"Dari mana kamu?"
"Baru balik dari rumah Aru, Ma,"
"Anak kurang ajar! Main saja terus kamu, saya dan Galih biayain kamu sekolah bukan cuma untuk main-main aja, ya! Jadi orang kamu, bukan jadi jalang!"
"Ma, aku cuma main di rumah Aru, bukan jadi jalang kayak yang Mama bilang, Mama kan sudah tahu Aru dan Kak Gema. Mama kenal baik sama Ibu mereka."
"Aku memang kenal mereka, tapi kamu yang tidak kenal siapa Ayah mereka! Jangan pernah keluyuran lagi kamu!"Deru mesin mobil berhenti di pekarangan rumah, Galih melangkah masuk dengan ekspresinya yang tidak bersahabat. Memandang lurus pada satu objek yang menjadi alasannya untuk pulang malam ini.
"Gila, kamu, ya? Binar ngapain kamu sampai kamu marahin dia begitu?!" Suara teriakan Galih membuat Binar beringsut menjauh, namun menghadirkan gelak tawa Seranda.
"Pergi lo, ngeroom aja sana sama sekretaris lo itu, ngapain pulang?" balas Seranda dengan sinis dan menusuk.
"Ma..."
"Anak sialan, diam!"
Anak sialan.. Anak sialan.. Anak sialan..
Binar terbelalak, napasnya memburu, peluh bercucuran deras di keningnya, ia terbangun. Dadanya sesak, ia coba menahan sesak di dada dengan terus berusaha bernapas, tengok jam dinding. Pukul 3 pagi, dengan suhu di ruangan yang mulai mendingin. Ia peluk dirinya sendiri, rasanya seperti sedang berada di ambang liang lahat. Ia sulit bernapas, sebab pikirannya tidak mau melepas sesak.
Anak sialan!
Ia bisa dengar kata-kata itu menampar keras indra pendengarannya. Tak hambar, namun rasanya ingin segera melempar tubuhnya pada lautan lepas.
Anak sialan!
Apa semesta tidak pernah sudi membuat ia bernapas lega? Rasanya semakin ia memompa paru-parunya, semakin ia dicekik dan susah bernapas. Ada yang lebih parah dari mimpi buruk, yaitu mimpi buruk dari kejadian nyata yang pernah dialami.
Dengan pandangan yang masih kabur, Binar turun dari tempat tidur, di tengah ruangan kamar yang gelap, ia segera masuk ke kamar mandi. Ia ingin membuat dirinya lebih tenang, dengan caranya sendiri.
✨✨✨
Kalau mendengarkan suara cicak di tembok tiap malam, itu bukan lagi hal biasa buat Keanu. Tetapi jika mendengarkan suara teriakan cewek pada pukul 3 dini hari, itu baru lah sesuatu yang luar biasa buat Keanu.
Keanu belum tidur, ia masih berkutat dengan segala tugas-tugasnya. Dengan sepuntung rokok di antara jemarinya yang sisa setengah batang, bersama segelas kopi yang mulai mendingin di atas meja belajarnya, ia tenggelamkan yang kelam dari gelapnya malam dan berkawan dengan suasana sepi yang mengelilinginya. Sayangnya sepi itu dipecah oleh teriak seorang gadis yang berada di kamar sebelah, membuat aktivitas Keanu terhenti lalu ia pilih untuk melihat ke kamar di mana Binar istirahat. Tidak punya maksud apa-apa selain ingin pastikan gadis itu baik-baik saja. Langkahnya berhenti di depan pintu kamar, ia ketuk pintu itu dengan agak kencang. Sayangnya tak ada jawaban apapun dari dalam, tak ada suara apapun di dalam sana. Sebentar, bukan tak ada suara apapun, tajamkan pendengaran, bisa Keanu dengan samar suara guyuran air yang keluar dari shower. Ia tarik kesimpulan, mungkin sedang mandi. Ya, sesederhana itu dan Keanu kembali ke kamarnya.
Sayangnya hingga fajar sapa bentala, dan langit tak lagi berwarna hitam, Keanu sudah siapkan dua piring nasi goreng di atas meja makan namun Binar tidak jua keluar dari kamarnya. Keanu masih tak memikirkan apapun, baginya tak ada kejanggalan atau hal aneh yang terjadi pada gadis itu. Siapa tahu gadis itu sedang lelah dan bangunnya hari ini akan terlambat. Maka, Keanu menyantap sendiri nasi gorengnya, sisakan satu piring lain untuk Binar. Sehabis sarapan, Keanu mencuci piringnya dan bersiap-siap untuk ke kampus karena ia ada kelas pagi hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Nights [COMPLETE]
General FictionSebab malam yang kelam takkan punya langkah tanpa sinar. -Binar Renjana copyright@2019 by tulisanmembiru ⚠️18+