The moment our eyes met, I think about it every night
What can I do to stop confusing you?
—Be With You, AKMU.
Kim Hyunji
Lagi-lagi aku menghela nafasku kesal. Aku baru saja keluar dari area kampus setelah 5 jam terjebak dengan dosen yang kelewat bebal dan sulit diajak bicara.
"Seharusnya tidak usah bilang padaku akan tepat waktu jika akhirnya terlambat juga."
Aku menggerutu seorang diri begitu membaca pesan yang kukirim pada Jihyo—Kakakku yang akhirnya hanya dibalas begitu singkat.
Sambil menunggu, aku duduk di area pinggir kampus. Melihat sedikit mahasiswa disana dan tersenyum karena sejujurnya aku membenci keramaian. Berbeda dengan Jihyo yang amat suka dikelilingi banyak orang.
Jika dibandingkan dengan Jihyo, aku hanyalah sebuah potongan kertas kecil yang tidak ada artinya.
Wajah Jihyo sangat cantik, memiliki relasi yang memungkinkan dirinya untuk bersinar dan menjadi populer dengan begitu mudah.
Ia mencintai keramaian.
Berbeda sekali denganku yang menyukai musik klasik dan kicauan burung pagi. Menyukai jika hanya ada diriku disana. Sendirian, dan juga keheningan.
Jarang sekali orang-orang mengetahui bahwa aku adalah adik dari Kim Jihyo, mahasiswa yang begitu manis dan populer—kesukaan semua orang. Bahkan jika orang tahu, mereka pasti akan sangat terkejut dan akan membandingkan kami berdua. Aku sangat membenci hal itu. Itulah sebabnya, aku selalu berusaha menjauh dari segala hal yang berhubungan dengan kakakku sendiri.
"Hyunji-ya!"
Aku menoleh, mengecek siapa yang memanggilku. Saat mengetahuinya, aku segera saja tersedak—buru-buru menutupi diri walaupun mustahil.
"Ya, aku sudah melihatmu. Percuma saja menyembunyikan diri seperti itu."
Aku mendengus, menggeser diri saat orang itu dengan leluasa mendudukkan diri di sebelahku.
"Kenapa kau disini? Dimana kakakku?"
"Justru itu, aku kemari disuruh olehnya. Dia sedang sibuk mengurusi rekaman, jadi karena aku pacarnya yang baik, aku menjemputmu."
Aku memutar bola mata malas mendengar bualannya. Tidak ingin berlama-lama karena takut mahasiswa lain akan mengenali, aku segera saja berdiri dan berkacak pinggang. "Ayo, antar aku kepada Jihyo."
Melihat tingkahku yang semena-mena, ia berdecak namun akhirnya ikut berdiri. "Fiy, aku pacar kakakmu. Calon kakak iparmu dan kau baru saja memerintahku barusan."
"Tapi kau tidak bisa menjadi kakak iparku jika aku tidak memberikan restu." Aku menjulurkan lidah mengejek sebelum—
"Ya! Itu Park Jimin!"
Teriakan segerombolan mahasiswa terdengar dari sebrang.
Melihat beberapa gadis mulai berlari ke arahku—lebih tepatnya pada Jimin, segera saja aku menarik tangannya dan membawanya keluar dari area kampus tak peduli reaksinya nanti.
Setelah merasa cukup aman, segera saja aku mengurangi kecepatan.
"Ya, apa-apaan itu tadi?" Tanyanya menetralkan nafas.
"Apa aku bilang, mereka akan mengenalimu."
Sedikit kujelaskan, bahwa pacar kakakku ini adalah Park Jimin. Salah satu member dari grup BTS, grup yang sedang naik daun hingga masuk ke dalam pasar internasional. Akan sangat buruk jika mereka tahu bahwa aku bersama Jimin. Skandal akan menguak dimana-mana dan Jihyo tentu saja akan membunuhku.
"Ayo masuk ke dalam mobil sekarang."
Jimin menarik tanganku dan menjalankan mobilnya segera. Setelah mesin menyala, ia lebih dulu mengambil ponselnya dan membuat panggilan yang aku tahu jelas ditujukan pada siapa.
"Hallo, Sayang?"
Aku diam tanpa berniat untuk mengganggu. Menunggu sampai mereka selesai berbicara.
"Ya, aku sudah menjemput adikmu. Dia aman, tenang saja."
Jimin mendengus saat mendengar balasan di sebrang sana. "Aku tahu, tidak akan macam-macam."
"Eonni, aku bahkan tidak tertarik dengan pacarmu!" Teriakku mendekatkan diri pada telfon di telinga Jimin.
"Kau dengar bukan? Kalau begitu aku tutup telfonnya. Saranghae." Jimin tersenyum dan mengakhiri sambungan. Cih, benar-benar pasangan tidak tahu diri. Bagaimana bisa mereka bermesraan di depanku?
"Jangan iri."
Apa katanya? Aku menatapnya malas. "Siapa yang iri pada kalian? Aku hanya lapar. Kehabisan energi."
"Kau lapar?"
Tak seperti yang aku duga, Jimin tampak terkejut dan tiba-tiba saja menghentikan mobilnya.
"Ya! Aku pikir aku mati!"
"Kenapa tidak bilang dari tadi?"
Melihat tatapannya yang begitu mengintimidasi, tentu saja aku menelan ludah gugup. Tiba-tiba saja Jimin begitu khawatir.
"K-kau tidak bertanya padaku."
Jimin menjalankan mobilnya kembali dan berhenti di depan sebuah stand makanan. "Kalau kau lapar, seharusnya katakan padaku."
Aku terdiam bingung namun perlahan tersenyum tipis. Jimin memang memiliki auranya sendiri. Aura yang membuat siapa saja yang berada di dekatnya merasa berdebar.
Kurasa aku tahu kenapa Jihyo begitu mencintainya.
Aku keluar dari mobil, menyusul Jimin yang sudah selesai membeli seporsi odeng dan eomuk. Ia lalu memberikannya padaku.
"Untukku?"
"Tentu saja. Cepat makan, aku tidak mau kau sakit hanya karena melewatkan jam makan siang."
Aku mengangguk senang dan duduk kursi yang disediakan. Dari kejauhan aku melihat Jimin tersenyum melihatku.
Aku masih saja tidak mengerti debaran yang muncul saat perhatiannya mengarah padaku. Sayangnya, Pria yang baru saja membuatku berdebar ini adalah milik Jihyo—milik kakakku sendiri.
Jelas aku tidak bisa mengambilnya.
[]
Tes ombak dulu.... cerita baru setelah lama hiatus...
Welcome to Siblings. Akhirnya ini bukan kantor lg. ^^
Tbh, ini draf lamaku. Jauh sebelum ceritaku yang lain, dan daripada dianggurin mending diup aja karena ceritanya ga kalah seru banget!
Jihyo ini beda 2 tahun ya sama Hyunji. Mereka satu kampus, tapi Jihyo entertainer atau bisa dibilang soloist makanya bs kenal sm Jimin.
Visual Hyunji sm Jihyo bisa siapa aja yaa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Siblings | PJM
Fanfic"Why im inlove with my sister's boyfriend?" Jika saja semuanya berakhir, apa aku bisa memilikinya? Mungkin ini aneh. Tapi nyatanya, aku jatuh cinta pada pacar kakakku sendiri. Ya, kalian tidak salah dengar. Park Jimin, laki-laki yang selalu perhatia...