Bertemu denganmu adalah sebuah kesempatan.
Mengenalmu adalah sebuah keuntungan.
Memilikimu adalah sebuah anugerah.
Mencintaimu adalah sebuah kebahagiaan. Dan kehilanganmu adalah sebuah kehancuran.***
Entah sudah berapa lama Rahel menatap amplop itu tanpa membukanya. Setelah Glenn pulang, pandangan Rahel tidak pernah ia alihkan dari amplop pemberian Revan itu.
Suara pintu yang terbuka berhasil membuat Rahel mengalihkan pandangannya ke arah pintu. Ia menatap nanar Pak Andi yang baru saja memasuki kamarnya. Ayahnya itu masih menggunakan seragam kerja.
"Sayang, gimana fisioterapi hari ini?" tanya Pak Andi seraya duduk di tepi tempat tidur Rahel.
Rahel tidak menjawab pertanyaan ayahnya itu. Ia masih kecewa karena selama melaksanakan fisioterapi, baru satu kali ayahnya mendampingi. Itu pun tidak sampai selesai karena tiba-tiba ada panggilan kerja.
Pak Andi mengusap lembut rambut anak satu-satunya itu. Ia tidak tega karena telah melakukan hal yang membuat Rahel semakin terpuruk seperti ini. Akhir-akhir ini, Pak Andi sering dihantui oleh rasa bersalah karena telah menyebabkan kandasnya hubungan Revan dan Rahel.
"Kamu marah sama Papa?" tanya Pak Andi dengan suara yang pelan. Ada rasa bersalah di balik semua pertanyaannya barusan.
"Buat apa aku marah?" Rahel menatap ayahnya itu. "Aku udah biasa ada di situasi yang tidak dipedulikan oleh ayah sendiri."
"Rahel, maaf—"
"Maaf juga gak guna, Pa. Papa selalu minta maaf. Itu yang membuat aku gak percaya lagi dengan kata maaf yang selalu Papa ucapkan," potong Rahel cepat.
Pak Andi membuang nafas yang ia hela secara perlahan. Ia memang sudah melakukan kesalahan. Bahkan, kesalahan ini sangat fatal dan akibatnya bisa fatal juga jika sampai Rahel tahu bahwa ayahnya sendiri yang membuat hubungannya dengan Revan berakhir.
Pria itu tidak tahu bagaimana bencinya Rahel jika suatu saat nanti Rahel akan mengetahui semuanya.
"Kamu boleh benci Papa, Hel. Papa pantas kamu benci. Tapi, boleh Papa peluk kamu? Karena setelah ini, Papa mungkin akan menjadi orang yang paling kamu benci," ujar Pak Andi, lirih.
Gadis itu masih menatap ayahnya, bingung dengan maksud dari ucapan ayahnya barusan.
Tanpa persetujuan Rahel, Pak Andi memeluk anak semata wayangnya itu. "Maafin Papa, Rahel."
"Apa maksud Papa?"
Pak Andi melepaskan pelukan itu, lantas bergegas keluar dari kamar Rahel. Rahel sendiri bingung melihat sikap ayahnya.
Tidak lama setelah itu, Rahel kembali menatap amplop itu. Rahel berusaha mengumpulkan keberanian untuk membuka amplop itu.
Ketika ia sudah berhasil membuka amplop itu, ia mengeluarkan dua buah foto polaroid yang dibungkus oleh secarik kertas. Foto itu adalah foto kebersamaannya dengan Revan. Rahel mengamati dua foto itu sambil tersenyum kecut. Ia membalikkan foto itu untuk melihat sisi belakangnya.
Pada sisi belakang foto yang pertama, tertulis :
Romeo dan Juliet
Matanya beralih membaca tulisan di sisi belakang foto yang kedua :
Rhone dan Arve
Kedua alis Rahel saling bertaut saat membaca tulisan pada kedua foto itu. Apa maksud Revan menuliskannya?
Gadis itu mengambil secarik kertas yang tadi membungkus kedua foto itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
She is Rahel
Teen Fiction[SELESAI-Sekuel He is Revan] Ketika hati dan pikiran mempunyai pendapat yang berbeda tentang arti sebuah kepercayaan. Revan percaya kalau Rahel benar-benar mencintainya dan Rahel percaya bahwa sikap Revan akan berubah. Sebenarnya sesederhana itu. Ta...