You're the one in my heart
You're my only one.
—Say it. What Are you Doing?, Descendants of The Sun Ost.Ini canggung—terlalu canggung untuk disaksikan. Bagaimana aku dan Jimin hanya duduk berdua ditemani cahaya lampu dan hidangan makanan yang menggugah selera.
Dalam hati, tak henti-hentinya aku mengumpati Jihyo yang dengan sengaja pergi dari rumah.
Mengatakan dia ada acara dengan Jennie, membiarkanku menikmati waktu luang dengan mantan pacarnya.
Aku bahkan tidak tahu nama hubungan apa diantara kami. Seperti third wheel yang tidak bisa diperkirakan—sudah gila tapi tidak seperti sinetron juga.
"Jadi?" Suara Jimin membuyarkan seluruh lamunanku. Ia menatapku tidak yakin.
"Aku juga tidak tahu kita sekarang bagaimana." Aku terkekeh canggung, tidak yakin juga harus menjawab apa. Sudah kukatakan bahwa yang kemarin mengirim kan pesan bukanlah aku, melainkan Jihyo sehingga pada akhirnya menghasilkan keadaan canggung seperti ini. Ah, kalau tahu akan menjadi seperti ini seharusnya aku tidak mengatakan yang sebenarnya.
"Bagaimana hubunganmu dengan Jihyo?"
Aku tersenyum tipis. Kulihat kecemasan dalam wajah Jimin. "Tenang saja. Semuanya lebih baik. Dia memang menangis pada awalnya, tapi dia juga memiliki alasan sendiri."
"Kau tidak terkejut?"
Aku menghela nafas pelan. "Tentu saja aku terkejut. Bagaimana bisa kalian putus padahal sudah cukup lama berpacaran?"
Jimin terkekeh, seperti sudah memprediksi hal ini. "Awalnya aku juga berusaha sebaik mungkin untuk menjaga perasaanku agar tetap pada Jihyo. Tapi aku memang tidak bisa memungkiri bahwa aku juga mencintaimu."
"Kau menyayangi Jihyo tapi juga mencintaiku? Maksudmu begitu?" Ucapku tepat sasaran. Terlihat dari ekpresi Jimin yang begitu terkejut mendengarnya.
"Kau pintar." Jimin tersenyum. "Kami mungkin lebih cocok menjadi teman. Lagipula jika agensi tahu kami akan tamat."
"Persis seperti yang dikatakan Jihyo."
"Kalau begitu semuanya sudah selesai kan? Ayo kita makan." Jimin mengambilkan sepiring hidangan khas Korea kepadaku. Aku tersenyum dan berterima kasih padanya.
"Kau suka?"
Aku mengangguk semangat. "Enak sekali, dagingnya lembut."
"Syukurlah kau menikmatinya." Jimin tersenyum melihatku menikmati makanannya.
•••
"Hyunji-ya."
Aku mendongak melihat Jimin menatapku. Ia sepertinya ingin berbicara.
"Iya?"
"Aku ingin mengatakan sesuatu padamu."
Aku terdiam menunggunya kembali membuka mulut.
"Aku—" Jimin menatapku dalam, menyimpan kegugupan di dalamnya. "Aku mencintaimu Ji."
Aku masih saja terdiam. Meski sudah berkali-kali Jimin mengatakan bahwa dia mencintaiku, tak bisa kupungkiri bahwa jantungku masih saja berdebar karena pengakuan itu.
"Aku ingin kita berpacaran. Memulainya dari awal. Melupakan masa lalu."
Jimin menatapku tulus, sangat tulus. Ia menarik tanganku untuk dipegangnya. Menunggu jawabanku.
"Jimin-ah." Aku tersenyum.
"Kau tahu bagaimana sulitnya aku menepis perasaan ini? Aku sudah mencoba berkali-kali untuk menghapusnya, tapi yang kudapat hanyalah rasa sakit yang teramat dalam." Aku balas menatapnya serius, bersiap mengatakan hal yang dari dulu aku pendam. "Aku juga mencintaimu. Park Jimin."
Kulihat mata Jimin berbinar mendengarnya. Ia tidak bisa mengekpresikan kebahagiaannya hingga mengecup tanganku berulang kali. "Kita berpacaran?"
Dengan malu aku mengangguk.
"Setelah ini bagaimana kalau kita berdansa?" Tanya Jimin tiba-tiba.
"Berdansa? Um, aku tidak yakin. Aku bahkan tidak tahu cara menggerakan tubuh dengan benar."
Jimin tersenyum. "Aku akan mengajarimu, jadi ayo berdansa."
Dengan ragu, aku pun menerima ajakan Jimin. Musik mengalun dengan lembut, sangat cocok untuk menari.
"Hyunji-ya." Panggilnya lembut.
"Hmm?" Kufokuskan untuk menatap matanya yang seindah bulan sabit itu.
“I love you.
I want to apologize for making you feel worse and making a stupid triangle love with your sisters.
Last but not least, please don't ever leave me ya?”
Aku tersenyum dan merasakan mataku berembun mendengar ucapan manis dari Jimin. "Why you love me that much, Jim?"
“Cause you're Hyunji. Just you and not the others. Tbh, I don't have any reason why I love you that much, maybe..
cause I just love everything about you.”
“Jimin ah..
Can I kiss you?” Tanyaku masih menatap matanya dalam.
Jimin mengangguk dan mendekatkan dirinya padaku. Membiarkan bibirku mengklaim miliknya.
Ini adalah hal termanis yang pernah kurasakan. Lebih tepatnya, setelah deklarasi itu, hari ini, malam ini, dan detik ini adalah malam termanis yang pernah aku rasakan.
“Jim, I cannot say how much I love you. But believe me, I love you for infinity. Maybe more than myself. Thank you for loving me, Park Jimin.”
[END]
Iya, ini udh end. Gantung ya? Story ini emg cuma hasil dr kegabutan aku aja, jadi gk terlalu berat atau serius. Mungkin kl sempet aku akan buat bonus part setelahnya. Ditunggu y. ><
KAMU SEDANG MEMBACA
Siblings | PJM
Fanfiction"Why im inlove with my sister's boyfriend?" Jika saja semuanya berakhir, apa aku bisa memilikinya? Mungkin ini aneh. Tapi nyatanya, aku jatuh cinta pada pacar kakakku sendiri. Ya, kalian tidak salah dengar. Park Jimin, laki-laki yang selalu perhatia...