enam

17 1 0
                                    

"Ada yang mau lo ceritain ke gue, Nar?" Keanu memilih untuk duduk di tepi tempat tidur, memandang Binar yang tengah berbaring, tatapan gadis itu lurus pada langit-langit kamar.

"Enggak ada,"
"Barusan mimpi apa?"
"Mama..."
"Ada apa dengan Mama lo?"
"Dia benci sama gue,"
"Lo tahu dari mana kalau beliau benci sama lo?"
"Dia selalu bilang gue anak sialan"
"Memangnya apa yang udah lo lakukan sampai lo dibilang seperti itu?"
"Katanya gue anak gak tahu diri,"
"Nar, kalau bener lo anak sialan, dia gak akan ngelahirin lo"
"Tapi dia gak pernah sayang sama gue, kayaknya dia ngelahirin gue karena terpaksa..."
"Lo tahu gak, Nar? Yang namanya seorang Ibu, itu manusia paling tulus di bumi. Lo pasti tahu banyak banget kasus anak yang lahir di luar nikah, gini.. kalau semisal Ibu mereka benci sama mereka karena mereka lahir di luar nikah, lahir dari hubungan yang salah, lahir karena kesalahan, udah pasti digugurin, tapi lo ini ada karena sebuah pernikahan yang suci, Mama lo pasti bahagia waktu tahu dia hamil anak secantik lo, makanya dia senang lo akhirnya lahir, dia senang punya anak apalagi kayak lo.. Enggak ada Ibu yang benci sama anaknya, Nar"

Binar mengalihkan pandangannya pada Keanu. Ia menatap manik mata cowok itu dengan teduh, berbicara dengan Keanu seperti memberikannya kekuatan. Ada patah dalam hatinya yang perlahan disentuh sembuh ketika mendengar ucapan Keanu.

"Kenapa lo bisa ngomong kayak gitu? Memangnya lo punya anak, Nu?"

Keanu terkekeh keras. "Ngaco! Enggak lah, gue pernah dengar Bunda gue bilang kayak gitu..."

"Lagian gak mungkin gue ngelahirin anak, gue cowok anjir! Kalaupun gue punya anak juga itu masih lama, nikah belum ada niatan gue," lanjut cowok itu dengan cepat.

Hening kemudian menyelimuti keduanya. Mereka masing-masing tenggelam dalam pikiran masing-masing. Cahaya di dalam kamar tidak begitu terang, sebab lampu utama dimatikan dan hanya diterangi oleh lampu di atas nakas saja, juga sedikit cahaya dari luar, sebab jendela tidak dibuka.

"Mama..."
"Kenapa, Nar?"
"Mama meninggal,"

Ini berita yang mengejutkan bagi Keanu. Keanu tak tahu jika Binar menghadapi hidup seberat ini. Kini, ia kehilangan Mama-nya. Benar-benar kehilangan.

"Nar, lo harus istirahat dulu jangan banyak bicara..."
"Enggak, Nu, gue seneng ngobrol sama lo, lo bisa ngertiin gue.."
"Enggak, Nar, lo salah. Gue gak bisa ngertiin lo, gue cuma bertanya, dan lo menjawab, supaya lo tahu kalau selama ini lo cuma butuh bersuara dan didengar, cuma lo yang bisa pahamin diri lo sendiri dan caranya supaya lo bisa paham gimana? Berbicara."

Binar memejamkan mata. Kini rasanya ia tidak takut lagi menghadapi langkah, Binar tahu suatu saat nanti cahaya itu juga akan redup, tapi sebelum segala sesuatu terasa kembali benar, ia ingin bersama cahaya itu. Hidupnya sudah segersang oasis, kini ia dihampiri air, basah, dan membuatnya merasakan kembali hidup. Ia bertemu cahaya dalam gelapnya, dan sebelum cahaya itu redup, ia ingin memperbaiki segala yang telah remuk.

