Pagi harinya ....
"Pagi, Fal. Mata lo sembap. Mimpi buruk lagi?" Sapa seorang pemuda begitu Fal berjalan mendekatinya. Kedua mata teduh beriris kecokelatan itu memandang lembut ke arah Fal, gadis dengan surai sebatas punggung, lurus, dan hitam.
Fal mengangguk dalam diam. Menerima uluran helm dari Ardan Benyamin, sahabatnya sejak kecil.
"Kita bisa berangkat sekarang?" tanya Fal dengan suara pelan namun masih terdengar oleh lawan bicaranya.
Ardan atau akrab disapa Abey mengangguk. Menyetujui permintaan sahabatnya itu.
...
Abey melajukan motor antiknya dengan santai menuju ke arah kampus.
Berjalan santai menikmati jalanan, yang cukup lengang. Sesekali Abey memancing Fal untuk bersuara. Tak menyerah walau tak sekali ucapannya dianggap angin lalu oleh gadis dalam boncengannya.
"Pulang kuliah nanti bisa antar gue cari kado untuk Mamah?" tanya Fal setelah sekian lama terdiam. Datar. Seperti biasa. Pandangan gadis itu tertuju lurus ke depan tampak kosong dan dingin.
Abey tersenyum. Mengangguk dengan semangat. "Tentunya. Apa sih yang enggak buat Putri Kecil gue."
Fal menghela napas. Putri Kecil. Sebuah panggilan sayang dari seorang Ardan Benyamin, yang sudah dikenalnya jauh sebelum berpindah ke kota itu.
Ardan Benyamin, anak dari salah satu teman lama dari orang tua Fal, yang dulu tinggal di sebelah rumah. Mereka bertetangga cukup lama sebelum Abey diboyong pergi oleh kedua orang tuanya.
Sosok laki-laki, yang jadi salah satu penopang Fal setelah kejadian terburuk dalam hidupnya. Satu-satunya lelaki yang dipercayanya selain Sang Papah.
"Jangan panggil gue Putri Kecil lagi, Bey. Gue rasa, gue enggak pantas dapat panggilan itu." Wajah datar Fal tampak tertunduk. Berusaha menutupi rasa sedih dan kecewa, yang secara otomatis terlihat dalam ekspresinya.
Abey melirik spion. Menghela napas. Waktu berlalu namun luka Fal tak juga sembuh.
...
Abey menghentikan motor antiknya tepat di salah satu sudut pelataran parkir kampus. Pemuda itu menghela napas. Ada sakit dalam hatinya setiap kali mengingat ucapan Fal di jalan tadi.
Abey turun dari motornya. Begitu juga dengan Fal, yang kini tengah melepas helm.
"Fal, lo harus ingat sama omongan gue, sampai kapan pun lo akan tetap jadi Putri Kecil di mata gue, tanpa peduli lo seperti apa sekarang. Di mata gue, nama itu selalu pantas untuk lo sandang," ujar Abey saat menerima helm dari Fal.
Fal, yang menundukkan kepalanya, seketika mengangkat wajah. Menatapi wajah Abey dengan mata berkaca-kaca. Nyaris dipeluknya tubuh tegap itu, namun gadis itu cukup kuat untuk menahan diri. "Makasih, Bey," ujarnya dengan nada lirih.
...
Fal berjalan menyusuri koridor. Melangkah cepat. Masih ada tiga puluh menit sebelum kelas dimulai, namun langkahnya tetap tergesa.
Beberapa mahasiswa, menatapnya dengan maklum. Fal memang terkenal enggan bersosialisasi. Selalu menghindar bersinggungan dengan manusia lain. Selalu rikuh jika harus berada di keramaian.
Hanya Abey yang diizinkannya masuk ke dalam lingkaran pertemanan Fal, yang sangat sangat terbatas itu.
Fal membuka pintu ruang kelasnya, yang masih kosong. Sepi. Sudah pasti. Fal melangkahkan kaki menuju sudut belakang kelas. Duduk menunggu di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Faldhita (GxG Story)
Romance"Seharusnya hidupku berjalan senormal yang lain, tapi mereka membuatku memilih jalan yang berbeda." Faldhita Raditya