12. fakta yang tak terduga

26 3 1
                                    

Senin, hari dimana seharusnya seorang gadis yang sedang terdiam dikamar itu  bersekolah. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh tepat, namun sedari mentari terbit hingga sekarang ia hanya terdiam menatap jendela yang menampilkan keindahan langit pagi.

Pintu kamar sabrin perlahan terbuka, ia tahu jika ayahnya yang masuk. Namun, sabrin masih menatap kosong jendela kamarnya sembari memikirkan apa yang akan ia lakukan setelah ini, setelah ia tahu jika ia adalah bahan mainan Rizal.

"Sayang, kamu nggak sekolah? Kenapa?" Tanya pak jaka yang melihat anak semata wayangnya itu seperti sedang terpuruk.

"Sabrin cuma nggak enak badan aja yah" jawab gadis itu dengan suara bergetar dan matanya mulai berkaca-kaca siap untuk menumpahkan air mata kesedihan.

"Sabrin kenapa kok nangis nak? Cerita sama ayah coba" ucap pak jaka penuh perhatian.

Sabrin sudah tak kuasa menahan tangisnya. Matanya sudah sembab sebab menangis semalaman memikirkan seseorang yang menghancurkan hatinya. Memikirkan  seseorang  yang bahkan mungkin tak memikirkan dirinya. Sabrin perlahan menatap ayahnya yang siap mendengarkan seluruh keluh kesahnya.

"Rizal yah, sabrin pikir Rizal tidak main-main akan cintanya. Sabrin pikir Rizal akan menjadi seseorang pertama dan terakhir bagi sabrin. Sikap Rizal yang selalu di tunjukkan pada sabrin ternyata hanya kepalsuan yah, palsu!" Sabrin sudah menangis sesenggukan tak kuasa menahan rasa sakit hatinya.

"Darimana kamu bisa tau dan menyimpulkan semua itu?" Tanya pak jaka yang kaget juga jika Rizal melakukan seperti itu pada putrinya, sedangkan sikap sopan dan santun Rizal yang selalu di tunjukkan pada pak jaka.

"Kemarin sabrin ke rumah Rizal, dan menemukan seluruh fakta yah, seluruh faktanya!" Tangis sabrin semakin pecah. Pak jaka memaklumi sikap sabrin yang seperti ini, karena memang Rizal adalah cinta dan pacar pertama sabrin, serta Rizal pula rasa sakit pertama yang sabrin rasakan.

"Hmm, coba kamu bicarakan baik-baik dengan Rizal. Kalau belum bisa, cari tahu dari orang-orang terdekat Rizal. Kamu jangan seperti ini terus sayang" kata pak jaka menenangkan dan memeluk tubuh putrinya yang bergetar akibat menangis. Sabrin menganggukan kepalanya tanda setuju dengan ayahnya.

Di lain tempat, Dika dan Retta sedang di sibukkan dengan tugas guru bahasa yang sedang mengajar. Retta tidak fokus sedari tadi sebab sahabatnya tidak bersekolah.
Dika yang melihat Retta melamun berdiri dan berpindah tempat duduk di samping Retta.

"Sabrin kenapa?" Tanya Dika yang tahu jika Retta memikirkan sabrin yang tidak bersekolah hari ini.

"Nggak tahu, gue khawatir deh. Biasanya dia kasi tahu gue kalo lagi nggak sekolah" ucap sabrin sambil menatap lurus papan tulis yang berisi catatan-catatan yang banyak.

"Semoga aja sabrin baik-baik saja, btw Rizal hari ini sekolah apa enggak ya?" Tanya Dika yang mencoba mengaitkan sabrin dengan Rizal.

"Dika Retta! Diam kalian atau keluar kelas!" Ucap guru bahasa itu dengan nada tinggi yang membuat Retta dan Dika kaget. Dika menatap Retta dan menaikkan alisnya memberikan kode dan diangguki oleh Retta.

"Saya dan Retta keluar aja Bu ada urusan, yuk Rett" ucap Dika dan melangkah keluar kelas diikuti Retta.

"Dasar anak-anak nggak sopan!" Kesal Bu indah yang melihat kelakuan anak didiknya.

Retta dan Dika sudah berada di rooftop sekolah untuk mencari tahu kabar dari sabrin dan Rizal. Retta membuka ponselnya dan mencari kontak nama sabrin dan menelfonnya.

"Halo?"

"Halo brin,lo kok nggak sekolah?"

"Nggak papa"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 21, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LUKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang