"Waking up next to you in the middle of the week"
* Zedd, Katty Perry
-365Letak kantin SMA Patriot tak jauh dari arah jalan menuju kelas kelas. Suasananya masih belum terlalu ramai. Hanya beberapa populasi siswa yang kadang mengesalkan yang banyak berdatangan.
Semua siswa yang sudah hendak menuju kelas masing masing sudah terlaksana niatnya. Tapi ada juga yang belum dan masih dalam perjalanan. Ada yang berjalan santai, dan ada yang berlari. Bagi yang berlari, hanya ada dual alasan. Pertama karena ada tugas sekolah yang belum di rampung kan, dan yang kedua, mereka memang sengaja bermain main, bernostalgia seperti anak SD yang suka main kejar kejaran, Mungkin.
Beberapa siswa ada yang mampir ke kantin sekolah, sekedar membeli gorengan satu biji untuk mengganjal perut, atau air mineral yang seharusnya wajib dibawa oleh masing masing siswa untuk memperkecil pengeluaran dan menutup kemungkinan pribahasa 'besar pasak daripada tiang'. Tapi nyatanya tidak. Tak banyak dari anak sekolah yang lebih memilih membeli daripada gratis. Padahal semua tahu, gratis adalah 6 huruf yang di damba dambakan oleh setiap manusia.
Pesanan Sopia datang, Ditandai dengan datangnya Mpok Elli membawa sepiring nasi goreng. Seraya berkata :
"Ini non.."
Mpok Elli meletakkan makanan itu tepat dihadapan Sopia.
"Gue air putih Mpok" Pesan Gita.
"Hemm..."
Mpok Elli datang lagi dengan air mineral gelas citra.
"Jagoan kita... Aseeekkk...." ledeknya dengan mencolek tubuh Sopia yang otomatis terperanjat kaget.
"Aduh Mpok...apalagi sih... Utang aku udah dibayar lho, masih aja nagih" balas Sopia mengedipkan matanya sinis dihadapan Mpok Elli.
Sopia memang gemar berhutang, apalagi ini tempat Mpok Elli. Tempat yang ia anggap seperti tempat jualannya sendiri. Ya apa lagi kalau bukan karena beliau Ramah.
Bukan berarti tak ada uang, Sopia hanya ingin berhemat. Tapi caranya itu sudah sepenuhnya salah. Toh. Nanti juga bakal dibayar.
"Siapa yang nagih. Idih.." jawab Mpok Elli memperlihatkan gigi kuning nya.
"Mau muntah gue ngeliatnya." Ujar seorang cowok yang tampak baru selesai makan.
Mereka itu rombongan Kheaul. Sejenis geng yang tak jelas, lihat saja namanya. Aneh.
Mpok Elli mengalihkan pandangan ke arah mereka dengan sinis.
Jari tangannya menunjuk.
"Eh. Siapa nama lo? Gafar?"
"Dafa Mpok"
"Terserah. Awas lu ya ngutang lagi" ancam Mpok Elli dengan mata membulat.
Dafa mengangkat kedua tangannya, menyerah.
"Iya deh.. Nafsu makan gue jadi naik ngeliat gigi Kuning Mpok Elli" ledek Dafa dengan suara dibuat buat."Hiperbola banget sih. Kalau gak ikhlas, gak usah" balas Mpok Elli.
"Lagian siapa juga yang ikhlas. Liat tuh, kucing aja mau muntah" lagi lagi Dafa mengejek Mpok Elli. Kali ini ia menunjuk seekor kucing kurus yang memang hendak muntah.
Mpok Elli ikut memandang kucing itu."Pergi sana!!"usir Mpok Elli sembari mengejar anak anak bandel itu. Sontak mereka lari dengan membawa bendera kemenangan.
"Bayar dulu hei..." teriak Mpok Elli
"Ada apa Mpok?" tiba tiba Pak Sholihin datang dengan wajah terganggu. Karena lagi lagi beliau mendengarkan suara lengking Mpok Elli yang setiap pagi pasti berkumandang. Penyebabnya tak lain dan tak bukan ya geng Kheaul. Geng yang sering sekali mencagilnya.Mpok Elli mengambil dan menggendong kucing kurus kering yang ada dihadapannya. Ia mengelus-elus hewan malang itu dengan senyum terpaksa.
"Eh. Enggak pak. Ini lho kucing anggora saya..."
Belum lagi kalimat yang ingin dilontarkan Mpok Elli pada Pak Sholihin selesai, laki laki dihadapannya itu menepis argumen yang menurutnya tak masuk akal.
"Kucing tipisnya kayak tripleks aja dibilang anggora" sudut bibir Pak Sholihin menunjukan ekspresi ragu.
"Pokok nya Mpok...Mpok gak boleh lagi jerit jerit gak jelas ya... Gendang telinga saya mau pecah rasanya."
"Iya pak... Siap..." ujar Mpok Elli dengan usaha senyum semanis mungkin.
Pak Sholihin pergi dengan perasaan tak jelas. Sedang kepala Mpok Elli perlahan mendingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Metaforangga
Teen FictionSopia jera menaruh harapan pada seseorang, karena pada dasarnya manusia itu hanya mengikuti skenario tuhan, bukan keinginannya. Ia tidak menyalahkan tuhan. Sama sekali tidak. Justru dalam hal ini, ia yang sepenuhnya salah. Karena terlalu berharap de...