DUA PULUH EMPAT

6K 261 47
                                    

Siapin tisu sebelum baca :)
Happy Reading
_____________________________

Operasi Shania alhamdulillah berjalan dengan lancar. Akhirnya jantung Bara berhasil berdetak di dalam tubuh gadis itu. Juga organ dalam Shania yang rusak akibat benturan saat kecelakaan masih dapat diselamatkan. Kini dia sudah dipindahkan di ruang rawat VVIP.

Sudah tiga hari sejak selesainya operasi, sudah tiga hari juga sejak pemakaman Bara berlangsung, namun Shania masih belum membuka matanya. Gadis berparas cantik itu masih terbaring lemah di ranjangnya, seolah tempat itu sangat nyaman sekali sampai-sampai tidak mau bangun.

Arkan setiap hari selalu absen mendatangi Shania setiap pulang sekolah. Sesekali cowok itu membawa buah-buahan, bunga atau yang lainnya. Hari ini Arkan berniat ingin melihat keadaan Shania.

Ceklekk

"Assalamualaikum" sapa Arkan tanpa adanya jawaban.

Arkan menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri hingga menjumpai Johan, yaitu Papi Shania yang tertidur di sofa. Mungkin pria paruh baya itu kelelahan menunggu putrinya yang tak kunjung sadar. Setiap hari Johan tak luput dari doanya meminta kepada Sang Maha Kuasa agar putrinya lekas diberi kesembuhan dan kesadaran seperti semula.

Arkan pun berjalan mendekati Johan dan perlahan ia menepuk-nepuk pundaknya hingga laki-laki itu sedikit tersentak kemudian bangun. Dia mengusap wajah lelahnya dan melihat Arkan yang sudah ada di depannya.

"Eh, Nak Arkan sudah datang?"

"Iya Om..."

"Sudah dari tadi?? Maaf ya Om ketiduran," ujarnya tidak enak.

"Baru aja kok. Iya nggak papa, Om. Kelihatannya Om capek banget, sebaiknya Om istirahat dulu atau cari udara segar. Biar gantian Arkan yang jagain Shania."

"Benar tidak apa-apa??" Arkan mengangguk pasti.

"Baiklah kalau begitu. Terimakasih banyak karena kamu sudah memperhatikan anak saya. Shania beruntung mempunyai teman seperti kamu." pujinya membuat hati Arkan melambung.

"Hehe, jangan berlebihan Om. Nanti kalo Arkan baper, Om harus tanggungjawab loh. Harus jadiin menantu Om!" candanya membuat Johan tertawa.

"Hadeh. Ada-ada aja kamu ini. Yasudah, Om lapar mau cari makan dulu. Om nitip Shania sama kamu ya. Kalo dia udah siuman pokoknya langsung kabarin Om."

"Siap Om!" Akan memberikan hormatnya pada Johan. Lagi-lagi pria paruh baya itu tertawa dibutanya. Kemudian ia mengacak rambut Arkan sebelum pergi meninggalkan ruangan Shania. Tindakan Johan itu membuat Arkan senyum-senyum sendiri.

Lalu Arkan menghampiri Shania. Cowok itu menarik satu kursi agar bisa duduk di dekatnya. Arkan memberanikan diri untuk menggenggam tangan Shania yang masih lemas dan terdapat selang infus. Sungguh Arkan merindukan senyuman, tatapan, hingga amarah gadis itu.

"Cepet bangun, Shan. Kita semua nungguin lo.." ujar Arkan lembut.

Di luar kondisinya sedang diguyur hujan lebat, hal itu justru semakin mendukung perasaan Arkan yang sedih jadi tambah sedih. Kemudian cowok itu bangkit dan memberikan satu kecupan di kening Shania dengan penuh perasaan.

Bersamaan dengan itu, ia juga berbisik, "I love you.."

Tanpa Arkan sadari, jari jemari Shania mulai bergerak menandakan sang pemiliknya sudah siuman. Shania mengerjapkan matanya beberapa kali, berusaha untuk menyesuaikan pandangannya. Gadis itu merasakan sesuatu yang kenyal menempel di dahinya.

"Ar.. kan..?" lirihnya hampir tak terdengar. Ia pun mengulas senyumnya mengetahui Arkan yang tengah menciumnya.

"Shania??! Lo udah bangun?? Apa yang lo rasain sekarang?" Arkan menatapnya sangat antusias. Dengan sigap ia langsung menekan sebuah tombol disamping ranjang untuk memanggil suster yang sedang berjaga.

Bahagia & Luka (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang