Part 5

2.7K 58 0
                                    

Aku menunggu Pak Rangga sambil sesekali melihat ke arah ruangannya. Aku segera bergegas saat Pak Rangga akan keluar dari ruangannya, lalu dia menghampiriku.

"Ayo ... Masuk mobil saya!" Ajaknya sembari berjalan menuju lantai bawah.

"Baik, Pak," aku mengikuti langkahnya dari belakang.

Pandangan karyawan lain tertuju pada kami, aku bingung menghadapi situasi seperti ini, aku hanya bisa melemparkan senyum pada mereka.

Pak Rangga segera masuk ke dalam mobil dan aku mengikutinya. Mobil segera meluncur.

"Kita mau kemana, Pak?" Tanyaku heran.

"Mau ngantar kamu pulang." Jawabnya santai.

"Kenapa harus repot-repot, Pak? Saya bisa pulang sendiri," jawabku kesal.

"Udah berapa kali saya bilang ke kamu, saya enggak pernah merasa direpotin." Tegasnya.

"Maaf, Pak."

"Kenapa wajah kamu ditekuk gitu?" Pertanyaannya membuatku semakin kesal.

Tidak perlu ditanya lagi, seharusnya dia sudah tau jawabannya. Keputusan yang disampaikannya di kantor, adalah penyebab dari perubahan wajahku, kenapa dia tega memecatku?

"Enggak apa-apa, Pak," jawabku ketus.

"Ternyata kamu bisa galak juga yah," ucapnya sambil senyum-senyum padaku.

"Setiap orang bisa berubah menjadi galak, apabila hatinya sakit seperti dicabik-cabik," aku semakin berani karena aku merasa dia bukan pimpinanku lagi, dia telah memecatku.

"Sadis banget tuh sampai tercabik-cabik," dia berbicara tidak seperti biasanya, hari ini dia kebanyakan senyum, ini bukan Pak Rangga yang kukenal.

"Bapak kenapa senyum-senyum dari tadi?"

"Lucu aja lihat wajah murung kamu."

"Bapak merasa senang setelah memecat saya hari ini? Saya harus kehilangan pekerjaan saya. Selama sebulan ini saya sudah melakukan pekerjaan semampu saya. Saya tidak tau dimana letak dari kesalahan saya," jelasku dengan mata yang berkaca-kaca.

"Siapa yang mecat kamu?"

"Siapa lagi kalau bukan Bapak?"

"Saya enggak merasa mecat kamu," wajahnya tetap santai sambil senyum.

"Maksud Bapak?" Aku kaget.

"Besok kamu tetap kerja seperti biasa." Aku makin kaget.

"Tapi tadi Bapak udah mecat saya."

"Itu hanya strategi saya untuk mengeluarkan Yani. Kerjanya kurang memadai, saya terpaksa harus mengambil keputusan yang tepat." Penuturan Pak Rangga membuatku menangis.

"Lohh, kenapa kamu nangis?" Tanyanya heran.

"Ssya sangat terharu, Pak. Ternyata saya masih kerja, saya tidak kehilangan pekerjaan saya."

"Mana mungkin saya pecat kamu, saya suka kamu." What? Apa maksud Pak Rangga.

"Maksudnya, Pak?"

"Maksud saya suka kerjaan kamu." Aku hampir melambung tinggi.

"Terimakasih banyak, Pak, karena masih mempercayai saya bekerja di perusahaan Bapak."

"Iyaa, sama-sama. Mukanya jangan ditekuk lagi tuh."

"Hehehe, Bapak bisa aja."

Aku sangat bahagia mendengar berita bahagia dari Pak Rangga, ternyata dia tetap menjadi pemimpin yang bijaksana. Aku semakin mengaguminya.

I LOVE YOU PAK DIREKTURWhere stories live. Discover now