- dua; Kembali

597 59 39
                                    

Brak!

Nelson menutup pintu mobil, sesaat setelah ia mematikan mesin dan keluar dari dalam mobil. Dengan langkah gontai, ia memasuki tempat tinggalnya.

Sebuah rumah yang luas tapi sederhana, dominan warna hitam. Nelson cukup bangga, dengan statusnya yang masih mahasiswa itu, ia bisa membeli rumah ini dengan hasil jerih payahnya sendiri. Yah, ia ingin jadi anak yang mandiri.

Ceklek..

"Gue pulang," Nelson menatap datar ke sekeliling. Seperti biasa, kosong, dan sepi. Saking sepinya, sampai-sampai Nelson merasa bahwa ia sudah ditelan oleh kesunyian.

"Selamat datang, gue," ujar Nelson lirih, menjawab perkataannya sendiri. Nelson tersenyum miris. Mengapa nasibnya menjadi seorang jomblo bisa senaas ini.g

Masih dengan langkah malas, Nelson berjalan menuju kamar tidurnya. Tak banyak yang akan ia lakukan. Hanya merebahkan diri di atas ranjang yang empuk, lalu bengong menatap langit-langit kamar. Hari Minggu yang membosankan, memang.

"Dengerin lagu, ah,"

.
.

Alunan nada yang indah serta suara merdu dari Calum Scott memasuki indera pendengaran Nelson. You're The Reason, salah satu dari sekian banyak lagu yang ia dengarkan saat suasana hatinya sedang tidak bagus.

Pemuda berusia 19 tahun itu memejamkan mata, mencoba menghayati setiap penggalan lirik dari lagu yang ia dengarkan.

"I'd climb every mountain, and swim every ocean. Just to be with you, and fix what I've broken. Oh, 'cause I need you, to see,"

"That you're the reason,"

'Apakah adil, kalau aku menganggapmu sebagai 'alasan untuk berbohong'? Atau lebih tepatnya, adilkah kalau aku menganggap 'perasaanku kepadamu' sebagai alasanku untuk berbohong?'

.
.

Nelson mengerjapkan matanya, rasanya berat sekali. Ia mendudukkan diri di ranjang, masih setengah sadar. Tangannya meraih-raih tirai jendela warna putih yang masih tertutup rapi, lalu menyeretnya ke samping.

Cahaya pagi menyeruak masuk memenuhi kamar tidur Nelson. Rasanya segar dan hangat dalam satu waktu. Sepertinya sang fajar mengerti, betapa para manusia merindukan kehangatannya selama berjam-jam menggigil dibawah sinar rembulan.

Nelson mengambil ponselnya yang tergeletak di atas nakas di samping ranjangnya. Ia pun berbaring lagi.

Dibukanya aplikasi Instagram. Pemuda itu hendak membuat Instastory seperti yang selalu ia lakukan. Setiap saat, setiap hari. Dasar YouTuber.

Selesai memasang caption pada fotonya, ia pun mem-post instastory itu. Tiba-tiba ia tersenyum sendiri. Dalam hatinya ia berkata, ganteng banget gue. Padahal tiba-tiba ngerapiin rambut sama pake kacamata juga gara-gara mau foto. Dih. /oke yang ini abaikan saja\

"Ah, mending gue beneran siap-siap. Gue kan ada kelas jam 7," ujarnya bermonolog. Pemuda itupun bangkit dari kegiatan berbaringnya, lantas mengambil handuk, keluar dari kamar, dan berjalan menuju kamar mandi.

.
.

"Ngapa lo, suram amat dah?" Ujar seorang pemuda yang duduk di samping Nelson. Beberapa kali ia menguap, menyebabkan kacamata yang ia kenakan merosot sampai ujung hidungnya.

"Yee, si ogeb, ngaca. Lo juga suram banget mukanya, kek gak tidur lima tahun," Nelson terkekeh sesaat setelah menjitak kepala kawannya itu.

"Gue emang gak bisa tidur semaleman," ujarnya sambil tertawa. "Tapi serius, muka lo gak kaya biasa dah. Lo kenapa?"

Lies [BeaconCream × 4Bro]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang