Part 4

2.9K 120 5
                                    

Sepasang kelopak itu membuka spontan, menampilkan netra cokelat kehitaman. Adam menatap nanar langit-langit tenda mengumpulkan kesadarannya. Seingatnya ia berada di hutan sebelumnya, namun kini ia berada di sini. Mungkin semua kejadian buruk itu hanyalah mimpi, tapi kenapa terasa sangat nyata? Ia tak bisa membedakan antara mimpi dan kenyataan.

"Gue di mana ini?" tanya Adam kepada dirinya sendiri yang masih linglung. Suaranya terdengar serak sekali. Ia bangkit dari posisi tidurnya perlahan. Ia harus minum lalu menunaikan ibadah subuh. Saat menoleh ke kiri, Adam bergidik ngeri melihat Chris dan Donny yang tidur saling berpelukan layaknya teletubies, hingga suara keras itu membangunkan mereka berdua.

Bruutt ...

"Anjrit! Gunung meletus!" mereka berdua terlonjak kaget dan berdiri dengan tangan masih saling berpelukan. Bau menyengat itu mulai tercium. Mereka bertiga menutup lubang hidung dan  melempar pandang kepada Bondan yang masih tidur.

"Heh, babi bengek! Seenaknya aja lo ngeluarin asap beracun," ucap Adam sambil tetap menutup lubang hidungnya.

Bondan bergeming. Ia masih terbuai di alam mimpinya, tak menghiraukan gertakan Adam sama sekali. Dengan tak sabar, Adam berjalan mendekati Bondan lalu menendang punggung lebar berkali-kali.

"Bangun woy, corong merapi!" teriak Adam.

"Apa sih?! Ganggu orang tidur aja," seru Bondan sinis.

"Si babi malah emosi. Bangun lo, babi!"

Entah kenapa Adam terlihat lebih sensitif daripada biasanya. Chris menduga itu mungkin dikarenakan Adam masih syok atas kejadian semalam sehingga ia memilih keluar dari tenda bersama Donny. Malas sekali rasanya kalau sampai ia ikut kena semprot oleh Adam bila seandainya ia ikut campur dalam perdebatan Adam dan Bondan.

Mentari di ufuk timur mulai merangkak menaiki langit. Udara segar bercampur aroma pohon dan rumput yang basah oleh embun membuat Chris merasa sangat rileks. Terlepas keganjilan yang terjadi semalam, hutan ini begitu eksotis dengan berbagai bunga liar yang tumbuh. Sambil mengumpulkan kayu untuk memasak, Chris menikmati pemandangan itu dan sesekali memotret dengan ponselnya.

"Sini biar gue yang bawain," sambut Bondan sekembalinya Chris dari hutan.

"Oh, oke." Chris menyerahkan tumpukan kayu itu kepada Bondan. Lelaki ini seringkali dinilai buruk oleh teman-teman sejurusannya namun kenyataannya Bondan tidak seburuk itu. Ia baik dan cukup bisa diandalkan. Yang lebih hebat lagi adalah ia selalu bersabar atas segala hinaan dan cacian orang, termasuk penindasan yang kerap dilakukan oleh Adam dan Donny. Setidaknya begitulah Bondan di mata Chris.

"Dam, lo kenapa sih semalam?" tanya Farah sambil tangannya tetap mengaduk pop mie.

"Mau tau aja apa mau tau banget?" tanya Adam balik.

"Seriuslah. Semalem lo hampir bikin sepupu lo ini jantungan tau."

"Oh? Jadi lo khawatir sama gue, Nyet?" Adam menyeringai.

"Bacot!" Farah memukul lengan Adam agak keras, "Buruan cerita."

Adam pun mulai menceritakan dengan serius kejadian yang di alaminya semalam. Sambil menikmati segelas pop mie yang mengepul di tangan masing-masing, mereka menyimak dengan seksama. Namun di akhir cerita, Donny dan Farah malah tertawa.

"Itu pasti ilusi. Gak mungkin. Ngapain coba kunti ngintipin burung punya lo? Punya lo mini gitu." Donny tertawa terbahak-bahak. Chris ikut tertawa, begitu pula Bondan. Sementara Elsa memilih berpura-pura tidak mendengar dan mengalihkan wajahnya untuk  menyembunyikan semburat merah di pipinya.

"Si kampret! Gue serius oi!" Adam ikut terbahak.

"Terus lo pingsan gitu gara-gara ilusi?" Farah berusaha mengendalikan tawanya.

Kampung Santet (REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang