8. Dia Datang Lagi menghantui

7 1 0
                                    

"Pada masanya, rahasia akan membuat semuanya hancur."

-Amsan

Sopia melangkahkan kakinya dengan wajah penasaran. Seluruh otak yang dibawa tubuhnya ke muka pintu kini dipenuhi oleh perkiraan yang tak kunjung berhasil di pecahkan. Semua penuh dengan tanda tanya. Kepalanya berpikir sangat keras, kenapa seorang Rudi tahu dengan perkelahiannya hari lalu. Apa preman preman itu teman teman Rudi, tapi siapa cewek yang mereka hajar? Apa salahnya?
Sopia benar benar tak bisa menjawab pertanyaan 'Kenapa' dan 'Siapa' di dalam pikirannya.
Semua sel sel otaknya hanya mampu berseru "Entahlah" .

"Eh. Non udah pulang" kejut Bude Yati yang berpenampilan seperti habis beres beres.

Langsung saja lamunan Sopia buyar seketika.
Gadis itu tersenyum tipis.
"Non kenapa?" tanya Bude Yati bingung dengan keadaan wajah anak majikannya yang seperti banyak masalah.

Sebenarnya bukan terlalu banyak masalah. Tapi terlalu banyak pertanyaan.

"Enggak Bude. Emang kenapa?" jawab Sopia bohong. Ia lalu duduk di Sofa cokelat miliknya.
"Ah. Gak ada non. Ya udah non. Bude kebelakang." pamit Bude Yati Yang langsung menuju dapur.
"Iya Bude."

Klinting...klinting...klinting...

Suara notifikasi Whatsapp berhasil membuat ponsel Sopia bergetar. Bukan hanya berhasil  membuat Alat itu merespon, tapi juga berhasil membuat wajah si penerima panggilan itu mendadak senang bukan kepalang kala melihat siapa yang menelponnya, Amsan.
"Halo..." sapa gadis itu dengan wajah sumringah.
"Halo.. Kamu sibuk nggak?" tanya Amsan.
"Em.... Enggak. Kenapa?"
"Eh. Tunggu. Kamu udah pulang sekolah kan?"
"Udah kok. Emang kenapa si?"
"Em... Boleh minjem jiwa dan raga nya gak?" goda Amsan.
"Gombalan Lo itu kek ngambang. Gak tau kenapa" balas Sopia sejujurnya.
Padahal di balik layar, perempuan itu tak tahu lagi harus merespon bagaimana. Yang kini hanya bisa ia lakukan hanya senyum senyum sendiri dengan berbekalkan sebuah ponsel di telinganya.

Terdengar Amsan tertawa pelan.
"Buat apa emang?" Sopia memancing.
"Jalan."
"Jalan pakek kaki kali"
"Kaki kan cuman raga. Aku juga butuh jiwa kali"
"Yaudah. To the point aja"
"Boleh?"
"Gak jadi boleh ah."
"Kenapa?"
"Karena tadi udah di kasih kesempatan malah bertele tele. Di sia siain. Inget, kesempatan hadir tidak untuk membuatnya datang dua kali."
"Ceritanya ngambek?"
"Iya"
"Cuma perkara kek gitu?"
"Hem..."
"Boleh minta kesempatan buat bikin gak ngambek lagi nggak?"
"Sekali aja tapi ya, soalnya tadi 'kesempatan' bilang ini yang terakhir."
"Ok. Aku mau ajak kamu jalan"
"Ha...kan enak ceritanya kalo gini"
"Kamu siap siap. Aku on the way, oke?"
"Oke. Jangan lama lama ya, mas" ledek Sopia
"Hus.. Emang aku tukang ojek"
"Ya kali aja"
"Yang ada tuh cewek dandannya lama. Semua make up sama baju harus sesuai sama wajah, telinga, hidung, mungkin sampek paru paru."

Sopia tertawa geli. Berkat keikhlasan sang signal yang kuat, Amsan dapat mendengar tawa itu dengan jelas.

"Gak gitu juga kali"
"Ya udah. Sono mandi."

                                   *********

Tritttt.....

Suara klakson mobil Amsan terdengar samar samar dari kamar seorang gadis yang tengah berdandan. Kepala gadis itu seketika menoleh ke belakang.
Tanpa ia sadar, senyumnya mengembang begitu saja.
Gadis itu menyudahi dandanannya lantaran menurutnya itu sudah lebih dari cukup. Baginya, teori bahwa make up adalah senjata paling ampuh untuk meluluhkan seorang cowok itu tidak sepenuhnya benar. Semua tergantung hati. Itu sebabnya ia tak lantas menghias wajahnya dengan bedak tebal. Di atas riasnya pun hanya ada hand body, lipstick, dan bedak bubuk biasa.

MetaforanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang