36. Berjuang

936 39 0
                                    

Kebodohan terbesarku adalah meninggalkanmu yang pernah menjadi alasan kebahagiaanku.

***

Fisioterapi hari ini berjalan dengan baik. Jika biasanya orang yang selalu menemani Rahel melakukan fisioterapi adalah Revan, kini Mira dan Tasya-lah yang menemaninya. Ayahnya masih sibuk dengan urusannya sendiri, seolah tidak peduli dengan semua proses pengobatan yang dilakukan oleh Rahel.

"Akhirnya sampai juga," ucap Mira lega ketika Bi Ana membukakan pintu rumah untuk mereka. Mira mendorong kursi roda Rahel masuk ke rumahnya.

"Lo mau ke mana? Langsung ke kamar aja?" tanya Mira.

Rahel menggeleng. "Emang lo sanggup gendong gue sampai kamar?"

Ada benarnya juga. Meskipun berat badan Rahel bahkan tidak sampai 50kg, Mira tetap saja tidak mampu menggendongnya sampai lantai atas. "Iya juga, ya."

Tasya yang baru saja memarkirkan mobil, langsung menyusul mereka ke dalam rumah. "Guys, kayaknya gue harus pergi, deh."

"Loh, kenapa?"

Tasya nyengir. "Hehe, ada janjian sama Deva."

"Iya, Sya. Gak apa-apa, kok. Makasih, ya." Rahel tersenyum tulus.

"Iya, Hel. Besok gue pasti ke sini lagi."

Memang setelah mendengar kabar bahwa Rahel sudah mengakhiri hubungannya dengan Revan, Tasya dan Mira sudah sepakat untuk sering ada di samping Rahel. Mereka sudah pernah merasakan bagaimana hancurnya hati ketika putus cinta, beda halnya dengan Rahel yang baru kali pertama merasakannya.

Rahel mengangguk.

"Terus gue pulangnya gimana?" Mira mengerucutkan bibir.

"Telpon Raffi aja, suruh dia jemput. Oke? Bye!" Tanpa menunggu respon dari Mira, Tasya bergegas keluar dari rumah Rahel dan segera menjalankan mobilnya.

"Tuh, anak! Ih!" Mira menggerutu.

"Kalau lo udah mau pulang, gak apa-apa. Lo pulang aja. Lo juga, kan, harus ngerjain PR."

"Iya, sih, gue ada PR yang harus dikerjain. Tambah lagi besok ada ulangan harian," kata Mira sambil menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. Ia juga merasa tidak enak harus meninggalkan Rahel sendiri.

"Hai." Suara itu membuat Mira menatap ke arah pintu. Gadis itu mendapati Glenn sedang berdiri di ambang pintu.

"Ada Glenn, Hel," bisik Mira.

"Gue udah tahu, kok, dari suaranya. Suruh masuk aja."

Mira mengangguk, lantas berkata, "Masuk aja, Glenn."

Glenn berjalan mendekati mereka. "Nih, gue bawain martabak. Banyak, kok. Jadi, masih cukup buat lo juga, Mir."

"Eh, gak usah. Kebetulan lo udah dateng, gue mau pamit, nih. Tugas gue banyak banget yang harus dikerjain."

"Oh. Lo udah mau pulang?" tanya Glenn.

"Iya."

She is RahelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang