04. Flashback

370 53 9
                                    

Norwich, UK. 13 tahun yang lalu.

Norwich merupakan kota yang terletak di Inggris bagian timur. Penduduknya hanya berjumlah 177.000 jiwa. Sebuah kota yang berdekatan dengan laut. Armin sudah tinggal di kota ini sejak kecil. Ia menyukai kota kelahiran ayahnya ini dengan sepenuh hatinya. Bangunan-bangunan tua berbentuk tradisional khas masa sejarah Inggris, suasana yang sunyi, dan bau laut yang selalu membuat Armin betah.

Di tempat ini, ia bertemu teman sebaya yang lebih enerjik dan pandai mengungkapkan keinginannya, Eren. Anak laki-laki keturunan Austria-Belanda itu hanya pindahan tak sengaja ke kota kecil ini. Ayahnya adalah seorang dokter yang suka berpindah-pindah tugas ke beberapa negara di Eropa Barat. Namun, karena lebih sering mengunjungi Inggris untuk melakukan penelitian, mereka akhirnya memutuskan menetap di Norwich karena suasana perdesaan dan bisa membuat tumbuh kembang putranya lebih baik.

Hari itu adalah semester baru. Armin datang ke sekolah dengan sukacita seperti biasa. Meski tadinya hampir terhambat karena Eren harus beradu mulut dengan Ibunya, tetap tak menurunkan semangatnya—sudah biasa. Ia mengambil tempat duduk paling depan, dan menyiapkan apa saja yang akan ia butuhkan nanti. Semester ini ia kembali sekelas dengan temannya di semester lalu. Ia tak satu kelas dengan Eren. Tapi meski begitu satu sekolah sudah tahu, bahwa Eren adalah teman baiknya.

Wali kelas mereka masuk tidak sendiri. Ia membawa seorang gadis pirang sebahu, dengan mata biru terang yang membuat semua orang terpukau. Belum lagi dengan wajah cantiknya. Beberapa teman Armin berbisik. Armin mengamatinya dengan seksama. Gadis itu terlihat kaku dan gugup. Tapi tak bisa mengurangi kadar cantiknya. Armin sedikit tersipu saat mata mereka bertemu.

"Ayo perkenalkan dirimu."

Gadis itu mengambil napas kecil, lalu menyebutkan namanya dengan lantang. "Historia Reiss, aku berasal dari Jerman. Salam kenal!" dengan perlahan senyum gadis itu melebar, membuat semua anak di dalam kelas heboh.

"Woaaaah!!"

"Cantiknya..."

"Halo, Historia!"

"Salam kenal!"

"Iya! Salam kenal untuk kalian semua!"

Seusai kelas yang ramai hari itu. Armin baru mengetahui bahwa di kelas Eren juga kedatangan murid baru. Anak itu juga berasal dari Jerman. Eren mengatakan bahwa gadis itu punya bola mata yang sama seperti langit di Norwich siang itu. Armin penasaran, ia melihat langit biru tanpa awan. Indah sekali. Namun dari keindahan itu, gadis itu memiliki ekspresi wajah yang sangat datar. Ia kaku sekali. Tidak ada senyum. Ketika Eren harus berbagi buku tadi, ia sadar bahwa gadis itu tak banyak bicara.

Dan Armin jarang menemukan gadis tak banyak bicara. Mikasa pengecualian. Tapi Mikasa tidak tinggal di kota ini. Gadis yang entah sejak kapan juga menjadi teman kecilnya itu menetap di Boston. Dan hanya datang ketika libur sekolah.

"Tapi Armin, yang membuatku terpukau adalah ia jago dalam bidang olahraga!"

"Benarkah?"

Eren yang terpukau, bercerita lagi dengan semangat. Ia menggambarkan bagaimana gadis itu bisa mencetak home run dengan sekali pukul. Eren terlihat menggebu-gebu menceritakan gadis yang Armin tak tahu wajahnya seperti apa. 

"Aku tidak sabar bertemu dengannya!" ujar Armin yang ikut bersemangat saat Eren berbagi cerita.

"Kau harus bertemu dengannya! Akan aku kenalkan!" kata Eren lagi. "AH! Itu dia Armin!" tunjuk Eren dengan semangat.

Armin terkejut. "Eh? Yang mana?"

"Ituuuuuuuuuuuuuuuu! Yang di toko donat seberang jalan! Yang pakai tas slempang putih!" ujar Eren dengan muka riang. Tak lupa dengan loncat-loncat kesenangan. Armin mengikuti telunjuk Eren. "Nah itu dia Annie! Annie Leonhart!"

Hello PreciousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang