Memulai | 13

533 62 11
                                    

Memulai

Ratu berjalan di gang biasanya, setelah menghabiskan waktu berjam-jam di sekolah tanpa sahabatnya sungguh terasa bosan bagi gadis itu. Raja yang tentu bersama sang kekasih, Ksatria yang sibuk dengan kegiatan di luar sekolah, dan Pangeran memilih untuk bolos sekolah.

"Heh, lo Ratu, kan?" seorang gadis tiba-tiba menghalangi jalan Ratu.

Ratu mengangguk. "Ada apa?"

"Gue cuman mau bilang nggak usah ganggu hubungan Risma sama Raja. Sadar diri dong, lo itu cuman sahabatnya, nggak lebih." Gadis itu berdecak pinggang. "Jangan karena cinta lo nggak punya harga diri dengan jadi orang ketiga."

Ratu menyunggingkan senyum, ia berjalan mendekat ke gadis itu. "Seharusnya bilang ke temen lo si Risma itu. Dia cuman benalu bagi Raja. Dia siapa main dateng ke persahabatan orang, berlagak seakan-akan dia adalah bagian dari kita." Ratu mendorong gadis itu pelan. "Bilangin juga dia, jadi orang jangan suka drama. Jangan jadi orang yang kek anjing kelaparan, menggonggong terus. Kalau emang berani ngatainnya di depan gue, bukan malah sembunyi di balik Raja."

Gadis itu mencengkal tangan Ratu. "Lo tau nggak sih kalau posisi lo itu lebih menyedihkan dari Risma?"

Lagi-lagi Ratu menunjukkan senyum meremehkan. "Apa lo bilang, posisi gue jauh lebih menyedihkan daripada tuh anjing?" Ratu kembali mendekat, ia menaruh jari telunjuknya di kening gadis itu. "Lo jauh lebih menyedihkan. Segitu gilanya lo sama uang sampai bela-belain menghujat orang tanpa tau kebenaran? Apa perbuatan lo nggak terlalu rendah?"

Tiba-tiba satu tamparan mendarat mulus di pipi Ratu, tamparan dari gadis itu. "Gue pikir lo cewek yang emang baik, ternyata kayak sampah," kata Gadis itu.

"Gue emang sampah, tapi lo jauh lebih sampah," kata Ratu, tangannya sudah melayang hendak memukul gadis itu. Tapi sebuah tangan mencegahnya. Pangeran, laki-laki itu sekarang sedang memegang tangan Ratu sambil menggelengkan kepala.

"Jangan," katanya. "Kenapa sih?"

Ratu melepaskan tangannya dari genggaman Pangeran. "Urus tuh cewek," katanya lalu pergi begitu saja.

Pangeran terdiam di tempatnya. "Lah gue harus ngapain? Gue kan nggak tau apa-apa." Ia mengacak rambutnya dengan bingung. "Lo nggak apa-apa?" tanyanya pada gadis yang sedang memejamkan mata dan menunduk itu.

Gadis itu tak kunjung menjawab, padahal Pangeran sudah bertanya berkali-kali. Akhirnya laki-laki itu mengeluarkan dua lebar uang berwarna merah dari dompetnya. Ia meraih tangan gadis itu, menaruh uang itu di genggamannya. "Gue nggak tau harus ngapain. Yang jelas lo harus pulang, hampir malam. Entah lo punya uang atau nggak. Nih ambil aja, gue bingung."

***

"Pangeran," rengek Ratu pada Pangeran yang sedang menikmati mie instan di sampingnya.

Pangeran tadi berniat menanyakan apa yang sedang terjadi antara Ratu dan gadis tadi. Tapi, sebelum laki-laki itu mengeluarkan banyak pertanyaan, tiba-tiba saja Ratu mengajaknya untuk pergi ke supermarket dan membeli mie instan. Jelas Pangeran menyadari suatu keanehan, karena Ratu bukan gadis yang suka makan mie instan, tapi sekarang dia malah habis tiga cup.

Pangeran menghela nafas. "Apaan sih? Ganggu orang makan aja lo," jawabnya dengan kesal.

"Ratu kangen sama Dikta," kata gadis itu yang membuat Pangeran tersedak.

Setelah meneguk air sampai habis, Pangeran mengerutkan kening. "Lo masih mikirin tuh cowok?"

Ratu tersenyum lalu mengangguk pelan.

Sudah lama Ratu tak bertemu laki-laki itu, walau setiap malam mereka masih bertukar kabar. Dikta sedang ada kegiatan sekolah di luar kota. Ratu sangat bingung, kegiatan apa yang dilakukan sampai ke luar kota. Sampai akhirnya Firza berkata bahwa Dikta adalah anak satu-satunya dari pemilik sekolah itu, dan sekarang ayah Dikta sedang sakit, itu sebabnya segala pertemuan dihandle oleh Dikta.

RatuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang