5 : Be a Coward

81 16 1
                                    

Tell me honestly, your trust is already broken
Like a broken window, can't put it back together.
—Domino, (Ft. Crush) 1The9.




(vote dl yu sebelum membaca. ^^)






Setelah kejadian beberapa hari lalu dimana kami berciuman, aku dengan sengaja memutuskan segala kontak dengan Jimin.

Aku begitu menyesalinya bahkan sampai malam itu aku sama sekali tidak bisa memejamkan mata. Berkali-kali terus memikirkannya.

"Hyunji-ya!"

Jihyo dengan nada riang masuk ke dalam kamarku. Ia membawa beberapa baju di tangannya.

"Eonni." Aku bangkit dari ranjang, lantas mengernyit bingung. "Untuk apa baju-baju itu?"

"Aku ingin meminta saran." Jihyo mencocokkan salah satu baju ke tubuhnya. "Bagaimana dengan ini?"

Aku mengangguk. Baju apapun yang Jihyo pakai pasti akan selalu terlihat bagus. Aku tidak mengerti kenapa dia meminta saran padahal dia memang sudah terlihat cantik.

"Jangan bohong. Aku benar-benar bingung harus memakai baju yang mana."

Aku memutar bola mata malas. Tidak percaya dengan omongannya. "Jujur, itu bagus. Kau selalu cantik dengan pakaian manapun."

"Kalau yang ini bagaimana?" Ia mencocokkan baju lain ke tubuhnya. Kali ini sebuah dress berwarna hitam.

"Bagus. Terlihat elegan."

Jihyo mendengus, tampaknya tidak senang dengan komentarku barusan. "Yang tadi kau bilang bagus, yang ini juga. Jangan membuatku bertambah bingung Hyunji-ya!"

"Aku memujinya salah, mengatakan yang sebenarnya juga salah, lalu aku harus bagaimana? Mengatakan jelek begitu?"

"Ya, katakan begitu!"

Mataku membulat mendengarnya. Akhirnya memutuskan untuk menyerah dan bertanya. "Arasseo. Aku akan katakan mana pakaian yang bagus. Kau mau kemana? Pesta? Rekaman? Jumpa fans?"

Jihyo menggeleng. Kulihat semburat merah di kedua pipinya. "Aku akan makan malam dengan Jimin."

Makan malam dengan Jimin?

Aku terdiam, seperti merasa sakit entah kenapa. "Dia mengajakmu?"

Jihyo mengangguk. "Makanya aku bingung pakaian mana yang harus kupakai."

"Y-yang dress hitam itu bagus." Aku menunjuk dress yang sebelumnya Jihyo kenakan.

"Kau serius? Baiklah kalau begitu. Aku akan memakainya. Gomawo Hyunji-ya! Aku akan menraktirmu besok!" Jihyo tersenyum dan melambaikan tangannya kepadaku sebelum keluar dari kamar—bersiap makan malam bersama Jimin.

•••

Pukul enam sore, aku baru saja selesai mandi ketika suara dentinan mobil terdengar dari luar.

Itu pasti Jimin.

Aku tidak terlalu berharap banyak, tentu saja. Meski sedekat apapun dengan Jimin, aku yakin pria itu tetap akan memilih Jihyo. Si cantik dan populer. Aku juga menyetujui mereka bersama. Aku menyadari posisiku. Mendukung mereka bersama adalah cara terbaik.

"Eonni, sepertinya pangeranmu sudah datang." Aku mengetuk pintu kamarnya—menunggu balasan.

"Bisa kau bukakan pintunya terlebih dahulu? Aku akan turun beberapa menit lagi."

Aku terdiam sejenak. Itu berarti aku harus bertatap muka dengan Jimin setelah beberapa hari menghindarinya?

"Aku belum siap, aku bahkan belum mengeringkan rambutku!" Ucapku beralasan.

"Aku masih harus merias wajahku Hyunji-ya, kali ini saja. Ya?"

Mendengar suara memelas Jihyo, aku tahu bahwa dia benar-benar ingin terlihat sempurna malam ini. Aku menghela nafas kasar, demi Jihyo aku akan bertatap muka lagi dengan Jimin.

"Baiklah. Tapi cepat, aku tidak akan menemaninya sampai kau turun."

Perlahan aku menuruni tangga, hatiku berdebar tak karuan mengetahui siapa yang menunggu dibalik pintu.

Setelah berkali-kali menghembuskan nafas, aku memutar knop pintunya perlahan. "A-ayo masuk, Jihyo akan turun sebentar lagi."

Jimin menatapku sejenak, terlihat ingin menyampaikan sesuatu. Segera saja aku berbalik, tidak ingin membuat kontak apapun. Bagiku, semuanya sudah lenyap sekarang. Ini adalah waktunya untuk Jihyo. Aku tidak boleh merusaknya.

"Aku akan ke kamar. Tidak apa-apa kan kutinggal sendiri?"

"Sebentar." Jimin menahan tanganku dan menariknya perlahan. Membuatku mundur beberapa langkah.

"Aku ingin berbicara denganmu."

Aku masih terlalu takut untuk berbalik. Diam-diam memejamkan mata, berusaha menetralkan perasaanku yang berdebar tak karuan.

"Hyunji-ya."

Aku menggeleng, berusaha melepas tangannya. "Kau kemari untuk Jihyo, jangan merusaknya."

"Aku membenci ini." Jimin menarikku cepat hingga wajah kami hanya tersisa jarak beberapa senti. "Kenapa kau menghindariku?"

"J-Jimin-ah."

"Kenapa kau tidak menjawab telfonku?"

"Lepaskan, kumohon."

"Apa kau membenciku?"

"Apa yang kalian lakukan?"

Jihyo menatap kami heran. Langkahnya terhenti di atas tangga.

Aku dengan cepat melepaskan diri, menjauh dari Jimin. "Tadi ada serangga, aku takut dan tidak sengaja memeluk pacarmu. Maaf ya, eonni." Aku terkekeh canggung. Menetralkan diriku sendiri.

Kulihat Jimin masih saja menatapku. Ia terlihat sendu, seperti membenci ini semua.



[]

Mungkin story ini akan pendek. Just 10 chapter maybe?

Siblings | PJMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang