PROLOG

21.1K 657 34
                                    

Seorang gadis cantik bertubuh tinggi semampai dengan bola mata bulat kecoklatan, serta rambut panjangnya yang halus tergerai sepanjang punggung, ditambah lagi bibir tipisnya yang dilapisi lipstick merah membuat penampilan gadis itu terlihat semakin cantik bak Dewi. Namanya adalah Shania.

Saat ini ia tengah mengenakan gaun berpotongan pendek berwarna ungu muda, yang memperlihatkan setengah paha putihnya. Siapapun yang melihat penampilannya pasti akan kagum. Shania berjalan anggun di karpet merah dengan ditemani oleh seorang pria paruh baya yang usianya kira-kira sekitar 50 tahun. Dia adalah ayah Shania yang bernama Johan. Pria paruh baya itu menggandeng tangan putrinya.

Entah kenapa Shania merasa bahagia sekali sekarang. Karena hari ini adalah hari pertunangannya dengan laki-laki yang disukainya saat masih kecil. Sebut saja dia cinta pertamanya Shania.

Rupanya acara pertunangan ini sudah disiapkan jauh-jauh hari oleh Papinya. Yah, meskipun Johan sendiri agak kurang suka dengan laki-laki tersebut. Tapi tidak apa-apa. Ini semua demi kebahagiaan putri satu-satunya.

"Hari ini putri Papi keliatan cantiiik banget!" bisiknya pelan.

"Papi bisa aja ihhh" Shania tersipu malu.

"kamu bahagia, Sayang?" tanyanya. Shania mengangguk.

Johan tersenyum. "Papi akan lakuin apapun demi kebahagiaan kamu"

Shania pun membalas senyuman papinya.

Sedangkan disisi lain, seorang cowok bertubuh tinggi dan berkulit putih sedang menunggu kedatangan calon tunangannya. Cowok itu mengenakan jas putih disertai hiasan bunga kecil di bagian sebelah kirinya. Namanya adalah Bara.

Bara memiliki wajah yang sangat tampan, bahkan ketampanannya bisa memikat hati setiap gadis bagi yang melihatnya. Namun sayang, ketampanannya itu sama sekali tidak tersentuh oleh siapapun. Dan lihatlah sekarang, ia tidak menunjukkan senyumnya sedikitpun.

"Kendalikan eskpresimu!" bisik papanya yang berdiri disamping Bara. Lalu Johan dan Shania pun datang.

"Astaga kamu cantik sekali Shania.." puji seorang wanita paruh baya dengan dandanannya yang super duper cetar. Dia adalah Mamanya Bara. "Ngomomg-ngomong, kok kamu jadi kurusan gini setelah pulang dari Jerman? Kasihan kamu Nak.."

"Ah masak sih Tan? Kayaknya ini emang ukuran tubuh aku deh yang segini-gini aja." Gadis itu tertawa.

"Apa kabar Pak Johan?" sapa Papa Bara dengan penuh rasa hormat.

"Kabar baik Pak Rizal. Maaf sedikit terlambat, tadi kena macet dijalan"

"Oh tidak apa-apa. Kita juga belum menunggu terlalu lama kok."

"Benar begitu? Syukurlah" jawabnya.

Lalu Rizal menyenggol lengan anaknya. Ia melotot kearah Bara. "Kenapa diam saja. Sapa mereka!" desisnya.

Bara mencoba meredam amarahnya yang tertahan. Kemudian ia mulai menatap Shania. "Apa kabar?" tanyanya singkat.

Tentu saja Shania tersenyum, "Iam Fine."

"Baiklah, kalau begitu mari kita mulai saja acara tunangannya."

Acara pun dimulai. Acara yang diadakan di gedung mewah ini tidak terlalu banyak didatangi tamu. Karena tamu yang diundang hanyalah orang terdekat dan sebagian rekan bisnis. Apalagi tunangan ini untuk anak yang masih sekolah.

Jangan tanyakan seberapa mewah acara ini. Secara Shania itu adalah anak konglomerat kelas kakap. Namun, tak peduli seberapa besar kekayaan yang ia miliki, ia tidak pernah menunjukan sikap sombongnya sedikitpun. Disisi lain, keluarga Bara juga tidak kalah kaya raya dengan keluarga Shania.

Kini cincin sudah melingkar di jari keduanya. Tampak senyum yang merekah dibibir Shania. Sedangkan Bara? Ia hanya menunjukkan ekspresi datarnya seperti biasa. Menurut Bara ini adalah bencana baginya. Tunangan ini bukanlah bagian dari rencana hidupnya. Semua ini adalah keinginan Papanya.

"Nah sekarang kalian sudah resmi tunangan. Mama ucapin selamat ya buat kamu Nak!" Amara memeluk Bara. Dan ia berbisik pada Bara sebelum melepas pelukannya. "Bersikaplah baik, jika kamu tidak ingin Papamu marah."

Bara hanya bisa mengepalkan tangannya mendengar kalimat itu. Dalam hatinya ia bersumpah, ia tidak akan pernah menganggap wanita ini sebagai ibunya. Tidak akan pernah sampai kapan pun.

"Kalau begitu Pak Johan, bagaimana jika sekarang kita menikmati hidangan sambil membicarakan soal bisnis kita yang sempat tertunda? Kita biarkan saja mereka berduaan disini, setuju?"

"Baiklah, tentu saja. Shania, Papi tinggal dulu ya.." ucap Johan pada Shania.

"Oke Pi." Setelah itu mereka pun pergi. Hanya tersisa Shania dan Bara disini.

"Bar-.."

"Ikut gue!" Bara memotong ucapan Shania lalu menarik tangan gadis itu. Ia membawanya ke tempat yang lebih sepi.

"Bara, sakit. Lepasin!" seru Shania melepaskan tangannya dari Bara.

"Denger Shania, gue nggak pernah mengharapkan pertunangan ini. Ngerti?"

Shania yang tadinya sibuk dengan tangannya kini mulai menatap Bara. "Kenapa kamu ngomong kayak gitu?"

Bara tersenyum kecut. "Shania, lo kan tahu gue nggak pernah suka sama lo. Gue nggak suka wanita sakit. Itu menyebalkan."

Shania mematung mendengar penuturan Bara.

"Mau gue ulangi lagi? Lo cuma ngebuang waktu lo buat suka sama gue di masa lalu, masa kini, dan masa depan. Gue nggak akan pernah suka sama orang kayak lo. Inget itu baik-baik!"

Mata Shania mulai memerah, "Bara aku baru aja pulang dari Jerman karena berobat. Apa kamu nggak bisa bersikap baik sedikit aja sama aku untuk sekarang?"

"Jangan berlebihan. Kalo lo nggak suka, lo bisa minta ke bokap lo buat batalin pertunangan kita. Gue rasa dia bakal kabulin permintaan lo. Ah nggak, dia kan emang selalu ngabulin semua permintaan lo. Dengan cara apapun!"

"Bara kamu... Argh-"

Bip Bip Bip

Terdengar suara dari alat pendeteksi jantung yang melingkar di tangan Shania bentuknya seperti jam tangan. Jika benda itu berbunyi artinya jantung Shania kambuh lagi. Shania mulai sesak saat bernafas, bahkan ia meremas dadanya.

"Hahh.. hah..."

Bara yang melihat itu hanya menatapnya. "Gue benci situasi ini" ia pun langsung pergi meninggalkan Shania.

Shania yang melihatnya tidak percaya Bara meninggalkanya begitu saja, "Dasar Bara jahat! Kenapa gue bisa suka sama dia sih?!!"

***

Gimana, suka nggak? 😊
Jangan lupa Vomment!

___________________________
UPDATE SETIAP RABU & SABTU.
___________________________

Bahagia & Luka (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang