Alpha Empat

48.7K 4.5K 32
                                    


Atilla bisa melihat kepuasan terpampang di wajah Tony dan Susanna. Sementara Teresa malah menggeleng pelan, permintaan samar agar Atilla tidak bersuara untuk memperkeruh suasana. Masalahnya, Atilla sudah tidak betah menjadi objek penghinaan dari pasangan yang menurutnya sinting.

"Kalau begitu, semua masalah selesai." Tony bersandar sembari mengembuskan napas lega. Lelaki itu melirik ke arah istrinya, tersenyum lebar. Susanna bergeser untuk mengelus lengan suaminya. Seakan bukan mereka yang setengah jam silam bertengkar hebat dan salah satunya mengancam ingin mengakhiri hidup dengan cara melompat dari balkon.

Atilla tidak tahu, siapa yang lebih pantas untuk dikasihani karena terikat dalam pernikahan yang pasti dipenuhi gejolak dan peristiwa-peristiwa gila lainnya. Ancaman untuk melompat dari balkon cuma salah satunya.

Atilla berdiri. "Bagus, memang itu yang saya harapkan. Jadi, sudah nggak ada masalah, kan? Sekarang saya mau kembali bekerja. Selamat siang."

Atilla baru berjalan dua langkah saat suara Susanna nyaris menghentikannya. "Loh, bukannya barusan Anda sepakat untuk mengundurkan diri?" Nada menuntut pada suara perempuan itu terdengar mengusik.

Yang ditanya, menoleh lewat bahu kanannya sambil terus berjalan. "Saya akan melakukan itu, kok! Tapi, sayangnya saya nggak bisa janji kalau keinginan itu akan dikabulkan. Ayah saya kemungkinan besar nggak kasih izin. Kalau Anda berdua bisa membujuknya, saya sangat berterima kasih."

Atilla membuka pintu dan tidak mendengar dengan jelas respons pasangan yang sedang marah itu. Secara teori, dia tahu apa yang dilakukannya sangat keliru. Dia tak seharusnya mengucapkan kalimat sembrono yang dihadiahi Gustav dengan pelototan galak. Akan tetapi, pasangan tak normal itu membuat kesabarannya nyaris musnah.

Salah satu tugas Atilla sebagai marketing director adalah menjaga hubungan baik dengan pengguna jasa hotel. Tujuannya, agar para tamu merasa puas dan kembali menginap lagi. Mereka biasanya tak keberatan memberi promo gratis yang biasanya dilisankan dari mulut ke mulut. Namun, lelaki itu punya standar sendiri dalam melakukan pekerjaannya.

Untuk tamu yang sudah bertindak kelewatan dan berharap mendapat pelayanan kelas satu, Atilla tidak akan bertoleransi. Itu memang bukan langkah bagus, bisa berimbas pada image hotel. Namun, dia yakin, Hotel Candramawa berhak menegakkan sederet aturan demi memastikan semua tamu mendapat kenyamanan. Jika membiarkan tingkah orang-orang seperti pasangan Harland yang sudah jelas mengganggu tamu lain, bukankah itu bermakna pihak hotel sudah diskriminatif dan tidak profesional?

Kembali ke ruangannya, nafsu makan yang sudah lenyap membuat Atilla memilih menyingkirkan makan siangnya sebelum memeriksa e-mail. Setelahnya, dia mengecek beberapa dokumen yang sudah berada di atas mejanya.

Katrin sempat menginterupsi, mengingatkan Atilla jika rapat rutin bulanan yang melibatkan manajer lini pertama di bawah komando residence manager, akan digelar sore ini. Atilla yang memang belum mengonfirmasi kehadirannya, hanya mengangguk.

Satu hal yang paling tidak disukai Atilla sehubungan dengan pekerjaan barunya adalah membaca setumpuk laporan yang menyajikan data. Ini aktivitas membosankan yang terpaksa dilaluinya. Atilla jauh lebih tertarik menyajikan menu untuk 100 orang tamu, misalnya. Namun, tampaknya dia tak bisa mengelak dari takdir. Posisinya sebagai salah satu dari dua putra keluarga Rasheed membuat pilihannya terbatas.

Selama sembilan tahun terakhir Atilla berhasil 'melarikan diri' dari tanggung jawab untuk turut membesarkan bisnis keluarga besarnya. Mengikuti hasratnya untuk mendalami kuliner hingga akhirnya bekerja di sebuah restoran. Dia begitu menikmati hari-harinya di London. Tak ambil pusing meski dibayar dengan gaji standar. Dia merindukan keseharian sebagai 'orang biasa' yang harus berjibaku mengatur keuangan dengan cermat.

Alpha Romeo [The Wattys 2020 Winner - Romance]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang