Alpha Tiga Puluh Delapan

19.8K 3.1K 278
                                    


Meski berpikir keras berhari-hari, Atilla gagal mengerti alasan Bianca mengencani pria lain. Baginya, semua terkesan tiba-tiba. Bianca juga seakan sengaja menyimpan semuanya rapat-rapat. Padahal, perempuan itu punya banyak kesempatan untuk memberi tahu Atilla jika memang sedang tertarik pada seseorang.

Satu lagi, kenapa Bianca mau menghabiskan waktu bersama Atilla di Bali selama berhari-hari jika sedang naksir seseorang? Atau, semua itu karena alasan yang sederhana? Bahwa selama ini Bianca memang tidak pernah punya perasaan apa pun pada Atilla?

Itu kesimpulan yang membuat Atilla lemas dan terduduk lesu. Andai itu yang memang terjadi, maka tidak ada jalan keluarnya. Mustahil dia memaksakan perasaan pada seseorang.

Lelaki itu mengetuk-ngetukkan pulpennya di meja dengan irama tak beraturan. Dia dan Bianca sudah tidak berkomunikasi selama satu bulan terakhir. Atilla tersiksa oleh rasa rindu tapi dia mengeraskan hati untuk tidak menghubungi Bianca. Dia juga tak lagi menghadiri rapat rutin dengan Just Married.

Atilla tidak sakit hati atau mendendam karena Bianca memilih orang lain. Dia melakukan itu semua untuk membunuh perasaannya. Dia takkan sanggup bersikap menjaga jarak jika sudah melihat Bianca. Dan rasanya pasti akan sangat tersiksa karena menyadari perempuan yang dicintainya sudah bersama orang lain.

Atilla sudah memikirkan segala cara untuk menghentikan perasaannya. Sebulan terakhir ini dia berusaha fokus pada semua hal negatif yang dimiliki perempuan itu. Bianca yang tak semenawan Femmy atau seseksi Eve, misalnya. Akan tetapi, makin lama Atilla justru merasa kian bodoh. Hal-hal seperti itu takkan pernah dijadikan standar jika jatuh cinta, kan?

Lelaki itu tersadar jika dia tak sendirian di ruangannya saat mendengar suara sepatu yang sedang menapaki lantai. Katrin berjalan ke arahnya dengan membawa sebuah map cokelat. "Ini ada usulan rencana iklan, Pak. Baru saja dikasih sama tim marketing. Katanya, baru dapat ide dan sayang kalau dibuang. Siapa tahu bisa dipakai untuk semester depan."

Atilla tersenyum tipis mendengar kata-kata Katrin. Timnya memang dipenuhi anak-anak muda yang penuh gairah dan semangat tinggi. "Kamu sudah baca? Bagus, nggak?"

"Bagus, Pak," Katrin mengangguk.

Sebelum perempuan itu berbalik, Atilla terpikirkan satu hal. "Trin, menurutmu, cewek itu lebih suka laki-laki yang nggak gampang menyerah atau sebaliknya?"

Katrin jelas-jelas kaget karena mendapat pertanyaan itu. Perempuan itu sempat termangu hingga Atilla menertawakannya. "Bapak serius pengin tahu?" tanyanya bingung.

Atilla mengangguk mantap. "Apa itu terlalu mengejutkan?"

Katrin dengan sopan hanya tersenyum tipis. Tidak mengiyakan pertanyaan Atilla. "Jawabannya, tergantung. Maksud saya, balik lagi ke orangnya, sih. Kalau saya, lebih suka melihat orang yang berjuang sungguh-sungguh untuk meyakinkan kalau dia memang serius."

"Oh ya? Tapi, ada dilema lain untuk si laki-laki. Pengin meyakinkan tapi di sisi lain dia cemas kalau malah dianggap nggak tahu malu. Takutnya malah dianggap terobsesi atau semacamnya. Serba salah, kan?"

Katrin menyeringai. "Perempuan, kan, memang rumit, Pak. Jadi, cowok-cowok harus siap mental untuk dibikin bingung. Pada dasarnya, kami suka, kok, dikejar-kejar. Kecuali sama laki-laki yang memang nggak disukai. Tapi, untuk menentukan seseorang ada di posisi mana, disukai atau sebaliknya, ya, harus dicari tahu. Jangan keburu menyerah."

Kalimat Katrin membuat Atilla menunjuk kursi di depannya, meminta perempuan itu duduk. "Bisa kamu jelaskan? Soal posisi disukai atau sebaliknya itu. Saya bingung," akunya.

"Gini, Pak. Abaikan dulu rasa takut dianggap terobsesi itu. Yang justru harus dicari tahu, perasaan si cewek ini. Suka atau nggak?" Katrin menarik kursi sebelum duduk. "Supaya lebih gampang untuk mengatur strategi. Kalau dia memang nggak suka, apa boleh buat. Harus tahu dirilah. Tapi, kalau ada isyarat positif, maju terus."

Alpha Romeo [The Wattys 2020 Winner - Romance]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang