I remember years ago
Someone told me i should take
Coution when it come to love
I did...-Impossible
*James arthur----------
Nama lengkapnya tak panjang, cukup Sopia, seorang manusia berjenis kelamin perempuan yang usianya menginjak 17 tahun. Perawakannya tinggi. Wajahnya begitu manis dan natural, membuat ia terlihat cantik alami. Kulit yang membungkus daging dan tulangnya berwarna putih bersih. Bibirnya yang sempurna membuat ia lebih terlihat manis jika membentuk seutas senyum. Siapapun yang melihatnya pasti akan merasa candu. Tak heran jika parasnya yang memukau senantiasa membuat kaum adam memaksakan diri untuk berusaha menyukainya.
Dek..dek..dek..suara langkah kaki itu memang tak berfrekuensi tinggi. Tapi pasti dapat terdengar bagi orang yang berada tak jauh dari Sopia, meskipun hanya lirih. Ya. Gadis yang nama lengkapnya hanya terdiri dari lima huruf itu kini tengah berjalan di atas permukaan trotoar di salah satu samping kiri jalan kota jakarta dengan sedikit hentakan kaki berselimutkan kaos kaki putih dan sepatu hitam bertali putih. Wajahnya kali ini terlihat datar, tak ada raut merengut atau hanya sekedar senyum di kedua bagian bibirnya. Seragam putih abu abunya seakan menjadi properti pendukung yang menyatakan bahwa ia seorang siswi SMA.
Jarak rumah Sopia ke sekolah memang tak jauh, itulah alasan yang memaksanya untuk tidak memanjakan kaki yang memang harus dipergunakan untuk berjalan. Sesekali kedua tangannya ikut membantu bahu menggendong tas merahnya.
Terik matahari yang memancarkan sinar kehangatan pagi membuat gadis yang hendak menuju ke sekolah itu terlihat lebih semangat. Dari wajahnya nampak beberapa titik air yang tak jauh beda dari embun. Rambutnya yang panjangnya tak sampai siku itu dibiarkannya terurai, sehingga mudah bagi angin kecil pagi untuk mengganggunya, membuat beberapa helai sibuk menari nari. Rambut yang menyangkut di telinganya setengah jatuh ke wajah. Merasa terganggu, ia lalu meletakkan rambutnya itu seperti semula.Kepalanya kini menoleh ke kanan, tepatnya ke arah tengah jalan yang dipenuhi oleh pengendara motor dan mobil. Semua berlalu lalang. Hampir sebagian dari pengendara itu adalah anak SMA. Setelah dirasa cukup, gadis itu mengalihkan pandangannya ke jalur tempat yang nantinya akan di langkahi oleh kedua kakinya.
Selang beberapa detik, ia mendengar teriakan perempuan dari arah kiri tempat ia berjalan. Suaranya terdengar samar samar.
"Tolong...! Tolong...!" Suara itu membuat kepalanya reflek memandang ke arah sumber suara. Ia mengarahkan kepalanya kearah kiri jalan. Tapi tak ada satu manusia pun yang terlihat di bola matanya. Hati kecilnya memerintahkan untuk tetap lari kearah itu.
Ia menuruti kata hatinya dengan menggerakkan kedua kakinya bergantian dengan tempo yang cepat menuju sumber suara.
Sampai dipertigaan ia berhenti sejenak, lalu membungkukkan badannya hingga menjadi setengah rukuk yang tak sempurna, kemudian bangkit dan berdiri lagi dengan tegap.
Sopia menoleh ke kanan, tapi suasana yang dilihatnya tampak begitu sepi. ia lalu membimbing kepalanya untuk berputar ke arah kiri, tetap tak ada. Rambutnya yang sejak tadi diatur Serapi mungkin, kini jatuh mengenai wajahnya. Tangannya dengan sigap membenarkan dengan meletakkan helaian rambut itu ke belakang telinganya. Walaupun nafasnya tersengal, tapi tenaganya tak selemah perempuan perempuan pada umumnya. Ia meneguk ludahnya sendiri, lalu menarik nafas panjang dan membuang karbon dioksida dengan perlahan.
Suara itu tak kunjung terdengar lagi. Dahinya membentuk kernyitan kecil tanda bingung saat mencari sumber suara yang ia dengar tadi.
"To....tolong..." Suara itu terdengar lebih jelas. Ia berkedip sekali mencoba membuat Indra pendengarnya bisa berfungsi lebih dari biasanya.
"Dari arah kiri" ujarnya dalam hati.
Sopia lalu berjalan ke arah kiri tempat ia berhenti. Baru Lima langkah ia berjalan,
Nampaklah olehnya sebuah bangunan yang sudah bisa dikategorikan sebagai gudang tua. Bangunan itu sedikit tertutup oleh rerumputan. Matanya menatap objek didepannya itu dengan tatapan aneh.
"Makanya jangan sok belagu Lo" suara itu terdengar lagi. Kali ini suaranya seperti laki laki.
Dari arahnya, Sopia yakin betul bahwa suara itu berasal dari dalam bangunan tua itu.
Hati Sopia kini membiarkan diri dikuasai keinginan untuk mengetahui lebih lanjut apa yang sebenarnya terjadi di dalam gudang yang tak terpakai itu. Ia kemudian berjalan menuju bangunan itu dan langsung menghampiri pintu masuk dengan gerakan perlahan, langkahnya memindik mindik. Bagi yang tahu gerakan maling, pasti juga akan tahu bagaimana Sopia menggerakkan kaki. Bukan karena takut, tapi ia paham benar tugas dari penyelidik itu bukan sekedar menyelamatkan, tapi juga menjaga diri dengan cara waspada. Iris matanya begitu sigap memutar bolak balik ke arah kanan, kiri, atas, dan bawah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Metaforangga
Teen FictionSopia jera menaruh harapan pada seseorang, karena pada dasarnya manusia itu hanya mengikuti skenario tuhan, bukan keinginannya. Ia tidak menyalahkan tuhan. Sama sekali tidak. Justru dalam hal ini, ia yang sepenuhnya salah. Karena terlalu berharap de...