The words I could not say they become a long sigh.
—Tears Are Falling, 49 Days Ost.Happy Reading!
—♥
"Manis."
"Uhuk! Uhuk!"
Aku terbatuk mendengar Jimin tiba-tiba saja mengatakan yang hal tidak masuk diakal. Melihat reaksiku, ia langsung mengambil air dari dek mobil dan membantuku meminumnya.
"Gwenchana?"
Aku mengangguk namun dengan perasaan yang jauh berbeda dari sebelumnya. Berdebar kencang. "Apa yang kau katakan tadi?"
"Kau makan sangat lucu, makanya aku katakan kau manis." Jawabnya begitu santai-sama sekali tidak merasa bersalah dengan efek yang terjadi padaku.
"A-aku akan makan di mobil saja. Kau pasti merindukan Jihyo kan?" Tanyaku mengalihkan tatapannya.
"Anni. Aku malah sedang memikirkanmu."
Aku menatap Jimin tak percaya. Antara hanya bualan atau memang serius. Dia benar-benar bisa membuatku jatuh cinta jika terus seperti ini. "Candaanmu tidak lucu." Kekehku rendah.
"Aku tidak bercanda." Tatapannya menjadi lebih serius dan mengintimidasi. "Aku suka melihatmu. Makan seperti itu, entah kenapa membuatmu lebih cantik."
Aku terkekeh kaku, tidak mengerti dengan situasinya sekarang. "Berhenti bermain-main. Jika Jihyo tahu, kau bisa dalam masalah besar. Aku ini adiknya." Ucapku setengah memperingati.
Jimin mengubah posisinya, kali ini menumpu dagu dan matanya masih saja menatapku. "Biar saja. Jihyo tidak akan percaya pada adiknya ini."
"Jim!" Aku kesal melihatnya terus saja bermain-main. Jimin tertawa dan mengusak rambutku hingga berantakan. "Kalau begitu saja marah, bagaimana kau bisa punya pacar?"
"Aku memang tidak membutuhkannya!" Balasku cepat. Aku kembali menikmati hotteok yang baru saja kubeli tadi.
"Apa kau serius berumur 22 tahun?"
Pertanyaannya kali ini sungguh amat menggangguku. Aku meletakkan hotteok di dalam gelas dan berdecak kesal. "Tentu saja. Memangnya kenapa? Aku kelihatan tua saat makan hotteok? Mau mengejekku?"
"Tidak." Gelengnya. "Aku hanya ingin mengatakan makanmu benar-benar seperti anak kecil, Hyunji-ya." Jimin mengangkat tangannya dan membersihkan kacang di sudut bibirku.
Aku menjadi kikuk sendiri dan mulai makan kembali dengan hati-hati-menganggap hal barusan tidak pernah terjadi dan hanyalah angin lalu.
Disela-sela makanku, tiba-tiba saja ponsel Jimin berbunyi. Terdapat nama Jihyo disana.
"Kau hanya menamai pacarmu sendiri dengan namanya? Apa-apaan itu?" Tanyaku langsung.
"Jika aku menamainya dengan sesuatu yang romantis, agensi akan mengetahuinya dan membunuhku." Jimin berkata santai. "Tapi yang paling penting, dalam realita aku hanya memanggil nya dengan berbagai panggilan sayang."
Aku menggelengkan kepala jengah-lebih memilih menghabiskan hotteok dan membuangnya ke tempat sampah yang berada di dalam mobil.
"Kalian sudah pacaran berapa tahun?" Aku tiba-tiba saja penasaran.
"Kau benar-benar cerewet sekali ya. Ingin sekali ku cium supaya diam."
Mataku membulat mendengarnya. Frontal sekali. Aku lagi-lagi merasakan jantungku berdetak melebihi batas. Ini tidak bisa dibiarkan.
"T-tadi ada pesan dari Jihyo kan? Kenapa tidak kau baca?" Tanyaku mengalihkan pembicaraan.
"Oh iya, aku lupa." Jimin mengambil ponselnya dan memutus atensinya dariku. Aku menghela nafas pelan.
"Jihyo sudah selesai rekaman." Ucap Jimin. "Aku jalankan mobilnya ya. Kau sudah selesai makan kan?" Tanpa menunggu jawabanku, ia segera saja melajukan mobilnya dan pergi dari depan stand.
Melihat hal itu, aku lagi-lagi menghela nafas pelan. Jimin memang begitu mencintai Jihyo hingga tidak mau membuatnya terlalu lama menunggu.
•••
"Jihyo-ya!"
Aku melihat seluruh adegan dimana Jimin memeluk Jihyo seperti sepuluh tahun tidak bertemu. Aku mengikutinya dengan langkah gontai, tidak terlalu tertarik sebenarnya.
"Hyunji-ya!"
Jihyo tersenyum manis dan memelukku erat. Aku ikut tersenyum dan membalas pelukannya. "Bagaimana rekamannya?"
Jihyo mengangguk senang. Sepertinya berjalan baik, selalu begitu. "Lumayan. Mungkin akan dirilis beberapa bulan lagi. Oh ya, kenapa kalian begitu lama?"
"Adikmu makan sangat banyak." Jimin dengan cepat menyela. "Dia bahkan rakus seperti tikus."
"Ya!" Aku berdecak kesal mendengar ejekannya sedangkan Jihyo hanya tertawa.
"Aku akan ke mall bersama Jennie. Hyunji-ya, kau mau ikut?"
Aku menggeleng, benar-benar lelah dan hanya ingin pulang lalu berbaring. "Aku akan pulang saja, Eonni."
"Kau serius?"
Aku mengangguk. "Kalian berdua saja, lagipula aku tidak mau menganggu."
Aku duduk di sofa yang tersedia di ruang rekaman. Melihat Jihyo yang mulai bergelanyut manja di lengan Jimin. Aku lagi-lagi tersenyum tipis.
Selepas keduanya pergi, seseorang menghampiriku. "Nona Hyunji?"
Aku mengangguk ragu. "Maaf, tapi aku tidak memesan taksi."
"Tapi taksi ini memang dipesan atas nama nona."
Aku mengerucutkan bibirku kesal. Pasti Jihyo yang memesankan taksi untukku.
"Tuan Jimin memintaku membawa Nona dengan selamat."
"A-apa?"
Aku tidak bisa berkata-kata. Begitu terkejut dengan omongannya. "Jimin? Maksudmu Jimin yang bersama gadis cantik tadi?"
Ia mengangguk. "Ya dia, sebelum mengantar gadis cantik tadi dia memintaku untuk mengantar Nona."
[]

KAMU SEDANG MEMBACA
Siblings | PJM
Fanfiction"Why im inlove with my sister's boyfriend?" Jika saja semuanya berakhir, apa aku bisa memilikinya? Mungkin ini aneh. Tapi nyatanya, aku jatuh cinta pada pacar kakakku sendiri. Ya, kalian tidak salah dengar. Park Jimin, laki-laki yang selalu perhatia...