Bianca melambung oleh berbagai perasaan yang bercampur tanpa kendali. Setelah hari yang begitu melelahkan secara emosional, melihat Atilla adalah kado indah yang membuatnya bahagia hingga ke puncaknya. Dia luar biasa takut saat Thomas mencoba memukul Atilla, cemas lelaki itu akan terluka.
Namun, ternyata Thomas yang harus dikasihani karena tak kuasa mengelak dari bogem mentah Atilla. Setelahnya, Bianca tak berusaha melepaskan tangannya saat Atilla menariknya menuju mobil pria itu. Dia seakan melupakan dunia. Sayang, kemarahan Atilla tampaknya belum benar-benar luruh. Di dalam mobil, lelaki itu masih menumpahkan kegeramannya pada Bianca.
"Bi ...."
Perempuan itu merasakan tangan kanannya yang berada di atas pangkuan, diremas Atilla. Rasa hangat sontak seakan ditembakkan ke dalam jiwanya. Bianca membuka mata, menoleh ke kanan, dan mendapati wajah cemas Atilla.
"Kamu masih marah. Setelah berminggu-minggu pun kamu masih belum bisa maafin aku," simpul perempuan itu dengan suara lirih. "Aku minta maaf untuk semuanya."
"Aku sudah nggak marah. Kalau iya, aku nggak mungkin mencarimu ke Just Married. Saat ini, aku kesal setengah mati gara-gara Thomas." Suara Atilla sudah jauh lebih lembut. Lelaki itu masih menggenggam tangan kanannya.
"Aku bukannya nggak tegas. Jovana datang ke kantor, minta waktu untuk mengobrol. Katanya penting, makanya aku mau. Lagian, selama ini Jovana selalu bersikap baik padaku." Bianca menghela napas lamban, memenuhi dadanya dengan oksigen. "Jovana tanya apa kita pacaran. Kujawab, kita cuma berteman. Dia bilang nggak bisa melupakanmu. Karena kita nggak terikat hubungan romantis, dia akan berjuang untuk mendapatkanmu lagi. Setelah itu, tahu-tahu Thomas muncul."
"Jovana bilang gitu?" suara Atilla meninggi lagi. "Lain kali, kalau ada yang tanya soal hubungan kita, usir saja. Nggak perlu dijawab."
"Aku nggak mungkin mengusir Jovana." Bianca terhibur dengan saran kekanakan dari lelaki itu. "Atilla, kamu harus bersiap karena Jovana akan mulai menggodamu. Kamu yakin, sudah nggak punya perasaan apa pun? Jovana baik, sih, kamu nggak akan ...."
"Kok, kamu malah kayak jadi juru bicaranya Jovana, sih? Sudah, nggak usah ngomongin dia lagi." Tatapan Atilla berubah serius. "Sekarang, aku yang mau nanya. Yakin kalau kamu nggak punya perasaan apa pun sama Thomas lagi?"
Bianca memandang sekilas ke arah tangan mereka yang masih saling menempel. Ibu jari Atilla membuat gerakan lamban memutar tanpa henti. "Lebih baik aku melajang seumur hidup ketimbang menjadi mempelai cadangan."
"Kalau ternyata Thomas nggak bohong? Bahwa dia memang masih cinta sama kamu?"
Bianca mengedikkan bahu. "Itu masalahnya. Karena aku nggak punya perasaan apa pun lagi. Aku bahkan lupa, kenapa dulu bisa jatuh cinta sama dia."
Atilla membuang napas. Bianca tak berani mengartikannya sebagai bentuk kelegaan. Yang terpenting, Atilla sudah kembali. Atilla-nya.
"Bi, ada beberapa hal yang harus kita setujui karena kadang kamu terlalu naif. Pertama, jauh-jauhlah dari Thomas atau laki-laki kayak dia. Kedua, jangan mau saja diajak ngobrol berdua oleh orang-orang dengan tujuan mencurigakan kayak Jovana. Ketiga, jangan mau ngasih penjelasan kalau ada yang tanya soal status hubungan kita. Keempat, jangan pernah menuduhku sebagai laki-laki yang nggak berani berkomitmen atau yang sejenis dengan itu."
Bianca akhirnya bisa tertawa. "Ada terlalu banyak kata 'jangan' di persyaratan yang kamu ajukan. Itu persyaratan untuk tetap berteman atau apa?"
"Anggap saja begitu. Biar kita sama-sama nyaman," balas Atilla cepat. Kalimatnya mengundang cibiran dari Bianca.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alpha Romeo [The Wattys 2020 Winner - Romance]
ChickLitBianca Dhanakitri tidak banyak bermimpi untuk menemukan pasangan yang sempurna di umurnya yang ketiga puluh empat. Apalagi menjadi pasangan seorang pria tampan, perhatian, dan berkarir bagus seperti Atilla-yang tujuh tahun lebih muda darinya. *** Bi...