"Gue pergi dari rumah,"
"Kenapa?"
"Karena gue benci sama Papa, dia sering bertengkar sama Mama,"
Keanu mengembuskan napas, menunggu gadis itu kembali melanjutkan.
"Papa selingkuh, Mama juga selingkuh, dan gue selalu dikatain anak sialan,"
"Soal anak sialan tadi udah gue kasih tahu"
"Mereka egois, gue terus yang dibawa-bawa"
"Mereka hanya sedang punya masalah yang enggak bisa ditangani sama-sama"
"Gue benci rumah, sejak mama meninggal gue makin benci rumah"
"Nar, lo tahu lo selalu punya tempat untuk pulang"
"Tapi rumah bukan tempat gue pulang, Papa akan lupain gue dan dia akan sibuk sama selingkuhannya,"
"Lo mau ke mana lagi kalau enggak pulang ke rumah?"
"Gue... Gue bisa nyewa indekos, gue bisa tinggal di rumah sahabat gue, gue bisa tinggal di manapun yang penting gak di rumah,"
"Rumah adalah tempat di mana semua raga yang capek, pulang. Lo masih sebut itu rumah, jadi lo akan pulang ke sana. Enggak peduli apapun masalahnya, lo akan kembali. Kalau sekarang lo bersikeras ngaku lo benci sama Papa lo, bisa jadi selama ini lo yang terlalu keras sama diri lo sendiri. Papa lo tadi nelpon lo sewaktu lo tidur,"
"Dia bilang apa?"
"Enggak gue angkat, sebab gue enggak suka ikut campur masalah orang. Di sini, dia hubungin lo berarti dia peduli sama lo, kalau dia egois, dia enggak akan nelpon lo lagi."
"Kenapa lo bisa bilang kayak gitu?"
"Enggak penting kenapa gue bisa bilang kayak gitu. Nar, lo harus pulang, sebelum kata pulang enggak akan lagi jadi sesuatu yang nungguin lo dan lo gak akan pernah dengar kata itu lagi."

✨✨✨

"Kak..."

Gema berpaling dari layar laptop dan memandangi Arunika. Gadis itu membawakan secangkir teh hangat yang langsung ia letakan di atas meja Gema.

"Kakak tadi ke kantor?"

Gema mengangguk dan menyeduh teh yang dibawa Arunika.

"Kakak ketemu sama Ayah?"

"Kakak lagi sibuk, Ru. Kalau mau bahas soal dia, nanti aja."

"Aku tadi juga ketemu Ayah, Kak."

Mendadak saraf-saraf dalam tubuh Gema menegang. Wajahnya memerah. Ia benci mendengar kenyataan itu. Ia memandang Arunika lagi.

"Dia ngapain kamu?"

"Enggak, dia gak ngapa-ngapain aku. Dia cuma datang ke kampusku, lalu pas ketemu aku, dia bilang Kakak kurang ajar sama dia."

"Lalu?"

"Habis itu dia pergi."

Lega. Serius, Gema benar-benar mengembuskan napas lega mendengar hal itu. Arunika baik-baik saja, dan rupanya Ayahnya tak berniat mengganggu hidup mereka lagi. Gema kembali mengerjakan skripsinya.

"Kakak enggak mau keluar aja dari perusahaan Ayah?"

"Enggak bisa, Ru. Kamu tahu alasannya kenapa."

"Tapi aku takut kalau---"

"Ru, jangan takut, ya? Ada Kak Gema di sini. Dia enggak akan nyakitin kita lagi. Orang jahat itu enggak lagi datang ke rumah ini."

"Tapi, kenapa Kak Gema enggak mau keluar dari kantor Ayah?"

"Kak Gema kan sudah bilang ke kamu. Sudah, jangan bahas ini dulu. Kamu bisa kembali ke kamarmu."

"Kak, kabar Binar gimana?"

Binar...

Gema memejamkan matanya sejenak. Mendengar nama itu kembali mengudara di porosnya, Gema merasa sudah lama sekali tak bertemu dengan pemilik nama indah itu. Gema baru menyadari, ia benar-benar merindukan sosok itu.

"Kakak juga enggak dikabari apa-apa lagi dari Om Galih. Mungkin Binar memang belum pulang."

"Kakak enggak mau nyari Binar? Kita cari sama-sama, Kak. Aru kangen Binar."

"Ru, sekarang tidur dulu. Besok kamu kuliah, 'kan? Nanti kita cari Binar besok."

Terdengar suara motor berhenti di depan rumah. Lalu tak lama, pintu rumah diketuk dengan cepat. Arunika terkejut, Gema was-was.

"Kak... Ayah..."

"Bukan. Kita lihat dulu, ya?"

Gema berdiri dari duduknya. Melangkahkan kaki dengan tegas, sementara Arunika mengekori dengan rasa takut tak tertandingi. Ada perasaan berdebar yang tidak samar, ia bersyukur dikaruniakan seorang Kakak laki-laki baginya yang sangat pemberani. Gema membuka pintu dengan tenang, sekaligus mempersiapkan diri untuk menghadapi siapapun yang menunggu dibukakan pintu di luar sana. Hingga akhirnya matanya bertemu dengan manik mata itu.

✨✨✨✨

The Nights [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang