Part 2

3.2K 57 1
                                    

"Permisi, Pak," ucapku masih berdiri di depan pintu ruangan Pak Rangga.

"Iyaa, masuk saja," balasnya.

"Terimakasih, Pak," aku segera masuk setelah mengucapkan terimakasih terlebih dahulu pada karyawan yang telah mengantarkanku ke ruangan ini.

"Silahkan duduk," aku segera duduk di kursi yang berhadapan dengannya.

"Maaf Pak, saya diminta Bu Sandra untuk menemui Pak Rangga," aku memulai pembicaraan dengannya.

"Ohh, iyaa. Saya sendiri. Bu Sandra juga sudah cerita tentang kedatangan kamu hari ini. Kamu Citra bukan?" Dia meyakinkan namaku.

"Iyaa, Pak. Saya Citra."

"Okeeh. Bu Sandra juga sudah cerita banyak tentang kemampuan kamu. Perusahaan ini baru buka dan butuh seseorang yang benar-benar menguasai pembukuan dan keuangan. Bu Sandra yakin dan percaya dengan kemampuan yang kamu miliki setelah mendengar semuanya tentang kamu dari Bu Ana." Aku mendengarkan penjelasan Pak Rangga.

"Iya, Pak. Saya akan berusaha semampu saya," balasku meyakinkan Pak Rangga.

"Okehh. Mulai besok kamu boleh kerja, selamat bergabung di perusahaan ini. Semoga kamu bisa bekerja dengan baik untuk kemajuan perusahaan," Pak Rangga menjabat tanganku.

"Terimakasih, Pak. Saya akan berusaha untuk kemajuan perusahaan ini," balasku menjabat tangan Pak Rangga sangat kuat.

Aku sangat terharu, aku tidak menyadari kalau sikapku yang berlebihan secara tidak sengaja membuatku malu. Begitu kuat dan lamanya jabatan tanganku, hingga Pak Rangga senyum-senyum, dan aku langsung menyadarinya.

"Maaf, Pak." Aku melepaskan jabatan tangan Pak Rangga.

"Iyaa, tidak apa-apa," balasnya dengan senyuman.

"Oh yah, Pak. Besok pakaiannya gimana? Saya pakai baju apa?" Tanyaku.

"Kamu pakai kemeja saja dulu untuk sementara, terus bawahannya rok. Masalahnya seragamnya belum ada, nanti kalau sudah ada baru dianjurkan harus pakai seragam."

"Baik, Pak. Terimakasih. Saya permisi," saya berdiri lalu keluar dari ruangan Pak Rangga.

.
.
.

Namaku Citra, lengkapnya Citra Handayani. Aku terlahir dari keluarga yang kurang mampu, aku memiliki seorang adik laki-laki yang bernama Bimo, dan sekarang masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) kelas sepuluh.

Aku berhasil melanjutkan kuliah karena prestasi yang aku raih, aku kuliah bermodalkan beasiswa. Aku sama sekali tidak pernah merasa malu atau menyesal memiliki orangtua yang tidak seberuntung orang lain. Ibuku membuka usaha kecil-kecilan di rumah, yaitu menerima pesanan kue, sedangkan ayahku hanya sebagai buruh bangunan.

Aku bangga memiliki orangtua seperti mereka, mereka sudah berusaha memberikan yang terbaik untukku dan adikku, Bimo. Mereka adalah orangtua yang sangat berjasa menjaga dan merawat kami hingga saat ini. Mereka orangtua terhebat bagiku.

Aku sangat berterimakasih kepada Bu Ana, dosen yang telah merekomendasikanku pada salah satu perusahaan baru di kota ini. Berkat kebaikan dan ketulasan beliau, akhirnya aku diterima bekerja pada PT. Bahagia dengan jabatan yang sangat penting dalam sebuah perusahaan, bagian pembukuan dan mengatur keuangan.

Rasanya masih seperti mimpi, mimpi yang berakhir menjadi kenyataan. Dengan mudahnya aku mendapatkan pekerjaan ini, aku sangat terharu dan meneteskan air mata kebahagiaan. Berkat perjuanganku selama ini, yang selalu berusaha belajar dengan baik supaya dapat melanjutkan kuliah tanpa biaya atau gratis. Puji syukur kupanjatkan kehadirat Allah yang selalu senantiasa mengiringi setiap langkahku.

Aku berharap dengan kesempatan ini, aku bisa membahagiakan orangtuaku. Aku ingin melihat mereka bangga dan tersenyum karena telah berhasil mendidik kami anak-anaknya. Aku ingin mereka menikmati hasil kerja kami dimasa tua nanti. Aku berjanji pada diriku sendiri akan memenuhi kebutuhan mereka, dan berusaha untuk menjadi anak yang berbakti.

.
.
.

Hari ini adalah hari pertamaku masuk kerja, meja kerjaku berada persis disamping kanan ruangan Pak Rangga. Kaca jendelanya transparan, dan aku masih tetap bisa memandang ke arahnya.

Pak Rangga adalah seorang direktur di PT. Bahagia, beliau anak tunggal dari pemilik perusahaan ini, Bu Sandra. Diusianya yang masih sangat muda, sudah berhasil menjadi seorang pemimpin, yah walaupun pemimpin dalam perusahaan keluarga.

Menurut penilaianku, Pak Rangga adalah laki-laki sempurna. Dia tampan, berwibawa, masih muda tapi sudah meraih kesuksesan. Betapa bahagianya wanita yang akan mendampinginya nanti. Wanita itu pasti sangat beruntung karena telah memiliki laki-laki sempurna seperti Pak Rangga.

Triing.. Triiing...

Suara telpon diatas mejaku sangat mengagetkanku, lamunan tentang  Pak Rangga buyar seketika. Aku segera mengangkat telpon.

"Hallo," Jawabku.

"Ke ruangan saya sekarang!" Dan ternyata yang menelpon adalah Pak Rangga.

"Baik, Pak." Balasku lalu menutup telpon dan melangkah menuju ruangan Pak Rangga.

"Kamu susun ini data yang saya peroleh dari Bu Sandra. Kamu pisahkan yang mana aktiva lancar dan aktiva tetap. Terus biaya-biaya ini juga belum tersusun sesuai dengan pengelompokannya. Bagian pendapatan juga masih belum terinci." Pak Rangga menyodorkan data yang harus diubah.

"Baik, Pak."

"Kalau bisa, hari ini sudah harus ada di meja saya. Kamu boleh kerjakan dari sekarang!"

"Baik, Pak. Saya permisi."

"Silahkan!" Ucap Pak Rangga dengan senyuman keramahannya.

Aku melangkah keluar dari ruangan Pak Rangga. Ya Allah Gusti, kenapa senyumnya semanis itu? Pantaskah aku mengaguminya? Bolehkah aku terpesona melihat ketampanannya? Perasaan apa ini? Tujuanku berada di kantor ini adalah untuk bekerja. Aku harus ingat itu.

I LOVE YOU PAK DIREKTURWhere stories live. Discover now