Kembali | 9

984 86 24
                                    

Kembali

Aku mengikhlaskanmu dengan segala rasa lara. Aku melepaskanmu sebelum menggenggam. Aku berhenti untuk bertahan. Aku pergi untuk kembali. Terimakasih atas segala bahagia tanpa disengaja. Terimakasih atas segala lara tanpa teruntuk. Aku mencintaimu, Ja.

Ratu menutup buku diary miliknya. Buku diary yang ia dapatkan dari Raja ketika ulang tahunnya yang ke dua belas. Hadiah yang ketika itu diberikan Raja karena ia tahu Ratu sedang butuh tempat untuk mengungkapkan perasaannya, namun terlalu malu untuk berkata pada temannya. Itu memang hadiah biasa, buku diary berwarna biru bergambar snow white yang memiliki gembok kecil beserta kuncinya. Ratu jarang mengisi buku itu, tapi Ratu menyayangi buku itu, seperti ia menyayangi orang yang memberikan.

Gadis itu beranjak dari tempat tidurnya, mengambil sebuah foto yang berada di atas meja belajarnya. Foto masa kecil Ratu bersama ketika temannya, Ratu sangat ingat, foto itu diambil ketika umur mereka lima tahun, ketika ulang tahun Pangeran. Lalu ia membuka laci mejanya, mengambil foto yang dipotret ketika kelas satu SMP, di foto itu bukan lagi Ratu dan ketiga temannya, melainkan Ratu dan keempat temannya, Risma.

"Maafin gue, Ris. Seharusnya gue nggak benci lo, tapi gue iri sama lo. Maaf gue egois. Tapi gue nggak pernah suka ngelihat Pangeran dan Raja yang pergi dari gue karena mereka pilih lo," gumamnya.

Tak sadar air mata gadis itu mulai menetes. Dulu Ratu sangat bahagia dengan kedatangan Risma, karena dengan itu dia bukanlah perempuan sendiri. Namun, satu tahun berjalan, ia mulai tak suka dengan kehadiran Risma. Karena ketika gadis itu hadir, Raja dan Pangeran tak pernah peduli dengannya.

Bahkan pernah Ratu dan Risma pingsan secara bersamaan karena mereka meminum minuman yang sudah kadaluarsa, Raja dan Pangeran lebih memilih untuk mengantar Risma ke rumah sakit, dan membiarkan Ratu di rawat di sekolah. Sejak saat itu pula, Ratu mulai membiasakan diri untuk tidak peduli dengan segala hal yang dilakukan Pangeran dan Raja.

Ratu hanya memiliki Ksatria ketika itu, tapi tetap Ksatria bukan laki-laki yang memiliki banyak waktu. Ia harus membantu sang ibu pergi ke pasar, mengantarkan sang adik ke sekolah, menjadi guru untuk adiknya, dan mencari daun. Tapi Ksatria masih menyempatkan waktu untuk ke rumah Ratu, hanya untuk meminta minum, mendengarkan keluh kesah Ratu, atau menjahili Firza yang sedang bekerja.

***

"Ra, bangun. Lo nggak sekolah?" Pangeran-dengan seragam lengkapnya, siap untuk berangkat sekolah- sedang membangunkan Ratu yang masih berada di alam mimpi.

Perlahan Ratu membuka matanya. "Masih pagi," gumamnya untuk menjawab.

Pangeran mengarahkan pandangannya pada benda berbentuk hati di atas meja Ratu. Benda yang menunjukkan angka enam dan empat. "Pagi pala lo. Udah jam enam lebih," kata Pangeran. "Cepet bangun! Ksatria nggak sekolah, Raja ngebucin, masa elo nggak sekolah juga."

"Kepala gue pusing, Ran."

Pangeran memegang kepala Ratu, mengecek keadaan gadis itu, karena wajahnya terlihat begitu pucat. Badan Ratu panas, itu yang dirasakan Pangeran ketika menyentuhnya. Laki-laki itu menyandarkan badan pada lemari Ratu. "Nggak usah sekolah, deh," ucapnya.

"Kenapa?"

"Lagi gak mood," jawab Pangeran. Ia beranjak mendekat ke meja, ketika melihat buku diary milik Ratu. "Masih sering nulis di sini?"

Gadis itu bangun dari tidurnya, menggelengkan kepala untuk menjawab.

"Nangis kan lo kemarin malam?" tebak Pangeran sambil menunjukkan wajah yang menggoda.

"Nggak, sok tau lo," jawab Ratu dengan kesal.

Laki-laki itu mendekat ke Ratu, lalu memukul kepala gadis itu pelan menggunakan buku. "Nggak ada yang lebih kenal lo daripada gue," ucapnya.

RatuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang