17. Rain

1.9K 130 1
                                    


Cuaca sedang tak bersahabat, hujan turun membasahi permukaan bumi dengan sedikit gemuruh di tambah dengan angin yang sepertinya sudah terlebih dahulu berskongkol dengan hujan, jennie yang sedari tadi hanya menatap televisi mulai merasa bosan karna tak bisa kemana mana.

Manik matanya yang terang menatap bulir bulir hujan yang begitu deras dari jendela, berharap hujan akan segera berhenti. Ia menghela nafasnya panjang kemudian mengganti chennel berkali kali, sungguh membosankan.

Di tambah hanbin kini juga tak ada di rumah karna harus bekerja, beberapa kali jennie menatap layar ponselnya berharap ada seseorang yang akan mengajaknya pergi, tapi nihil, ponselnya sama sekali tak berbunyi. "Ck! jika tau menjadi istri itu artinya kesepian, aku lebih baik single saja."

Melempar ponselnya kesembarang tempat, beranjak pergi dari sofa menuju jendela, jennie menduduki pinggiran jendela dengan memeluk kakinya sendiri, sembari menatap derasnya hujan. "Sudahlah tak usah menangis awan, Kau kan sudah di temani bumi, Seharusnya aku yang menangis."

Jarinya mulai menyusuri permukaan kaca jendela, berusaha menenangkan awan yang sedari tadi menangis, jennie menghembuskan nafasnya pada jendela kemudian terbuatlah embun, menggambar Love dengan jari mungilnya kemudian tersenyum. "Aku tak akan mengeluh, aku tau kau lebih tersakiti dari aku kan?." gumamnya seraya berbicara dengan keadaan Awan.

"Kau sedang apa?."

Tanya seseorang di belakangnya, membuat jennie menoleh dengan seketika menatap lelaki itu dengan intens. Sedikit terkejut akan keberadaanya, yang seharusnya punah—ah maksudnya sedang tidak berada di rumah.

"Kenapa kau pulang lagi? ada yang tertinggal?." tanya jennie tanpa berpindah posisi, hanbin menggeleng menaruh jam tangan dan jasnya di atas meja.

Hanbin mulai menduduki sofa seraya merenggangkan otot ototnya, merasa sedikit lelah karna pekerjaan kantor dan pikirannya yang tercampur aduk, di tambah lagi sedikit terkena air hujan. "Aku lelah."

Berdiri lalu merapihkan sweater yang ia kenakan, jennie beranjak menghampiri hanbin lalu ikut terduduk di sampingnya, menarik nafasnya dalam memandang kecut meja yang ada di hadapannya. "Aku juga."

menoleh, mendapati wajah jennie yang terlihat sangat lelah di bandingnya, dengan memajukan bibir bawahnya seperti sedang merajuk dan tatapan kosongnya. "Kenapa kau terus bersamaku? sudah jelas kau terluka jika bersamaku."

Menghela nafasnya lalu tersenyum masih dengan tatapan kosongnya, jennie juga tak tau mengapa ia terus bertahan sedangkan hatinya benar benar sudah hancur saat ini. "Simpel, aku hanya ingin menjadi anak yang berbakti, dan kini menjadi istri yang baik."

Memalingkan wajahnya ikut menatap kosong yang di hadapannya, kini hanbin benar benar bingung dengan sikap kasarnya pada jennie. "Aku akan menghapus luka di hatimu, maafkan aku."

Pernyataan hanbin membuat jennie terkejut lalu menoleh ke'arahnya dengan cepat, menatap bingung lelaki yang kini di hadapannya. "Apa maksudmu?."

menatap jennie dengan sendu, jarang sekali jennie mendapat tatapan sendu dari seorang Kim hanbin, Bibirnya tertarik, hanbin tersenyum dengan sangat manis. "Maafkan aku."

✨-✨

"Jawab aku!."

Maki seorang perempuan pada bobby yang kini berada di sebuah cafe, membuat pengunjung memperhatikan mereka dengan tatapan tak suka karna mengganggu ketenangan.

mengurut dahinya pelan lalu memejamkan matanya, bobby tak tau harus berbuat apa karna sedari tadi Hayi mengomel. Hayi terus bertanya pada bobby karna perubahan sikap hanbin, dan hayi yakin betul kalau bobby mengenal hanbin jauh dari yang lain.

"Kenapa kau tak tanyakan saja sendiri pada hanbin?." ujar'nya dengan nada rendah karna merasa malu di tatap asing oleh orang orang.

Tertawa kecil lalu memutar bola matanya, "Kau ini sahabatnya, lantas apa salahnya kalau aku bertanya pada mu?."

menyandarkan tubuhnya pada kursi, melipat kedua tangannya menatap hayi dengan mengangkat alisnya, "Kau kekasihnya kan? lantas apa salahnya kalau kau bertanya sendiri?."

Menatap bobby dengan intens, sedikit mengecilkan mata satunya lalu tersenyum miring, "Kau tak sedang menyembunyikan sesuatu kan?."

Bobby menegak'kan tubuhnya, kemudian sedikit mencondongkan tubuhnya maju. "Setiap orang punya rahasia tersendiri." bisiknya lalu beranjak pergi meninggalkan hayi yang berdecih pelan.

"Baik kalau begitu, aku yang akan mencari tau sendiri." gumamnya dengan sedikit tawa sinis, kemudian meneguk satu coffe yang ia pesan tadi.

Meraba saku celananya lalu di keluarkan smartphone canggih dengan casing berwarna pink, membuka riwayat panggilan kemudian memencet telfon pada salah satu nomer yang tertera.

"Hallo.. Kakak??."

"Hallo sayang, kakak menganggu tidak?."

"Tidak kak, ada apa?."

"Kak hanbin ada?."

"Euuumm, dia sudah tak tinggal di sini kak, aku tak tau dia tinggal di mana."

Menatap kosong kursi di hadapannya, berfikir kemana hanbin tinggal, "Yasudah kalau begitu, maaf ya kakak sudah mengganggu kamu."

"Eeummm, tak apa kak, sampai jumpa."

Anak perempuan yang memanggilnya Kaka itu memutuskan panggilannya, seperti yang kalian fikirkan keluarga hanbin bukan dari kalangan bawah, maka dari itu Hanbyul adik dari hanbin mempunyai ponsel sendiri di umurnya yang masih terbilang kecil.

Hayi yang mendengar pernyataan dari hanbyul sudah terlihat mengerutkan alisnya sedari tadi. "Kau dimana hanbin?." gumamnya.








To be continued

Get marriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang