkata "bilang aja kangen sih." Ujar Dimas dengan sedikit menggoda, yang langsung dihadiahi tatapan tajam oleh lelaki mungil di sebelahnya tersebut.

"Siapa?" tanya sosok yang lebih tua dengan nada sedikit ketus.

Sementara Dimas malah terkekeh, "Kak Gio lah."

"Yang nanya."

Skakmat.

Biasanya dia akan merasa kesal dengan pertanyaan jebakan yang seperti itu, akan tetapi sebaliknya. Dimas malah merasa terhibur ketika melihat seorang Gio tertawa dengan begitu renyah.

"Puas?"

"Gak juga."

Tentu saja sosok lelaki manis itu mengelak. Lalu dirinya sengaja menganggukan kepala sebagai tanda bahwa dia mempercayai apa yang diucapkan oleh kakak tingkatnya itu. Sedangkan Gio kembali sibuk menatap layar benda persegi pintar miliknya.

"Lo lagi ngapain sih? Tumben banget serius sama hape yaelah." Tanya Dimas penasaran dan sedikit memprotes karena sosok disampingnya tersebut balik mengabaikannya.

Lagi pula, ini untuk pertama kalinya lelaki yang lebih tua itu begitu antusias terhadap sebuah smartphone. Biasanya, Gio selalu sibuk dengan buku-buku tebal saja.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 09, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Really Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang