4 : Can We Love?

94 15 2
                                    

Is it only my miss understanding? I want to believe that you feel the same no one can understand but I want to ask you, do you love me?
—Do You Love Me, 2Ne1.







Aku terdiam menatapnya dengan nafas yang sulit kukendalikan. Jimin menatapku dalam, seperti mencoba menelusuri sesuatu di dalam bola mataku.

"J-Jimin." Lirihku dengan jantung yang berdegup kencang. Tidak tahu dengan apa yang terjadi sebenarnya saat ini. Posisi kami sangat intim, bahkan kelewat salah untuk kami yang notebene tidak ada hubungan apa-apa.

"Kau cantik."

Jimin tersenyum dan meraba wajahku dari atas rambut hingga berakhir di depan bibirku. "Kenapa aku tidak pacaran denganmu saja sih?"

Aku menurunkan tangannya pelan, menghela nafas. "Jangan begini, aku tidak bisa melakukan ini pada kakakku sendiri." Aku menatapnya sendu, sekaligus mencoba menyadarkan diriku sendiri.

"Sedang apa kalian berdua?"

Suara itu datang dari Jihyo. Rautnya yang awalnya gembira, seketika berubah bingung melihat posisiku dengan Jimin.

Ia terlihat baru saja kembali setelah berbelanja, terlihat dari beberapa tas bermerek di tangannya.

Aku panik karena Jihyo mungkin saja menyadari keanehan diantara kami. Buru-buru aku turun dari pangkuan Jimin, meneguk saliva kasar.

"O-oh, kau sudah pulang?" Tanyaku berusaha mengalihkan perhatiannya.

Namun tampaknya Jihyo masih memandang curiga pada kami berdua, terlihat dari tatapannya pada Jimin.

"Adikmu hampir tergelincir setelah tidak sengaja menjatuhkan minuman tadi. Kalau aku tidak tahan, dia bisa terjatuh. Kau mau dia masuk rumah sakit dan akhirnya menghabiskan tabungan?"

Jimin menjawab dengan begitu santai, sulit untuk mengetahui bahwa ucapannya tadi adalah sebuah kebohongan. Benar-benar ular bermuka dua.

"Benarkah?" Tatapannya Jihyo beralih kepadaku—menuntut pembenaran.

"Y-ya, itu benar. Aku tidak sengaja menumpahkan minuman tadi." Aku tersenyum kikuk.

"Kalau begitu dimana tumpahan minumannya?"

"Hanya sedikit." Jimin melangkah mendekat ke arah Jihyo. Ia memeluknya dari samping, mengecup pipinya lembut. "Sudah, lupakan saja semua ini. Aku menunggumu sedari tadi."

"Kau menungguku?" Jihyo tampak tak percaya. Ia sepertinya sudah mulai terpancing dengan Jimin. Setidaknya aku bisa selamat kali ini.

"Eonni, aku ke akan atas."

Jihyo mengangguk dan tersenyum padaku. "Yang lama ya." Ucapnya berbisik.

•••

Aku menjatuhkan diri di atas ranjang bersamaan dengan bibirku yang menghela nafas panjang.

Apa yang harus aku lakukan?

Aku lagi-lagi memikirkan Jimin. Bibir kami yang bersentuhan, ucapannya, dan tatapannya yang begitu dalam terhadapku.

Perasaanku tiba-tiba diliputi rasa bersalah, begitu terjepit diantara Jihyo yang sama sekali tidak curiga padaku.

Aku merasa—aku adalah adik terjahat di dunia. Dasar tidak tahu diri.

"Hyunji-ya."

Kudengar pintu kamarku terbuka perlahan. Aku menghela nafas dan membuka mataku.

"J-Jimin-ah. Kenapa kau disini?" Aku cukup terkejut dengan kedatangannya. "Dimana Jihyo?"

"Dia baru saja menerima telefon untuk rekaman kedua." Jimin melangkah mendekat. "Dia sibuk sekali." Kudengar helaan kecewa dari suaranya.

"Lalu kenapa kau malah disini?" Aku memiringkan kepala bingung. Biasanya Jimin akan mengantar Jihyo untuk memastikannya aman sampai di tujuan.

"Aku ingin bersamamu."

"Apa?"

"Aku yakin kau mendengarnya."

Jimin semakin melangkah mendekat, hingga aku terpojok di sudut lemari.

"Y-ya, apa yang kau lakukan."

Jimin mengangkat kedua tangannya dan meletakkannya di samping tubuhku. Ia sangat mengintimidasiku. Aku bahkan tidak bisa kabur.

Ia mengelus rambutku dan meletakkan helaian rambutku di belakang telinga. Tangannya menyentuh telingaku, memutarnya disana.

"J-Jimin-ah.." Aku takut sekali melihat tingkahnya sekarang.

"Apa aku boleh menciummu?"

Aku menatapnya pelan dan tidak memberikan kata apapun.

Cup!

Bibirnya lagi-lagi menciumku. Kali ini lebih intens karena Jimin melumatnya dengan begitu lembut.

Aku membeku ditempat, perlahan meremas pakaiannya.

"Balas aku." Ucapnya di tengah-tengah ciuman.

Dengan ragu, aku mulai menggerakan bibirku mengikuti iramanya. Berbeda dengan tubuhku yang membalas perlakuannya, hatiku semakin merasa bersalah.

Memikirkan satu nama.

Kim Jihyo.

Bagaimana aku membalas ciuman Jimin, sudah membuktikan bahwa aku memang mencintai pacar kakakku sendiri.

Aku membenci diriku sendiri, teramat.

—Menyesali hal itu.





[]

happy weekend, my! 💜

30-10-21.

Siblings | PJMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang