- empat; Lo Kenapa? -

450 48 41
                                    

"Makasih, Pak,"

Bapak-bapak berjaket hijau itu tampak merogoh kantong tasnya, "Mas, ini kembaliannya?"

Nelson menjawab cepat, sembari tersenyum. "Buat bapaknya aja,"

"Makasih banyak mas,"

"Iya pak, sama-sama," pemuda itu tersenyum, lalu berlalu masuk ke dalam rumah. Berbuat kebaikan memang indah. Nelson sangat senang jika ia bisa membantu orang lain. Selagi kamu masih sanggup untuk membantu orang lain, maka bantulah mereka dengan senang hati, begitulah yang selalu dikatakan oleh orangtua Nelson.

Ceklek..

"Pada akhirnya makan juga," ujarnya sebal. Bagaimana tidak? Dia punya rencana untuk tidak makan siang hari ini-sebut saja rencana untuk diet. Tapi, godaan ada di mana-mana, sob. Termasuk iklan yang kerap muncul di timeline Instagram, oh, dasar perusak rencana diet.

/truestory.g/

Nelson mendudukkan dirinya di kursi ruang makan. Ia letakkan sebungkus kotak makanan itu di atas meja, lalu membukanya perlahan. Seperti kotak kemasan makanan pada umumnya. Berwarna, dan kemasannya didesain menarik. Ia membuka kotak itu, dan sesaat kemudian, uap hangat menyapa wajahnya. -Dan membuat kacamatanya berembun.

Bersamaan dengan uap yang muncul itu, aroma lezat mulai menyeruak memenuhi ruangan-oke berlebihan.

Nelson menarik kembali kalimat penyesalan atas gagalnya diet yang ia rencanakan itu. Sebaliknya, ia justru senang. Makan adalah salah satu cara untuk membalikkan suasana hatinya yang buruk. Mengerti? Nelson dan makanan, hal yang tidak bisa dipisahkan.

"Itadakimasu!" Ujarnya, sembari meraih sumpit yang ada di atas meja. Baru saja Nelson hendak menyentuh soba itu menggunakan sumpit, tapi ia urungkan.

"Belom doa, astaga," ia menangkupkan kedua telapak tangannya, dengan mengaitkan masing-masing jarinya. Dengan menutup mata, ia mulai berdoa. Setelah kata 'amin' diucapkan, pemuda itupun mulai makan siang.

@a.syahbanur :
Jepang starter pack 🔥🤘@e.erpan1140 @zenmatho

Nelson tersenyum, senang melihat para sahabatnya berkumpul kembali seperti ini. Namun, disisi lain, kekosongan kembali menyelimuti dirinya. Sebentar lagi sudah saatnya liburan. Kawan-kawan kuliahnya merencanakan liburan bersama ke Bali, tapi Nelson menolak. Bagaimana bisa dia menerima ajakan teman-temannya tapi menolak ajakan sahabatnya sejak kecil? Ia tak mau lancang.

'Apa gue pulang aja, ya?'

///

"Dua hari lagi," Adhit tersenyum girang sampai deretan giginya terlihat. Ia mengamati layar ponselnya, yang menampakkan foto dirinya, Erpan serta Zen, yang baru saja diambil beberapa menit lalu.

"Sumpah ya, Dhit, lo udah kek orang mau napa gitu. Bilang 'dua hari lagi' sambil cengar-cengir. Norak," ledek Erpan dengan nada sok ketus.

"Lo gatau gue semangat, njing," Adhit tersenyum, walau kalimatnya itu penuh penekanan. Kesal.

"Udah, udah," yang paling tua menjadi penengah. Pria berpipi gembul itu mengusap kepala Erpan yang duduk di sampingnya. "Emang lo gak excited, Pan?"

Pemilik surai cokelat itu (sok) menatap tajam pria di hadapannya.  Ia tahu, ini awal dari perdebatan yang tidak perlu. "Gak."

"Bohong,"

"Tuh tau,"

"Gue kan cenayang,"

"Sekarang gue lagi mikirin apa?"

Lies [BeaconCream × 4Bro]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang