Matahari sudah menunjukkan sinarnya. Jam menunjukkan pukul setengah tujuh pagi, tapi gadis cantik berambut pirang itu masih menikmati alam mimpinya.
"Neng, bangun. Sekolah apa enggak udah siang" ucap bi Lastri pelan.
"Hmm, jam berapa sih. Masih ngantuk tau" gumam sabrin yang masih memejamkan matanya. Kelakuan sabrin yang memang Sulit untuk di bangunkan membuat bi Lastri harus lebih sabar dengan sabrin.
"Setengah tujuh neng" kata bi Lastri yang sontak membuat sabrin langsung membuka matanya lebar dan melompat dari kasurnya menuju kamar mandi. "Bibi kenapa telat bangunin aku sih!!" Omel sabrin di dalam kamar mandi, sedangkan bi Lastri hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
Hanya membutuhkan waktu 15 menit untuk sabrin mandi serta bersiap-siap pergi ke sekolah. Ia heran juga, kenapa Rizal tidak menjemputnya pagi ini. Sabrin langsung saja berlari menuju lantai bawah untuk mencari asisten rumah tangganya.
"Ayah udah berangkat bi? Rizal juga nggak jemput ya? Terus gimana aku berangkatnya bi lastriii? Aku nggak mau naik angkutan umum hemm" cerocos sabrin dengan nada merengek seperti anak kecil.
"Santuy aja atuh neng, bibi dah siapin abang ojol di depan udah dibayar juga. Neng sabrin tinggal duduk anteng aja" jawab bi Lastri yang diangguki oleh sabrin dan sabrin berpamitan untuk berangkat sekolah.
Saat keluar rumah sabrin langsung naik ke motor ojek online yang sudah di pesankan oleh Bi Lastri. Diperjalanan sabrin begitu cemas, bagaimana tidak jam tangan miliknya sudah menunjukkan pukul tujuh lewat sepuluh menit. Yap, bel masuk sudah berbunyi sejak sepuluh menit yang lalu.
Sesampainya di depan sekolah, Sabrin bingung harus berbuat apa. Gerbang sekolah sudah di gembok dan tidak ada satupun siswa yang berada di sekitarnya. Jika sabrin berteriak meminta tolong untuk di bukakan gerbangnya pun percuma, peraturan sekolahnya tidak mengijinkan siswanya yang terlambat untuk masuk ke sekolah.
Sabrin berniat untuk kembali pulang kerumahnya. Dengan muka lesu dan menundukkan kepalanya ia berjalan pelan. Saat beberapa langkah ia berjalan, Sabrin merasa kepalanya menubruk sesuatu yang dirasa seperti dada seorang laki-laki.
"Aduh sakit!" Ucap sabrin sesaat setelah menubruk badan seseorang. Sabrin pun mendongakkan kepalanya untuk melihat seseorang yang ia tabrak.
"Pake mata yang bener dong, jalan kok nunduk" cibir laki-laki itu.
Bukannya langsung melihat wajah orang yang ia tabrak, sabrin malah melihat nama laki-laki itu dari nametag di seragam yang dikenakannya. "faizal Mahardika putra" ya itulah namanya, cukup bagus menurut sabrin. Setelah itu sabrin baru melihat wajah laki-laki itu yang menurut sabrin sedikit tampan tetapi tidak setampan Rizal haha.
"Iya, maaf. Btw nama lo bagus juga, tapi kok gue nggak pernah liat lo di sekolah ya? Padahal kan kita satu SMA" ucap sabrin yang membuat laki laki bernama Faizal Mahardika putra itu merasa jika sabrin adalah sosok yang cerewet tetapi menarik.
"Cerewet lo, mau masuk kagak? Mau masuk ikut gue" kata Dika yang sambil berjalan menuju tembok belakang Sekolah.
"Eh mahar, lo mau kemana? Gue ikut!" Ucap sabrin sedikit berteriak.
Sabrin hanya mengikuti Dika dari belakang. Mereka sampai di tembok belakang sekolah yang membuat sabrin bingung.
"Loh mahar kok kesini sih? Mau ngapain?" Tanya sabrin yang malah membuat Dika mendengus.
"Nama panggilan gue Dika bukan mahar, lu kira gue mahar pernikahan apa?!. Dan gue ngajak kesini buat manjat nih tembok, tuh ada kursi warung kita naik pake kursi." Kata Dika dan sabrin hanya ber oh ria.
KAMU SEDANG MEMBACA
LUKA
Teen Fictionjajaran kalimat yang kau ucapkan, janji yang kau buat,dan perhatian yang kau berikan. Semua itu ternyata hanyalah sebuah cara untuk menghadirkan luka di hati. Namun, tak bisa dipungkiri hati ini masih tetap mencintaimu, menyayangimu, bahkan sulit un...